Islamisasi dalam Tradisi Bugis, Hubungan Harmoni Antara Agama dan Budaya
Makassar | Hijaupopuler.id
Proses Islamisasi dalam budaya dan tradisi masyarakat Bugis merupakan bagian integral dari sejarah yang rasional dan autentik.
Penyesuaian antara ajaran Islam dengan tradisi serta kebudayaan Bugis telah berlangsung tanpa mengubah inti ajaran Islam itu sendiri.
Tradisi maritim Bugis, seperti ritual yang dilakukan oleh pembuat kapal pinisi di Bulukumba Sulawesi Selatan sebelum memulai pelayaran atau membangun kapal, mencerminkan penghormatan kepada alam sebagai ciptaan Tuhan.
Masyarakat Bugis memahami tradisi ini bukan sebagai bentuk kemusyrikan atau bid’ah, melainkan sebagai ekspresi kearifan lokal yang menunjukkan hubungan harmonis manusia dengan alam.
Begitu pula dengan tradisi tarekat Nadzabandiyah dan Maulidan di Cikoang, yang menggabungkan ajaran Islam dengan budaya lokal.
Islam adalah agama yang rasional dan mampu beradaptasi dengan berbagai budaya, termasuk budaya Bugis.
Konsep Dewata Sewwae (Tuhan yang Esa) dalam tradisi Bugis, misalnya, juga memiliki kesamaan dengan konsep tauhid dalam Islam, yang kemudian hal inilah yang memudahkan penyebaran Islam di Sulawesi Selatan pada masa lampau.
Pelestarian Budaya Bugis di Era Milenial
Di era modern, pelestarian budaya Bugis, termasuk arsitektur tradisionalnya, sangat penting untuk tetap relevan bagi generasi milenial.
Diaspora masyarakat Bugis yang tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk Filipina dan Malaysia, menunjukkan kemampuan budaya ini untuk bertahan dan beradaptasi.
Budaya Bugis dari Sulawesi Selatan juga diharapkan memainkan peran penting dalam membangun identitas kebangsaan yang inklusif di Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur.
Dengan menjadikan budaya Bugis sebagai salah satu fondasi, identitas Indonesia yang lebih maju dan harmonis dapat tercapai.
Selama Islam dan budaya tetap menjadi pilar utama, keutuhan dan stabilitas NKRI akan tetap terjaga.
La Galigo: Warisan Sastra yang Harus Dilestarikan
Sebagai warisan sastra yang kaya, La Galigo telah menjadi jembatan budaya antara berbagai suku. Namun, untuk menarik perhatian generasi muda, karya epik ini perlu disesuaikan dalam format yang lebih modern, agar generasi muda dapat lebih mudah memahami sejarah dan tokoh-tokoh dalam La Galigo.
Langkah ini diharapkan dapat menjaga keberlangsungan warisan budaya Bugis, sehingga tetap hidup dan relevan di era kekinian.
Apa Reaksi Anda?