Begini Proses Realisasi Proker Mahasiswa KKN UIN Palopo Angkatan I
Mahasiswa KKN menerapkan tools partisipatif khas ABCD, yakni low hanging fruit dengan memilih program prioritas yang ringan, cepat dan berdampak.
Luwu | hijaupopuler.id
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Angkatan I Universitas Islam Negeri (UIN) Palopo yang sementara ini menjalankan pengabdiannya di sejumlah daerah se-Tana Luwu, diberitakan menyusun dan menjalankan Program Kerja (Proker)-nya menerapkan metode Asset-Based Community Development (ABCD).
Metode ini bukan sekadar alat untuk menyusun Proker, tapi menunjukkan momen kolektivitas antara warga dengan mahasiswa yang duduk bersama. Mereka menyambung kekuatan yang dimiliki Desa dalam mendesain berbagai kegiatan partisipatif.
Di beberapa Desa lokasi KKN UIN Palopo, mahasiswa telah melaksanakan seminar Proker sebagai puncak dari tahap desain. Seminar ini bukan formalitas semata, tapi bagian dari proses validasi hasil pemetaan aset sosial, individu dan kelembagaan yang telah dilakukan sejak hari-hari pertama pengabdian.
Seperti terjadi di Desa Seppong (Posko 13) Kabupaten Luwu, mahasiswa memfasilitasi dialog antara warga dan Pemerintah Desa (Pemdes) untuk menyusun Proker yang relevan dan kontekstual. Dengan menggunakan Diagram Venn dan diskusi terbuka, program-program yang dirancang bersama warga muncul dari akar kebutuhan, bukan dari asumsi saja.
begitu juga di kelompok 95 di Desa Posi, yang menggelar seminar Prokernya pada Rabu (16/7/2025) baru-baru ini, mahasiswa memaparkan hasil pemetaan, mendiskusikan potensi kolaboratif antar aset, serta menghubungkannya dengan rencana aksi selama masa KKN. Diskusi berlangsung hangat, memperlihatkan tumbuhnya kepercayaan dari warga.
“Kami datang bukan untuk mengajari warga bagaimana membangun Desa, tapi untuk menemani mereka merancangnya dengan aset yang mereka punya,” ujar seorang peserta KKN di Desa ini.
Adapun di Desa Lanipa (kelompok 56) juga menggunakan pendekatan serupa. Mereka mengangkat tema Pendidikan Karakter, Generasi dan Literasi Emas. Mahasiswa mengundang para tokoh kunci, dari Kepala Desa, Kepala Dusun, hingga Kepala Sekolah, untuk berdialog tentang program yang akan dilaksanakan. Kehadiran para pemangku kepentingan ini menunjukkan bahwa proses desain yang terbuka membuka ruang dukungan dari seluruh elemen terkait.
Diketahui, dalam proses ini mahasiswa menerapkan tools partisipatif khas ABCD, yakni low hanging fruit yaitu memilih program prioritas yang ringan, cepat dan berdampak. Lalu ada diagram alur yang menggambarkan langkah-langkah pelaksanaan program, serta menerapkan skala prioritas dan peta program berbasis aset, agar program benar-benar mengoptimalkan kekuatan lokal.
“Kami tidak ingin menyulap Desa ini dengan ide kami sendiri. Kami ingin menumbuhkan program bersama warga, yang bisa bertahan bahkan setelah kami pulang,” ungkap mahasiswa peserta KKN lainnya.
Apa Reaksi Anda?






