Kurban dan Ekonomi Umat; Refleksi Idul Adha Penuh Makna
Penting untuk melihat momentum kurban ini dengan kacamata yang lebih luas, sehingga melalui pelaksanaannya dapat memperkuat solidaritas dan menghadirkan harapan banyak orang.
Islami | hijaupopuler.id
10 Dzulhijjah dalam setiap tahunnya diperingati sebagai perayaan hari raya Idul Adha dengan pelaksanaan ibadah kurban. Namun, tidak hanya sekedar penyembelihan hewan kurban, lebih dari itu kurban adalah simbol ketundukan seorang hamba kepada Tuhannya. Bercermin dari kisah Nabi Ibrahim as dan putranya Ismail as, kita belajar tentang nilai pengorbanan, kepatuhan dan keikhlasan dalam arti yang paling dalam.
Tapi lebih dari sekedar kisah Nabi Ibrahim as dan putranya, terdapat sisi lain dari ibadah kurban yang perlu menjadi bagian yang memiliki nilai maslahah, yaitu dengan mengemasnya agar bagaimana ibadah ini menyentuh sisi sosial dan ekonomi umat.
Terlebih lagi hal sederhana namun memiliki makna yang dalam bahwa melalui pelaksanaan ibadah kurban, memiliki makna tersirat bahwa yang lemah akan ikut merasa diperhatikan, agar yang lapar dapat ikut merasakan kenyang dan semua perbedaan dalam kehidupan selama ini boleh satu dalam persaudaraan dan kemanusiaan. Di sinilah letak keindahan Islam sebagai agama universal, Islam rahmatan lil 'alamin.
Dari Spiritual ke Solidaritas Sosial
Kurban bukan hanya sekedar simbol kepatuhan spiritual, namun juga hadir sebagai representasi nyata dari solidaritas sosial dan semangat re-distribusi kesejahteraan. Di tengah maraknya kesenjangan ekonomi yang masih banyak ditemukan pada berbagai lapisan masyarakat, ibadah ini hadir menjadi momentum untuk merefleksikan kembali peran umat dalam membangun ekonomi yang berbasis pada nilai-nilai keumatan yang lebih adil dan inklusif.
Kurban adalah ibadah yang memiliki makna pelajaran yang dalam. Juga bukan hanya soal penyembelihan hewan, tapi juga menyembelih keangkuhan, ego dan keserakahan atas semua yang dimiliki. Nilai spiritual yang terkandung di dalamnya begitu kuat. Namun tidak hanya sebatas itu, karena justru yang menarik sebenarnya adalah kurban mampu terwujud menjadi ruang aktualisasi nilai keadilan sosial dan empati setiap kita yang berada di posisi memiliki harta yang cukup.
Dalam pelaksanaannya, ibadah kurban menjadi salah satu bentuk nyata dari filantropi Islam. Distribusi daging kurban ke masyarakat miskin menjadi cara Islam dalam merespons ketimpangan ekonomi dan sosial yang sering terjadi. Bahkan di beberapa daerah semua masyarakat dalam wilayah pelaksanaan kurban tersebut memperoleh pembagian daging tanpa terkecuali dan tidak memandang agama sehingga saudara dari kalangan non muslim pun turut merasakan kebersamaan ini.
Terdapat nilai pemberdayaan yang terwujud dalam tiap kilogram daging yang dibagikan sebuah bentuk penyegaran sosial tahunan yang mampu menciptakan rasa keadilan dan persaudaraan dalam kemanusiaan.
Menggerakkan Ekonomi Umat melalui Kurban
Beberapa bulan menjelang pelaksanaan hari raya kurban, para pengurus masjid dan peternak dari tingkatan yang kecil sampai yang besar mulai menghitung bobot kambing dan sapi. Pedagang ternak mulai ramai, para pengurus masjid telah keliling mencari peternak yang tepat dan cocok harga, komunikasi terbangun dari tempat yang satu ke tempat lainnya, bahkan para pelaku UMKM, para penjual bahan pokok dapur, pengrajin pisau alat sembelih, hingga jasa transportasi pun kebagian rezeki.
Melihat fenomena tersebut menunjukkan bahwa kurban bukan hanya ibadah spiritual, namun hal terpenting yang dapat kita garisbawahi di sini adalah kehadirannya untuk dapat menggerakkan roda ekonomi hingga ke level akar rumput.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI, dalam catatan tahunan terakhir per-2024, memproyeksikan potensi ekonomi kurban di Indonesia mencapai Rp. 34,3 triliun. Proyeksi ini didasarkan pada perkiraan partisipasi sekitar 2,75 juta rumah tangga, atau mudohi yang berpartisipasi dalam pelaksanaan kurban.
Melihat dari angka yang cukup besar ini, tentunya muncul pertanyaan, sudahkah potensi tersebut dimaksimalkan untuk pemberdayaan ekonomi umat? Namun itulah yang menjadi tugas kita bersama.
Menjadikan Idul Adha sebagai Gerakan Sosial-Ekonomi Umat
Hari raya kurban adalah momentum yang hanya datang sekali dalam setahun, namun meninggalkan jejak yang sangat dalam jika kita mampu memaknai secara utuh. Kurban bukan hanya tentang ibadah personal, namun lebih pada wujudnya sebagai panggilan untuk berbagi, berkorban dan membangun.
Oleh karena itu, penting untuk melihat momentum kurban ini dengan kacamata yang lebih luas, sehingga melalui pelaksanaannya dapat memperkuat solidaritas, menghadirkan harapan orang banyak walaupun di tengah ketimpangan yang masih nyata serta diharapkan dapat memperkuat peran dalam membangun ekonomi umat.
Terakhir, penulis pesankan bahwa Idul Adha bukan hanya tentang penyembelihan hewan atas harta yang telah diikhlaskan, namun lebih pada menyembelih keegoisan dan menggantinya dengan kepedulian dan ketaatan. Di sanalah letak keindahan dan makna yang sejati.
Selamat Hari Raya Idul Adha, Semoga kita dapat meneladani kesabaran dan keikhlasan Nabi Ibrahim as. Kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi tentang menyembelih ego dan kesombongan diri.
Rahmida Reski Majid | Alumni IAIN Palopo, Pengurus Kopri PKC PMII Sulsel
Apa Reaksi Anda?






