Menakzimkan di Balik Perbedaan

Menakzimkan di Balik Perbedaan

Perbedaan sebagai rahmat jangan disalahpahami. 

Menurut Imam ats-Tsauri, "Perbedaan pendapat para ulama harus dipahami bahwa mereka memperluas atau memperlonggar hukum Islam kepada umat sebab arti yang tepat memang begitu". Apa yang dipahami bukan untuk menyalahkan orang lain yang tidak sepaham. Membenarkan pendapat sendiri tidaklah islami. Akal  berbeda kemampuannya mencerna. Sementara ilmu begitu luas untuk ditelaah sendiri. Pasti akan muncul perbedaan. Di sinilah perlunya mengontrol diri. Ilmu lahir menjadikan hidup lebih berwarna. Ilmu hadir bukan untuk dijadikan alat debat semata. Memonopoli satu klaim sepihak. Jangan sampai kita berargumentasi tanpa isi. Asal bunyi tanpa dasar. Kosong melompong. Menggelikan tatkala membenarkan pendapat sendiri saja sementara ada banyak dalil yang dipahami orang lain. Sungguh lebih lucu lagi ketika menyalahkan pendapat orang lain karena ketidaktahuan.    

KH. Hasyim Asy'ari mengemukakan bahwa, "Telah terjadi perbedaan masalah furu' (cabang) antara Imam Abu Hanifah dan Imam Malik sekitar empat belas ribu masalah dalam bidang ibadah dan muamalah. Imam Malik dan Imam Syafi'i berbeda sekitar enam ribu masalah. Imam Syaifi'i dan Imam Ahmad juga berbeda dalam banyak masalah. Namun, tidak seorang pun di antara mereka menyakiti, mencerca, menghasut, dan menyandarkan kesalahan kepada orang lain. Bahkan sebaliknya tetap mendukung sesama dan saling mendoakan untuk kebaikan". 

Oleh karena itu, silakan berbeda dengan dalil masing-masing. Berbeda boleh asalkan tidak menebar permusuhan di balik perbedaan. Tetap harus saling menghormati dan menakzimkan. 

Manusia dilahirkan sudah pasti berbeda dengan yang lainnya. Kembar sekalipun tidak akan ditemukan padanya persamaan yang persis. Dari perbedaan lahiriah sudah seharusnya menjadi pondasi menerima perbedaan batiniah. Perbedaan yang terkait dengan keyakinan dan pendapat. Sejak dulu, perbedaan sudah mengalir. Dari zaman manusia pertama sampai era kontemporer.

Said Agil al-Munawar menyampaikan, "Berbagai peristiwa perbedaan memberikan pelajaran berharga agar siap menghadapi perbedaan pendapat". Kesiapan ini melahirkan sikap toleran. Menenggang pendirian yang berbeda. Menghargai pendapat orang lain tanpa memaksakan pendapatnya. Tentu pada wilayah atau batas ukuran yang masih diperbolehkan.

Penulis: Mustafa, S.Pd.I, M.Pd.I

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow