Modal Dasar Merajut Kebangsaan ala Gus Baha
Menurut Gus Baha modal dasar dalam merajut kebangsaan adalah sistem sosial masyatakat, yang mana sistem ini sudah berjalan bertahun-tahun atau sudah berlangsung sejak dulu di tengah masyarakat Indonesia. Jauh sebelum sistem formal pemerintahan yang mengurusi bantuan untuk masyarakat miskin berlaku. (Ilustrasi hijaupopuler.id/Ishak)
K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim, atau Gus Baha, merupakan ulama yang berasal dari Rembang. Gus Baha dikenal sebagai salah satu ulama ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam seputar al-Qur'an. Ia merupakan salah satu murid dari ulama kharismatik, Kiai Maimun Zubair. Teladan yang bisa ditiru dari Gus Baha' adalah tentang kesederhanaanya.
Pada suatu kesempatan, Gus Baha pernah menjelaskan untuk merajut kebangsaan di Indonesia, ada dua modal dasar yang dibutuhkan. Modal tersebut adalah sistem sosial masyarakat dan perasaan bahagia atas diri sendiri.
Menurut Gus Baha modal dasar dalam merajut kebangsaan adalah sistem sosial baik yang mana sistem ini sudah berjalan bertahun-tahun atau sudah berlangsung sejak dulu di tengah masyarakat Indonesia. Jauh sebelum sistem formal pemerintahan yang mengurusi bantuan untuk masyarakat miskin berlaku.
Sistem sosial ini memang sejak dulu sudah berlaku, masyarakat Indonesia sudah terbiasa berbagi makan ke tetangga. Menurut Gus Baha, sistem ini bahkan sudah ada saat perang kemerdekaan, masyarakat membantu pejuang dengan menyediakan stok makan saat gerilya. Namun jika dibandingkan mana yang bagus sistem kerja masyarakat dulu apa modern, Gus Baha menilai keduanya sama bagus. Sistem modern seperti dinas sosial berguna untuk hal besar dan tidak mendesak. Sistem sosial ala masyarakat berguna untuk hal mendesak.
Gus Baha mencontohkan, ketika terjadi kecelakaan, secara sistem sosial masyarakat, yang harus menolong adalah orang terdekat. Tidak menunggu datangnya Satlantas. Begitu juga saat ada yang tenggelam, yang harus menolong adalah orang terdekat. Kalau sistem sosial masyarakat, semua ditolong. Kalau modern, ada sistem kerjanya. Tidak usah menunggu Satlantas untuk merawat kecelakaan. Kalau ketemu orang tenggelam, jika mampu, maka tolong. Tidak menunggu SAR.
Di beberapa daerah banyak masjid yang bersebelahan dengan gereja melakukan kegiatan sosial. Banyak orang muslim kerja bareng Kristen. Ini modal sosial yang bagus. Dari dulu baik-baik saja. Dari dulu sistem pertanian masyarakat juga berjalan tanpa ada rapat pemerintah.
Gus Baha mengingatkan untuk jangan karena lembaga formal resmi ada, lalu menghilangkan tatanan sosial yang sudah berlangsung sejak dulu. Sistem model dinas resmi tetap harus didukung. Namun, sistem sosial masyarakat adalah segala-galanya. Menurut Gus Baha, sistem sosial ini penting dijelaskan lagi agar setiap orang tau dan punya tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitarnya.
Sehingga tanggap setiap ada peristiwa yang terjadi bukan malah ditinggal pergi. Tanggap maksudnya dimulai dari siklus terkecil yaitu dirinya sendiri lalu keluarga dan kemudian masyarakat sekitar. Orang yang memiliki tanggung jawab sosial tidak mudah menyalahkan orang lain ketika terjadi sebuah musibah. Karena setiap orang punya tanggung jawab dalam sistem sosial. Tidak semuanya dilempar ke dinas resmi.
Kemudian modal merajut kebangsaan kedua yaitu bahagia dengan diri sendiri. Bahagia di sini bukan bermaksud egoisme, tapi menerima nikmat yang sudah ada dan tidak sibuk melihat nikmat orang lain.
Seringkali seseorang itu mengatakan bahwa orang lain itu hidupnya enak dan semua keinginannya mudah tercapai. Sehingga ingin merebut nikmat orang lain. Padahal tidak begitu adanya. Banyak hal yang tidak bisa diwujudkan hanya dengan modal uang.
Barakahnya mengurus diri sendiri yaitu tidak menyibukkan diri menyalahkan orang lain. Dengan seperti itu akan lebib enak menurut Gus Baha. Gus Baha mencontohkan, orang kaya belum tentu bisa mewujudkan semua keinginannya dengan harta yang dimiliki. Hal ini dikarenakan keinginan setiap orang berbeda. Orang kaya bisa jadi keinginannya bukan lagi makan enak saja, tapi ingin menjabat dan itu tidak pernah terwujud karena tidak dipilih.
Setiap orang ada porsi dan kemampuan masing-masing. Fokus pada kemampuan diri. Agama tidak mengajarkan kita melakukan sesuatu di luar kemampuan diri.
Penulis: Muh. Ishak, S.Sos
Apa Reaksi Anda?