Komitmen Internasionalisasi PTKIN di Indonesia
Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag. (Rektor UIN Mataram) @Kemenag.go.id
Kolom | Hijaupopuler.id
Dalam berbagai literatur banyak dituliskan tentang eratnya hubungan Indonesia dengan Mesir. Tidak hanya hubungan diplomasi politik, tetapi juga dalam berbagai aspek yang lain, pendidikan misalnya. Bahkan tidak hanya di masa modern sekarang ini, melainkan juga sejak masa pra dan pasca-kemerdekaan Republik Indonesia.
Mengutip apa yang dituliskan seorang Arkeolog William J Perry oleh Fachir (2009) dalam “Potret hubungan Indonesia-Mesir”, diketahui sesungguhnya hubungan secara informal dan individual antara Mesir dan Indonesia sudah terjalin sejak Abad 7 M. Hal ini terbukti dengan adanya kesamaan budaya antar kedua negara, seperti sistem perairan dan pembuatan candi dari bebatuan yang keras serta pemahatan patung. Lebih jauh dari itu, hubungan diplomasi Indonesia-Mesir tidak hanya sebatas hubungan bilateral antar dua negara saja, melainkan juga merupakan hubungan transnasional yang sudah melibatkan secara aktif hubungan antar individu-individu maupun lembaga di kedua negara.
Dalam aspek politik, sejak zaman perjuangan kemerdekaan, Mesir merupakan salah satu negara yang paling awal memberikan pengakuannya terhadap eksistensi dan kemerdekaan Indonesia. Jangan tanya dalam aspek pendidikan. Bagaimana para mahasiswa Indonesia telah secara aktif menjalin hubungan secara harmonis dan sangat “mesra” dengan Al-Azhar sejak zaman pra-kemerdekaan adalah bukti nyata dari hubungan transnasional ini. Tepatnya pada 1850 di salah satu sudut Masjid Al-Azhar, sudah terdapat Ruwak Jawi yang bahkan masih eksis dan tetap digunakan sebagai tempat untuk “mengaji” berbagai ilmu keislaman sampai sekarang. Diisi oleh para Syaikhul Azhar, biasanya ngaji di sini tidak khusus diikuti mahasiswa dari Indonesia, tapi juga dari berbagai negara.
Saat ini bahkan terdapat lebih dari puluhan ribu mahasiswa Indonesia yang masih tercatat sebagai pelajar aktif di kampus Al-Azhar, baik jenjang Ma’had, Sarjana (bakalurius), Magister, maupun Doktoral. Sehingga, tidak heran jika saat ini puluhan ribu alumnus dari universitas paling tua di dunia ini telah sangat banyak memberikan warna dalam kehidupan sosial-keagamaan di Indonesia, sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Tokoh agama, cerdik-cendikia, hingga politisi yang menempati jabatan tinggi baik di daerah maupun nasional adalah ruang-ruang yang tidak luput diisi oleh lulusan kampus Al-Azhar. Hal inilah yang tetap menjadi penguat ikatan emosional dalam hubungan transnasional antara Mesir dan Indonesia sampai saat ini.
Komitmen Kerja sama Kemenag dengan Al-Azhar
Pada akhir Desember 2022, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah memulai komiteman kerja sama antara Kementerian Agama dengan Universitas Al-Azhar dalam bidang pendidikan dan penguatan nilai-nilai keagamaan. Hal tersebut ditandai dengan kehadiran Menag ke Kairo dalam rangka menyaksikan penandatanganan MoU Kerja sama oleh Grand Syaikh Al-Azhar Asy-Syaikh Ahmad Muhammad At-Tayeb. Dalam komitmen kerja sama tersebut, setidaknya ada empat poin yang disepakati bersama menurut Prof. Dr. Ali Ramdhani, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI pada waktu itu.
Pertama, perbaikan tata kelola pengiriman calon mahasiswa baru melalui sistem ujian kesetaraan (muadalah) Al-Azhar yang terstandarisasi. Kedua, peluang setiap alumni pondok pesantren dan Madrasah Aliyah (MA) untuk melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar setelah melalui ujian yang diselenggarakan secara bersama antara Kemenag dan Al-Azhar.
Ketiga, memastikan kompetensi lulusan Madrasah Aliyah dan pondok pesantren di Indonesia yang akan masuk ke Universitas Al-Azhar dengan syarat-syarat penerimaan calon mahasiswa Indonesia di kampus tersebut sesuai keputusan Majelis A’la Al-Azhar. Dan keempat, peluang bagi calon mahasiswa untuk mendaftar dan melanjutkan studinya pada program S1 yang ditetapkan Al-Azhar atau pada lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai program double degree atau semisalnya yang mempunyai kerja sama bidang-bidang tertentu di Indonesia dengan Universitas Al-Azhar.
Teranyar pada 25 Juni 2024, Wakil Grand Syaikh Al-Azhar Asy-Syaikh Muhammad Abdurrahman Ad-Duwaini bertemu dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta dalam rangka penguatan kembali kerja sama pendidikan dan mahasiswa. Kala itu, Wakil Grand Syaikh Al-Azhar yang juga didampingi Prof. Dr. Nahla El-Saeedi menggarisbawahi pentingnya semua Lembaga Pendidikan (termasuk Pendidikan Tinggi) di Indonesia untuk mengajukan Mu’adalah atau penyetaraan Ijazah ke Al-Azhar sebagai syarat utama untuk dapat belajar di Al-Azhar. Beliau juga mengapresiasi penguatan nilai-nilai moderasi beragama di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia yang sangat bersesuaian dengan manhaj Al-Azhar yang berlandaskan spirit Islam moderat (wasaththiyatul Islam).
Syaikh Ad-Duwaini juga menyebutkan saat ini mahasiswa Indonesia menempati urutan jumlah terbanyak di Al-Azhar. Mengutip dari salah satu media Al-Azhar Asy-Syarif menyebutkan setidaknya lebih dari 14 ribu Mahasiswa asal Indoensia yang sedang menempuh studi di Kairo. Mereka tersebar di beberapa kampus dalam berbagai jenjang pendidikan, mulai dari jenjang ma’had sampai level Doktoral, melalui berbagai fasilitas beasiswa yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia maupun beasiswa full yang diberikan langsung oleh Kampus Al-Azhar, Kairo. Namun, notabene para mahasiswa tersebut saat ini menempuh studi-nya di Universitas Al-Azhar Kairo. Oleh karena itu, pada kesempatan itu juga Syaikh Ad-Duwaini memuji kemuliaan akhlak Mahasiswa Indonesia dan dipandang sangat berprestasi.
Pada 3 Juli 2024, giliran Tim Kementerian Agama yang berkunjung ke Al Azhar, Kairo. Tim ini dipimpin Plt Dirjen Pendidikan Islam Prof. Dr. H. Abu Rokhmad, didampingi oleh Wakil Duta Besar RI untuk Mesir, dan Atdikbud RI Kairo. Mereka bertemu dengan Wakil Grand Syaikh Al-Azhar Asy-Syaikh Muhammad Abdurrahman Ad-Duwaini dan Penasehat Grand Syaikh Al-Azhar bidang Ekspatriat, yang juga Direktur Pusat Pengembangan Pendidikan untuk Mahasiswa Asing Prof. Dr. Nahla El-Saeedi. Pertemuan istimewa ini membahas MoU antara Kementerian Agama Republik Indonesia dengan Universitas Al-Azhar, termasuk rencana membuka Markaz Tathwir Thullab al-Wafidin wa al-Ajanib cabang Indonesia. Jika ini terwujud maka akan sangat membantu dan mempermudah akses Putra-putri Indonesia yang bercita-cita menempuh studi lanjut di bumi para Nabi tersebut.
Kehadiran rombongan dari Kementerian Agama di Kairo kali ini merupakan kunjungan balasan dan tindak lanjut dari pertemuan Gus Men dan Wakil Grand Syaikh Al-Azhar. Pada kunjungan balasan kali ini, Tim Kementerian Agama RI setidaknya membahas tindak lanjut rancangan kerja sama terkait semua hal-hal teknis yang telah dibahas sebelumnya. Teknis penguatan kompetensi akademik dan kompetensi bahasa Arab, adalah salah satu yang utama. Hal ini mengingat satu-satunya lembaga yang telah disahkan oleh Mejelis A’la Al-Azhar untuk mengadakan ujian masuk bagi calon mahasiswa yang akan belajar di Universitas Al-Azhar adalah Markaz Tathwir yang berada langsung di bawah pimpinan Masyikhatil Azhar, Prof. Dr. Nahla El-Saeedi. Maka diperlukan pembahasan serius terkait teknis pelaksanaan ini. Untuk itu, Markaz Tathwir akan bekerja sama dengan Kementerian Agama RI, KBRI Kairo, dan Kedubes Mesir di Jakarta dalam realisasinya. Sehingga nanti, para calon Mahasiswa Indonesia yang akan melanjutkan studi di Al-Azhar dalam semua level (S1, S2 maupun S3), bisa langsung menempuh studinya ketika tiba di Cairo sesuai jenjang studi yang diinginkan.
Sisi lain dari lawatan Grand Syekh Al Azhar -Yang Mulia Syaikh Ahmad Muhammad At Tayeb- ke Indonesia yang merupakan rangkaian kunjungan Beliau ke Asia Tenggara tahun 2024 ini yaitu Malaysia, Indonesia dan Thailand, adalah angin segar bagi giat internasionalisasi kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, negeri maupun swasta. Bagaimana tidak, kehadiran Grand Syekh dari 8 sampai 11 Juli 2024, selain menegaskan betapa kuatnya hubungan historis antara Al-Azhar dan Indonesia, juga merupakan asupan moril bagi giat internasionalisasi Perguruan Tinggi Islam yang sudah sejak lama digagas.
Kunjungan Grand Syekh yang ketiga kalinya ke Indonesia ini juga mengemban salah satu misi akademik dengan mengagendakan pertemuan dengan Menteri Agama RI dan para Rektor Perguruan Tinggi Islam pada 9 Juli 2024. Pertemuan itu dikemas dalam “Kuliah Umum Grand Syaikh Al-Azhar Kairo” dengan tema ”Meneguhkan Moderasi Beragama untuk Membangun Toleransi dan Harmoni”.
Al-Azhar sebagai salah satu kampus tertua di dunia (pada tahun 2024 ini Al-Azhar sudah genap berusia 1084 tahun), tidak dipungkiri merupakan magnet kuat yang mampu menarik perhatian para pelajar dari berbagai Negara di dunia. Ia merupakan epicentrum yang disebutkan oleh salah satu Syaikhul Azhar Asy-Syaikh Abdul Fattah al ‘Awary dan juga para Syaikul Azhar yang lain sebagai ka’batu ‘ulumu ad-diin atau kiblat bagi penuntut ilmu-ilmu agama. Al-Azhar telah lama menggaungkan salah satu nilai tertinggi ajaran Islam tentang kehidupuan kegamaan yang toleran. Melalui salah satu konsep ajarannya yang popular tersebar luas dengan istilah washatiyatul islam atau Islam Washatiyah, Al-Azhar mencoba terus menyemai bibit perdamaian lintas Negara, lintas suku bangsa dan bahkan lintas Agama. Nilai inilah yang juga sudah lama digaungkan oleh Kementerian Agama, kemudian ditransimikan ke seluruh Perguruan Tinggi Islam yang berada di bawah naungannya baik swasta maupun negeri, untuk dijadikan sebagai salah satu landasan core value menangkal berbagai upaya radikalisasi yang saat ini sudah mulai masuk merasuki ruang-ruang akademik kampus. Ialah moderasi beragama.
Oleh karena itu, UIN Mataram sebagai salah satu Perguruan Tinggi Islam Negeri di bawah naungan Kementerian Agama RI sangat mengapresisi tinggi hubungan Kerjasama ini. Sebab sejak lama UIN Mataram juga telah berkomitmen untuk menjadi salah satu Perguruan Tinggi Islam Negeri yang Unggul dan terkemuka, melalui giat internasionalisai kampus. Pimpinan UIN Mataram telah menegaskan komitmen tersebut melalui berbagai program nyata dan langkah-langkah strategis yang didukung oleh segenap civitas akdemika kampus.
Bahkan, sebelum penanda tanganan MoU bersama antara Universitas Utara Malaysia (UUM) Malaysia dengan empat UIN di Indonesia yang digagas Dirjen Pendis pada Mei 2023 dilakukan, UIN Mataram telah mewujudkan upaya internasionalisasi tersebut dengan mendorong para Mahasiswa dan Dosen untuk mengikuti berbagai program internasional ke berbagai negara. Ke Mesir misalnya. UIN Mataram saat ini telah mengirimkan tiga dosen-nya untuk menempuh studi Doktoral di beberapa perguruan Tinggi di sana.
Abdul Hakim sudah menempuh perkuliahannya sejak 2021 dan akan segera menyelesaikan Doktoral-nya tahun ini di Qonat Suez University. Kemudian Dony Handriawan dan Andre Warseto yang juga tercatat sudah memulai studi-nya di Mesir sejak awal 2024. Demikian juga terdapat beberapa dosen lainnya yaitu Muammad Qadafi, Kasyfurrahman, Husnawadi, Muhsinul Ihsan dan Jamrah yang saat ini sedang menempuh studi di berbagai negara, seperti Australia dan beberapa negara lainnya melalui skema kerja sama Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) Kemenag RI dan LPDP Kementerian Keuangan RI.
Selain itu, internasionalisasi Mahasiswa UIN Mataram juga terus didorong dan direalisasikan salah satunya melalui program MOSMA, yaitu MORA Overseas Student Mobility Awward. Pada awal tahun 2024 ini, setidaknya ada empat orang mahasiswa telah mengikuti perkuliahan selama satu semester di tiga kampus berbeda di Malaysia dan Amerika Serikat (USA). Dua orang Mahasiswa mengikuti perkuliahan di kampus UiTM Malaysia, dan dua orang Mahasiswa lagi di Amerikas Serikat, masing-masing satu orang Mahasiswa di kampus Rochester Institute of Thecnology (RIT) serta satu Mahasiswa di New York College of Pennsylvania. Semua itu merupakan upaya yang telah dilakukan oleh UIN Mataram untuk mewujudkan diri sebagai kampus yang tidak hanya mampu berbicara dalam kancah lokal dan nasional, tetapi juga ikut mengisi ruang-ruang akademik di kancah internasional.
Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag. (Rektor UIN Mataram) @Kemenag.go.id
Apa Reaksi Anda?