Adab Menasihati Ala Syafi'i

Adab Menasihati Ala Syafi'i

Tidak semua hal perlu diumbar di hadapan umum, apalagi jika menyangkut kesalahan pribadi seseorang. Ilustrasi: madaninews.id

Islami | hijaupopuler.id

Dalam kehidupan sosial, memberi nasihat adalah bagian penting dalam interaksi antar manusia, bahkan bagian dari ajaran agama, sebagaimana sabda Nabi saw, “Agama adalah nasihat.”

Namun, tidak jarang niat baik seseorang dalam memberikan nasihat justru berujung pada penolakan atau bahkan perselisihan. Mengapa demikian? Salah satu faktor utama adalah cara penyampaian nasihat itu sendiri.

Imam Syafi'i, pernah mengingatkan kita tentang pentingnya adab dalam menasihati seseorang, dalam syairnya:

تَعَمَّدني بِنُصحِكَ في اِنفِرادي
وَجَنِّبني النَصيحَةَ في الجَماعَه

فَإِنَّ النُصحَ بَينَ الناسِ نَوعٌ
مِنَ التَوبيخِ لا أَرضى اِستِماعَه

وَإِن خالَفتَني وَعَصيتَ قَولي
فَلا تَجزَع إِذا لَم تُعطَ طاعَه

Yang terjemahnya secara bebas kira-kira:

Berilah aku nasihat di kesendirianku,
Hindarilah menasihatiku di hadapan khalayak.

Karena nasihat di tengah orang banyak itu celaan bagiku,
Yang aku tidak senang untuk mendengarnya.

Jika engkau tak setuju dengan pernyataanku,
Jangan heran jika nasihatmu tak diterima.

Ungkapan dalam syair ini mengandung pesan moral yang sangat relevan. Menasihati seseorang di hadapan umum sering kali lebih menyerupai celaan daripada bentuk kepedulian.

Seseorang yang ditegur di depan banyak orang bisa merasa malu, tersudut dan kehilangan harga diri. Padahal, tujuan utama sebuah nasihat adalah agar seseorang berubah menjadi lebih baik, bukan justru merasa terhina.

Dalam konteks kehidupan modern, fenomena ini semakin sering terjadi, terutama di media sosial. Banyak orang yang dengan mudahnya mengkritik dan memberi nasihat secara terbuka di ruang publik digital.

Sayangnya cara ini sering kali justru mempermalukan orang yang dinasihati, alih-alih membuatnya sadar dan berubah. Tidak jarang, alih-alih menerima nasihat, yang bersangkutan malah merasa terpojok dan semakin membela diri.

Nasihat yang baik tidak hanya terletak pada isinya, tetapi juga pada caranya. Dalam budaya Timur, khususnya dalam Islam, menjaga kehormatan seseorang sangatlah penting.

Sebuah nasihat yang disampaikan secara privat dengan kelembutan lebih berpeluang direspon positif ketimbang nasihat yang disampaikan secara kasar atau di tempat yang tidak pantas.

Namun, ada sebagian orang yang tetap bersikeras dengan metode mereka sendiri dalam menasihati. Untuk itu, Imam Syafi'i memberi pengingat: "Jika engkau tak setuju dengan pernyataanku, jangan heran jika nasihatmu tak diterima."

Artinya, jika seseorang memberikan nasihat dengan cara yang kurang bijak dan nasihatnya ditolak, maka itu adalah konsekuensi yang wajar.

Seorang pemberi nasihat harus memahami bahwa respons orang lain tidak hanya bergantung pada kebenaran isi nasihatnya, tetapi juga pada bagaimana ia menyampaikannya.

Dalam dunia yang semakin terbuka seperti saat ini, kita perlu lebih berhati-hati dalam memberikan nasihat. Jika kita benar-benar peduli terhadap seseorang, maka sebaiknya kita memilih cara yang lebih santun dan privat dalam menegurnya.

Tidak semua hal perlu diumbar di hadapan umum, apalagi jika menyangkut kesalahan pribadi seseorang.

Kesadaran ini penting agar budaya saling menasihati tetap terjaga, tetapi tanpa melukai harga diri orang lain. Sebab pada akhirnya, tujuan dari sebuah nasihat bukan hanya menyampaikan kebenaran, tetapi juga memastikan bahwa kebenaran itu bisa diterima dan dijalankan dengan baik.

Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA pernah menyatakan, bahwa “Kebenaran yang disampaikan dengan cara yang tidak benar, daya destruktifnya jauh lebih besar ketimbang kemanfaatannya.”

Rukman AR Said | Wakil Dekan 1 Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Palopo

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow