Cahaya Itu Bernama Beasiswa, Jawaban Atas Doa Ibu Kepada Anaknya

Cahaya Itu Bernama Beasiswa, Jawaban Atas Doa Ibu Kepada Anaknya

Di setiap langkah kakinya menuju kampus, ia selalu teringat pada tangan keriput yang tak pernah menyerah, jemari yang dulu mengikat padi sambil menahan sakit punggung, lengan yang kini mulai melemah namun tetap hangat dalam doa.

Human | hijaupopuler.id

Di sebuah Desa kecil yang jauh dari hiruk pikuk Kota, lahirlah seorang anak dari keluarga sederhana. Meskipun hidup dalam keterbatasan, ia berhasil menginjakkan kakinya di bangku perkuliahan, tepatnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Palopo, berkat perjuangan tanpa lelah dari sang ibu dan kakaknya.

Awalnya, ia sempat berpikir bahwa pendidikan hanya akan menjadi angan. Setelah lulus dari SMA, ia hampir menyerah karena kondisi ekonomi keluarga yang tak memungkinkan. Namun, ibunya tak pernah kehabisan harapan. Dengan tekad dan semangat, sang ibu terus berjuang demi masa depan anaknya, tak peduli seberat apa pun jalan yang harus ditempuh.

Setiap pagi mereka bekerja sebagai buruh tani. Sang ibu mengikat dan memotong padi di tengah terik matahari, begitu pun dengan si anak yang bekerja di sawah yang becek dan panas. Meski tubuh lelah dan pakaian penuh lumpur, mereka tak pernah mengeluh. Ia pun tak pernah merasa malu jika teman-temannya melihatnya dalam keadaan seperti itu. Baginya, kerja keras adalah sebuah kehormatan.

Dari hasil keringat itu, akhirnya ia berhasil mendaftarkan diri dan diterima sebagai mahasiswa UIN Palopo. Kini, di usia 19 tahun, ia tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

Setiap hari ia berjalan kaki menuju kampus, menyusuri jalanan Kota tanpa rasa malu, karena dalam hatinya ada semangat yang jauh lebih besar dari sekadar kendaraan.

Usahanya pun tak sia-sia. Karena ketekunannya, ia berhasil mendapatkan beasiswa dari kampus. Beasiswa itu menjadi cahaya baru dalam hidupnya, meringankan beban ibunya yang selama ini memikul segalanya sendirian.

Cahaya dari Ilmu

Hari-hari terus berlalu. Meski hidupnya belum berubah banyak secara materi, namun semangatnya tumbuh semakin kuat. Ia kini menjadi mahasiswa aktif, sering mengikuti seminar, diskusi dan kegiatan organisasi di kampus.

Ia percaya bahwa ilmu bukan hanya soal nilai dan ijazah, melainkan tentang bagaimana ia bisa membawa perubahan, terlebih untuk kampung halamannya kelak.

Suatu hari ia mengikuti ajang lomba menulis puisi, Cerpen dan pidato. Ia berhasil meraih juara pada lomba tersebut.

Ia semakin bersyukur, bukan hanya karena berhasil kuliah, tapi karena bisa membanggakan keluarganya dengan prestasi yang ia raih, terutama kepada orang yang paling berjasa dalam hidupnya yakni ibunya.

Di setiap langkah kakinya menuju kampus, ia selalu teringat pada tangan keriput yang tak pernah menyerah, jemari yang dulu mengikat padi sambil menahan sakit punggung, lengan yang kini mulai melemah namun tetap hangat dalam doa.

Ia berjanji, suatu hari nanti, ia akan kembali ke Desa-nya bukan sebagai buruh tani, melainkan sebagai guru yang menanamkan ilmu dan harapan bagi anak-anak Desanya kelak, seperti harapan yang dulu ditanamkan oleh ibunya.

Mas'un | Pemred UKK LPM Graffity UIN Palopo

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow