Interpretasi Teks! Tanda Baca & Coretan Spidol Merah

Interpretasi Teks! Tanda Baca & Coretan Spidol Merah

Abbas Langaji

Kolom, Hijaupopuler.id

Semester kesebelas, bagi seorang mahasiswa jenjang sarjana S1 menunjukkan masa studi yang lumayan lama. Begitulah kira-kira “nasib” teman ngopi saya pagi tadi.

Tanpa memperkenalkan diri (apalagi menyebut profesi) dan memperkenalkan orang yang ada di depan, saya mengajak mahasiswa tersebut bercerita tentang suka duka menjadi mahasiswa.

Selama 5 tahun lebih berstatus mahasiswa, salah satu hal yang menjengkelkannya adalah konsultan atau dosen pembimbing skripsinya. Mahasiswa yang bersangkutan sangat tidak nyaman dengan gaya pembimbingnya yang mencorat-coret skripsinya dengan spidol kecil berwarna merah (sama dengan kebiasaan saya!); yang lebih menjengkelkan lagi bagi mahasiswa tersebut, sang dosen selalu mempersoalkan hal-hal yang menurutnya kecil dan sederhana, semisal penempatan tanda baca (titik, koma, dan saudara-saudaranya), penggunaan huruf, pemilihan kata, dan sejenisnya.

Menurutnya, seorang yang sudah berpredikat professor tidak pantas lagi mempersoalkan hal-hal kecil seperti itu, karena menurutnya masih banyak hal besar yang justru memerlukan perhatian serius dari seorang akademisi, ketimbang mempersoalkan hal-hal yang kelihatan sepele.

Saya hanya tersenyum kecil, sesekali menyela dengan kalimat yang lebih bernada guyon, karena yang di depan saya kebetulan juga seorang professor. Saya dan sang professor memberi kesempatan kepada mahasiswa tersebut untuk menuangkan isi hatinya, dalam hati saya berharap semoga setelah curhatnya, dia menemukan jalan keluar agar bisa segera merampungkan skripsi dan menyelesaikan studinya.

Saya tersenyum, teringat pola tingkah mahasiswa-mahasiswa yang pernah menjadi anak bimbingan saya; boleh jadi mereka punya kesan yang sama terhadap saya dengan cerita mahasiswa di atas, atau boleh jadi kesannya lebih buruk.

Dahi saya berkerut; apa iya seorang dosen pembimbing, apalagi yang sudah mencapai pangkat jenjang akademik tertinggi, tidak perlu lagi mempersoalkan penempatan titik koma (baca: tanda-tanda baca), penggunaan huruf, dan pemilihan kata, dalam karya tulis ilmiah yang ditulis oleh mahasiswanya?

Saya jadi kembali merenungkan, kenapa terkadang masih ada orang yang akan menyelesaikan karya ilmiahnya justru memandang penempatan tanda baca, penggunaan huruf, dan pemilihan kata sebagai masalah kecil?

Bukankah dalam kehidupan nyata, sering terjadi silang pendapat di antara pakar dan pengamat, yang antara lain justru disebabkan oleh penempatan tanda baca, atau persoalan pilihan kata (diksi) dan sejenisnya?

Dalam situasi demikian, teringat dengan jejak-jejak materi dalam kuliah ulumul Qur’an belasan tahun lalu; bahwa sesungguhnya tanda baca dan penggunaan huruf bukan masalah kecil; karena jangankan penggunaan huruf, penempatan tanda baca yang tidak tepat saja akan berdampak pada interpretasi teks, apatah lagi perbedaan pemilihan kata.

So,… yang manakah sesungguhnya yang disebut masalah kecil dan masalah besar?

Abbas Langaji (FB)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow