Menanam Cinta Ilmu dan Akhlak Nabi, Tiga Cendekia Inspirasi Anak Muslim Perth

Menanam Cinta Ilmu dan Akhlak Nabi, Tiga Cendekia Inspirasi Anak Muslim Perth
Menanam Cinta Ilmu dan Akhlak Nabi, Tiga Cendekia Inspirasi Anak Muslim Perth
Menanam Cinta Ilmu dan Akhlak Nabi, Tiga Cendekia Inspirasi Anak Muslim Perth

Kehadiran tiga akademisi Indonesia ini memperkuat semangat dakwah rasional, ekonomi halal yang etis, hingga pendidikan yang logis. Foto : dok pribadi.

Edukasi | hijaupopuler.id

Perth, Australia Barat. Suasana hangat memenuhi aula Iqra Academy Perth akhir pekan itu. Puluhan anak-anak Muslim bersama orang tuanya tampak khusyuk mengikuti kegiatan bertema “Belajar Bersama Ulama Nusantara: Membangun Generasi Cerdas dan Berakhlak Mulia.”

Acara ini menghadirkan tiga pembicara tamu dari Indonesia: Prof Dr Sulkhan Hakim MM, Dr Muhammad Ash-Shiddiqy ME, dan Agus Husein As Sabiq—para akademisi dari Universitas Islam Negeri Prof KH Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto.

Kegiatan ini digagas oleh Iqra Academy, sebagai bagian dari upaya membangun kesadaran pendidikan Islam di kalangan anak-anak dan remaja Muslim yang tumbuh di lingkungan Barat. Dalam forum ini, Islam tidak diajarkan hanya sebagai ritual, tetapi sebagai ilmu, akhlak dan peradaban yang rasional.

Prof Sulkhan Hakim: Dakwah Menjaga Generasi dengan Akal dan Hati

Sebagai pembicara pertama, Prof Sulkhan Hakim membuka sesi dengan tema “Dakwah Menjaga Generasi: Mengajarkan Akhlak dengan Ilmu.” Dengan tutur lembut dan gaya ilmiah yang mudah dipahami anak-anak, ia menjelaskan bahwa dakwah bukan hanya berbicara di mimbar, melainkan proses panjang membentuk manusia yang berpikir dan berperilaku baik.

“Dakwah itu bukan sekadar mengajak, tapi mendidik dengan kasih sayang. Nabi Muhammad ﷺ adalah pendidik pertama umat manusia,” ujarnya.

Prof Sulkhan juga mengajak para guru dan orang tua agar menjadikan dakwah sebagai pendidikan karakter yang berbasis ilmu (ilmiyyah) dan akal sehat (‘aqliyyah).

Menurutnya, generasi muslim di negeri Barat harus dijaga dengan tiga hal, yakni pengetahuan, keteladanan dan lingkungan yang baik.

Ia mengutip firman Allah swt dalam Surah An-Nahl ayat 125,

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.”

“Hikmah berarti kebijaksanaan, bukan kekerasan. Di sinilah tugas kita, bagaimana agar berdakwah dengan logika yang lembut, bukan dengan kemarahan,” jelasnya.

Bagi Prof Sulkhan, anak-anak Muslim di Australia memerlukan ruang belajar yang mampu menumbuhkan bangga terhadap identitas Islam sekaligus terbuka terhadap ilmu modern.

“Islam itu mencintai pengetahuan. Rasulullah ﷺ sendiri pernah bersabda; Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim. Maka setiap kelas di Iqra Academy ini sejatinya adalah ladang dakwah,” pungkasnya.

Dr Muhammad Ash-Shiddiqy: Menanamkan Mindset Bisnis Sejak Dini, Meneladani Nabi Kecil

Pembicara kedua, Dr Muhammad Ash-Shiddiqy tampil dengan tema cukup unik, “Membangun Mindset Bisnis Anak Seperti Nabi Kecil.” Ia menuturkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ sejak kecil sudah dikenal sebagai anak yang jujur, rajin dan mandiri secara ekonomi.

“Anak-anak perlu belajar bahwa menjadi sukses itu tidak harus menunggu dewasa. Nabi ﷺ kecil dulu belajar berdagang, bukan hanya untuk mencari untung, tapi untuk melatih tanggung jawab dan kejujuran,” kata Ash-Shiddiqy, yang dikenal sebagai ekonom Islam muda.

Dengan gaya logis dan argumentatif, ia menjelaskan bahwa pendidikan ekonomi syariah sejak dini dapat membentuk mindset produktif anak-anak Muslim. Ia mengajak mereka mengenal konsep sederhana seperti kejujuran dalam jual beli, menabung dengan niat ibadah, dan membagi rezeki untuk orang lain.

Menurutnya, konsep ekonomi halal bukan hanya untuk orang dewasa. Ia harus dimulai dari rumah dan sekolah.

“Kita bisa mengajarkan anak tentang nilai halal melalui kegiatan kecil—misalnya memilih makanan halal, berbagi sedekah, atau membuat proyek kecil untuk membantu teman,” ujarnya.

Dr Ash-Shiddiqy juga menegaskan, nilai ekonomi dalam Islam selalu berhubungan dengan akhlak.

“Jika kita mendidik anak menjadi jujur, maka dia otomatis menjadi pengusaha yang amanah. Nabi ﷺ pun sukses dalam bisnis karena akhlaknya, bukan hanya keahliannya.”

Ia menutup dengan pesan penting, yakni mindset bisnis anak Muslim bukan sekadar mencari untung, tapi mencari berkah. Itulah yang membuat ekonomi Islam berbeda dari kapitalisme.

Agus Husein As Sabiq: Pendidikan Islam yang Logis dan Menyenangkan

Sebagai pembicara ketiga, Agus Husein As Sabiq, seorang pendidik muda dan aktivis pendidikan Islam, membawakan tema “Belajar Islam dengan Logika dan Cinta.” Ia mengawali dengan pertanyaan ringan kepada anak-anak: “Mengapa kita belajar Alquran? Mengapa kita perlu sekolah?”

Dengan cara interaktif dan ilmiah, ia menjelaskan bahwa pendidikan Islam bukan sekadar hafalan ayat atau hukum, melainkan sarana memahami dunia dengan logika dan kasih sayang.

“Allah memerintahkan kita untuk berpikir. Itu berarti belajar adalah ibadah,” katanya.

Ia mengutip ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad ﷺ,

“Iqra’ bismi rabbika alladzi khalaq—Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq: 1)

Menurutnya, ayat ini menjadi dasar filosofi Iqra Academy; membaca alam, membaca diri, dan membaca Tuhan. Agus Husein menegaskan bahwa pendidikan Islam sejati harus memadukan tiga hal, yaitu akal, hati dan amal.

Ia juga menekankan pentingnya metode pendidikan yang dialogis dan logis, terutama bagi anak-anak yang tumbuh di tengah budaya sains Barat.

“Kita tidak boleh hanya menyuruh anak taat, tapi juga mengajak mereka memahami mengapa harus taat. Ketika anak diajak berpikir, imannya akan lebih kuat,” ujarnya.

Di akhir sesi, Agus Husein mengajak anak-anak bermain kuis edukatif bertema “Siapa Teladanmu?” dan hampir semua menjawab dengan kompak: “Nabi Muhammad!”—yang disambut tepuk tangan hangat.

Iqra Academy: Rumah Belajar Islam di Negeri Multikultural

Kegiatan di Iqra Academy Perth ini membuktikan bahwa pendidikan Islam dapat berkembang di mana pun, termasuk di tengah masyarakat multikultural seperti Australia. Para guru dan orang tua Muslim di sana berupaya menjadikan Islam bukan sebagai identitas yang menutup diri, tetapi sumber nilai yang membangun peradaban.

Direktur Iqra Academy, Ustazah Umi, dalam sambutannya mengatakan,

“Kami ingin anak-anak Muslim di Perth tumbuh sebagai generasi berilmu dan berakhlak. Mereka harus tahu bahwa Islam itu bukan beban, tapi cahaya yang menerangi dunia.”

Kehadiran tiga akademisi Indonesia dari UIN Saizu ini memperkuat semangat itu. Dari dakwah yang rasional, ekonomi halal yang etis, hingga pendidikan yang logis—semuanya berpadu dalam satu cita-cita; melahirkan generasi Muslim global yang cerdas, berakhlak dan produktif.

Penutup: Generasi Cahaya dari Perth

Acara diakhiri dengan doa bersama dan pembacaan sholawat oleh seluruh peserta kecil. Senyum anak-anak yang membawa pulang buku catatan dan semangat baru menjadi bukti bahwa Islam bisa diajarkan dengan cara yang menggembirakan, logis dan akademis.

Sebagaimana pesan Prof Sulkhan di akhir acara,

“Anak-anak ini bukan hanya pewaris kita, tapi pewaris Rasulullah ﷺ. Maka didiklah mereka dengan ilmu dan kasih sayang, bukan hanya dengan kata-kata.”

Dari Purwokerto ke Perth, dari pesantren ke akademi internasional, gema “Iqra” terus bergema—mengingatkan bahwa Islam adalah agama ilmu, cinta dan masa depan.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow