Menciptakan Pahlawan Sehari-hari, Keteladanan di Era Modern

Menciptakan Pahlawan Sehari-hari, Keteladanan di Era Modern
Menciptakan Pahlawan Sehari-hari, Keteladanan di Era Modern

Fondasi keteladanan yang kokoh memastikan nilai pahlawan akan mengakar kuat, lebih dari sekadar hafalan sejarah. Foto : penulis.

Edukasi | hijaupopuler.id

Pendidikan karakter pada anak usia dini adalah sebuah mahakarya yang tak bisa dicetak hanya dengan buku teks, melainkan dibentuk melalui interaksi hidup yang otentik.

Inti dari penanaman nilai-nilai kepahlawanan, seperti integritas, pengorbanan, dan semangat pantang menyerah, terletak pada keteladanan yang konsisten dari orang dewasa di sekitar mereka. Orang tua dan pendidik memegang peran ganda yang sangat strategis. Mereka bukan hanya sekadar fasilitator kurikulum, melainkan juga cerminan hidup dari nilai-nilai luhur yang mereka ajarkan.

Sayangnya, di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, di mana tuntutan profesional dan kesibukan menjadi hal yang lazim, sering kali orang dewasa luput untuk menampilkan nilai-nilai pahlawan tersebut secara lugas dan konsisten dalam interaksi sehari-harinya.

Inilah isu krusial yang kita hadapi dalam pembentukan karakter anak bangsa. Adanya celah antara retorika moral dan aksi nyata. Ketika kita meminta anak untuk jujur, apakah kita sendiri telah jujur dalam hal-hal kecil, misalnya saat mengisi laporan atau membuat janji? Ketika kita mengajarkan bahwa pahlawan memiliki semangat gotong royong dan kepedulian sosial, apakah kita masih terlibat aktif dalam kegiatan sosial di lingkungan kita?

Kesibukan sering kali menjadi tirai yang menutupi aksi nyata kebajikan, padahal aksi nyata adalah bahasa utama yang diserap oleh otak anak usia dini. Mereka mempelajari lebih banyak dari apa yang mereka lihat dan alami secara emosional daripada apa yang mereka dengar melalui nasihat lisan.

Oleh karena itu, kita harus menantang diri sendiri untuk bertransformasi menjadi "pahlawan sehari-hari.” Pribadi yang berani menunjukkan kebaikan, bahkan dalam situasi yang paling sepele dan non-heroik.

Konsep pahlawan di era modern tidak lagi harus tentang mengangkat senjata atau memenangkan perang, tetapi tentang memilih kesabaran alih-alih amarah, memilih konsistensi alih-alih inkonsistensi, dan memilih untuk mengakui kesalahan alih-alih menutupinya. Keteladanan ini merupakan sebuah investasi jangka panjang dalam menumbuhkan empati dan tanggung jawab sosial pada anak, menjadikan lingkungan keluarga dan sekolah sebagai laboratorium moralitas yang hidup.

Tantangan terbesar kita, secara kolektif, adalah bagaimana memodernisasi cara penyampaian nilai-nilai heroik ini agar tetap relevan di tengah gempuran budaya pop, media sosial, dan digitalisasi global.

Anak-anak kini memiliki akses tak terbatas ke berbagai narasi, baik yang positif maupun yang negatif, yang menuntut kita untuk menawarkan jangkar moral yang kuat.

Keteladanan orang dewasa berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan kisah pahlawan masa lalu dengan segala keagungan sejarahnya, dengan realitas masa kini, di mana tantangan terbesar sering kali bersifat internal dan etis. Ini berarti menampilkan keberanian moral dalam menghadapi bullying daring, serta ketekunan digital dalam mencari dan berbagi informasi yang benar.

Pada akhirnya, dengan fondasi keteladanan yang kokoh inilah kita memastikan bahwa nilai pahlawan akan mengakar kuat, lebih dari sekadar hafalan sejarah.

Jika orang tua dan guru mampu mencontohkan keberanian untuk mengakui kesalahan, kesabaran dalam menghadapi tantangan, dan semangat berbagi tanpa pamrih, maka kita tidak hanya mendidik mereka untuk mengenal nama-nama pahlawan. Kita mendidik mereka untuk menjadi pahlawan, pribadi yang memiliki integritas untuk dirinya sendiri, keluarganya, dan bangsa di masa depan, serta siap menghadapi kompleksitas dunia modern dengan karakter yang tangguh dan adaptif.


Pertiwi Kamariah Hasis SPd MPd | Ketua Prodi PIAUD FTIK UIN Palopo

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow