Menghidupkan Kembali Cerita, Menguatkan Keterampilan: Pembelajaran Teks Naratif dalam Program AEDS di MA Al-Ihsan Beji

Menghidupkan Kembali Cerita, Menguatkan Keterampilan: Pembelajaran Teks Naratif dalam Program AEDS di MA Al-Ihsan Beji
Menghidupkan Kembali Cerita, Menguatkan Keterampilan: Pembelajaran Teks Naratif dalam Program AEDS di MA Al-Ihsan Beji
Menghidupkan Kembali Cerita, Menguatkan Keterampilan: Pembelajaran Teks Naratif dalam Program AEDS di MA Al-Ihsan Beji

Teks naratif memiliki peran penting dalam pembelajaran bahasa Inggris. Teks ini menyampaikan cerita dengan tujuan tertentu—menghibur, memberi pelajaran moral, atau berbagi pengalaman manusia. Foto : penulis.

Edukasi | hijaupopuler.id

Di Madrasah Aliyah (MA) Al-Ihsan Beji, belajar bahasa Inggris bukan hanya soal tata bahasa dan kosakata. Melalui program AEDS, para siswa diajak kembali ke salah satu aspek paling menarik dalam pembelajaran bahasa: teks naratif. Kegiatan ini menjadi jembatan antara imajinasi dan struktur bahasa, antara pengetahuan yang sudah mereka miliki dan kemampuan yang ingin mereka perkuat.

Tujuan utama program ini bukan untuk memulai dari awal, tetapi untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki siswa. Sebagian besar peserta sudah mempelajari simple past tense, conjunctions, dan verb 2, namun masih sering kesulitan menerapkannya saat menulis atau menceritakan kembali kisah.

Program AEDS membantu mereka mengingat kembali (recall) dan memperkuat bagian-bagian penting tersebut melalui aktivitas bercerita yang menyenangkan dan bermakna.

Mengapa Teks Naratif Penting

Teks naratif memiliki peran penting dalam pembelajaran bahasa Inggris. Teks ini menyampaikan cerita dengan tujuan tertentu—menghibur, memberi pelajaran moral, atau berbagi pengalaman manusia. Bagi siswa MA Al-Ihsan Beji, teks naratif lebih dari sekadar latihan tata bahasa; ia menjadi media untuk mengekspresikan emosi, menjelajahi ide, dan menghubungkan bahasa dengan nilai-nilai budaya.

Dalam program ini, siswa diperkenalkan dengan tiga jenis cerita utama,

Pertama, cerita kontemporer, seperti kisah-kisah Disney (Cinderella, Beauty and the Beast, Frozen). Kedua, legenda Indonesia, seperti Malin Kundang, Timun Mas, dan Sangkuriang. Dan ketiga, kisah para nabi, seperti kisah kesabaran Nabi Ayyub, keberanian Nabi Ibrahim, dan kejujuran Nabi Muhammad saw.

Masing-masing jenis cerita memiliki daya tarik dan pesan moralnya sendiri. Yang lebih penting lagi, cerita-cerita ini memungkinkan siswa menggunakan bahasa Inggris dalam berbagai konteks sambil tetap merefleksikan nilai-nilai yang sudah mereka kenal.

Mengingat Kembali Unsur Dasar Teks Naratif

Sebelum mulai menulis atau menceritakan kembali kisah, siswa diajak untuk meninjau ulang unsur-unsur utama teks naratif. Guru mengingatkan bahwa setiap cerita memiliki struktur yang jelas; Orientation–memperkenalkan tokoh, waktu, dan tempat. Complication–menjelaskan konflik atau masalah dalam cerita. Dan resolution– menggambarkan bagaimana masalah tersebut diselesaikan.

Setelah memahami struktur, guru beralih ke fitur kebahasaan yang penting, terutama penggunaan past tense, conjunction, dan verb 2. Siswa diingatkan bahwa teks naratif umumnya menggunakan bentuk lampau, sehingga kata kerja seperti went, said, looked, dan found menjadi komponen utama mereka. Mereka juga berlatih menggunakan kata penghubung seperti then, after that, suddenly, dan because untuk menghubungkan ide-ide dengan lebih lancar.

Dalam salah satu sesi, siswa diminta menggarisbawahi semua kata kerja bentuk lampau dalam sebuah cerita pendek. Pada sesi lain, mereka ditantang untuk mengubah teks sederhana dari bentuk present ke bentuk past. Latihan-latihan kecil seperti ini membantu menyegarkan ingatan mereka dan membuat mereka lebih percaya diri menulis cerita yang lebih panjang.

Dari Membaca ke Menceritakan Kembali

Agar pembelajaran lebih interaktif, kegiatan ini juga mencakup aktivitas membaca dan berbicara. Guru memulai dengan membaca sebuah cerita Disney seperti The Lion King, lalu meminta siswa mengidentifikasi bagian orientation, complication, dan resolution. Setelah itu, siswa berpasangan untuk menceritakan kembali kisah tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Guru mendorong mereka untuk menggunakan kalimat sederhana dan memperhatikan penggunaan tense yang benar.

Metode yang sama digunakan saat membahas legenda Indonesia. Ketika belajar Timun Mas, misalnya, siswa mendiskusikan unsur budaya lokal dan kosakata yang berhubungan dengan alam seperti forest, giant, dan magic cucumber seed. Melalui cerita-cerita ini, mereka menyadari bahwa bahasa Inggris tidak hanya bisa digunakan untuk menggambarkan budaya asing, tetapi juga budaya mereka sendiri.

Momen paling berkesan sering terjadi saat sesi kisah para nabi. Ketika siswa menceritakan kembali kisah Nabi Yusuf atau Nabi Musa, mereka tidak hanya berlatih bahasa Inggris, tetapi juga merenungkan nilai-nilai moral seperti kesabaran, kejujuran, dan keimanan. Cerita-cerita ini menghubungkan identitas religius mereka dengan pembelajaran bahasa, menjadikan pelajaran terasa lebih pribadi dan bermakna.

Menulis Cerita Sendiri

Setelah beberapa sesi membaca dan menceritakan kembali, siswa mulai menulis cerita pendek mereka sendiri. Guru memberi kebebasan untuk memilih antara kisah modern, legenda lokal, atau kisah orisinal yang terinspirasi dari nilai-nilai kenabian. Di sinilah proses penguatan dan recall benar-benar terlihat.

Siswa membuat brainstorming, menyusun kerangka, lalu menulis draft dengan fokus pada penggunaan verb 2 dan conjunctions yang benar. Mereka belajar memperbaiki kalimat seperti; Cinderella go to the ball menjadi Cinderella went to the ball. Atau then she run away quickly menjadi then she ran away quickly. Atau because she lost her shoe, the prince find her menjadi because she lost her shoe, the prince found her.

Guru berkeliling memberikan koreksi ringan dan pujian. Suasana kelas terasa santai tetapi produktif. Siswa saling membantu dalam ide maupun koreksi kesalahan kecil. Dukungan antarsesama ini membuat mereka lebih percaya diri dan tidak takut melakukan kesalahan.

Kegembiraan Berbagi Cerita

Pada akhir program, siswa diundang untuk mempresentasikan cerita mereka di depan kelas. Ada yang membacakan cerita, ada pula yang menampilkan drama singkat. Suasana kelas dipenuhi tawa dan tepuk tangan, menunjukkan bahwa belajar bahasa Inggris bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan dan ekspresif, bukan sekadar menghafal aturan.

Melalui kegiatan ini, siswa belajar bukan hanya bagaimana menulis dan berbicara dalam bahasa Inggris, tetapi juga bagaimana menyampaikan makna, budaya, dan emosi. Program ini berhasil mencapai tujuannya; menguatkan apa yang sudah siswa ketahui, mengingat kembali konsep yang telah dipelajari, dan menghubungkan pengetahuan dengan kreativitas.

Lebih dari Sekadar Latihan Tata Bahasa

Di balik keseruan dan kreativitas, program AEDS di MA Al-Ihsan Beji membawa filosofi pendidikan yang lebih dalam. Program ini meyakini bahwa pembelajaran bahasa Inggris harus mengembangkan kemampuan bahasa sekaligus pemahaman moral.

Dengan menggabungkan cerita dari berbagai sumber—Disney, legenda Nusantara, dan kisah para nabi—siswa belajar bahwa setiap cerita yang baik selalu mengandung pesan berharga: kebaikan, keberanian, kejujuran, atau keimanan.

Fokus pada penguatan grammar seperti past tense dan conjunctions memastikan bahwa siswa tidak hanya kreatif tetapi juga akurat secara bahasa. Mereka menjadi penutur bahasa yang percaya diri dan mampu mengekspresikan gagasan dengan benar.

Singkatnya, program ini membangun keseimbangan antara pengetahuan dan imajinasi. Ia melatih siswa untuk berpikir dalam bahasa Inggris, mengekspresikan diri melalui cerita, dan menghubungkan pelajaran dari kelas dengan kehidupan nyata.

Refleksi Akhir

Seiring berjalannya waktu, program AEDS di MA Al-Ihsan Beji membuktikan bahwa belajar bahasa Inggris tidak harus rumit. Terkadang, cukup dengan kembali ke kekuatan sebuah cerita—untuk mengingat, menceritakan kembali, dan menuliskan kembali. Melalui proses itu, siswa tidak hanya memperkuat kemampuan bahasa, tetapi juga menemukan kembali kegembiraan belajar, keindahan bercerita, dan pesan moral yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.

Melalui teks naratif, bahasa Inggris menjadi lebih dari sekadar mata pelajaran—ia menjadi suara, jembatan, dan cermin bagi siapa mereka dan apa yang bisa mereka capai.

Dr Muhammad Ash-Shiddiqy ME | Dosen UIN Saizu Purwokerto, Jawa Tengah

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow