Menyatukan Iman dan Inovasi

Menyatukan Iman dan Inovasi

Iluatrasi Islam dan digitalisasi.

Perspektif | hijaupopuler.id

Tengah riuhnya suara notifikasi, gemerlap layar ponsel, dan derasnya arus informasi, Islam agama yang telah hadir sejak 14 abad silam menapaki era digital dengan langkah pasti. 

Bukan sebagai penonton, melainkan sebagai pemain yang mulai memahami bahwa dakwah hari ini tak lagi hanya bergema di mimbar-mimbar, tetapi juga di timeline, podcast, hingga short video berdurasi 60 detik.

Jika dulu masjid dikenal hanya sebagai tempat ibadah fisik, kini banyak di antaranya telah menjelma menjadi pusat digital keislaman. 

Jadwal sholat bisa diakses melalui aplikasi, ceramah-ceramah disiarkan langsung ke seluruh dunia melalui live streaming, bahkan sedekah pun bisa dilakukan lewat kode QR.

Ini bukan sekadar perubahan teknis. Ini adalah wujud nyata dari fleksibilitas Islam yang mampu beradaptasi dengan zaman. Sebab hakikatnya, Islam tak pernah kaku. Justru ia hadir untuk menuntun manusia di setiap era termasuk era digital ini.

Dulu, untuk mendengar ceramah seorang ulama besar, kita harus hadir langsung atau menunggu rekaman dalam bentuk kaset. 

Kini, cukup dengan membuka YouTube atau TikTok, jutaan orang bisa tersentuh hidayah lewat satu klik. Dari kampung kecil di Sulawesi hingga sudut kota London, pesan-pesan kebaikan menyebar dengan kecepatan cahaya.

Namun, di balik kemudahan itu, ada tantangan yang tak ringan. Konten agama pun kini bersaing dengan drama Korea, prank, dan konten viral lainnya. 

Maka, para dai digital pun dituntut kreatif tanpa kehilangan esensi. Mereka bukan hanya berbicara soal syariat, tapi juga soal cara agar pesan sampai di hati.

Islam tak hanya bicara soal apa yang disampaikan, tapi juga bagaimana menyampaikannya. Maka ketika berselancar di dunia digital, etika Islam menjadi kompas moral. 

Menjaga lisan kini berarti menjaga jempol. Jangan sampai kita menyebar hoaks, menebar kebencian, atau menghakimi tanpa tabayyun hanya karena bersembunyi di balik anonim.

Anak muda hari ini tak hanya melek digital, mereka hidup di dalamnya. Maka tugas besar ada di pundak mereka mengisi dunia digital dengan nilai-nilai Islam yang ramah, teduh dan mencerahkan. 

Bukan dengan paksaan, tapi dengan keteladanan. Bukan dengan menggurui, tapi dengan menginspirasi.

Digitalisasi bukan ancaman bagi Islam. Ia adalah peluang besar asal dikelola dengan bijak. Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu dan inovasi. 

Bukankah ayat pertama yang turun adalah “Iqra,” bacalah? Dan kini, membaca tak lagi harus dari kertas, tapi juga dari layar.

Maka, mari kita isi dunia digital ini dengan semangat Islam yang penuh kasih, ilmu, dan keadaban. Karena sejatinya, dakwah tak pernah kehilangan tempat selama ia dibawa dengan cinta dan hikmah.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow