Serial Jumat (Edisi 13) : Tauhid dan Syukur yang Dalam
Syukur bukan soal seberapa besar nikmat, tapi seberapa sadar kita bahwa Allah swt yang memberi. Ilustrasi/foto : madaninews.id dan penulis.
Islami | hijaupopuler.id
Bukan banyaknya nikmat yang membuat kita bersyukur, tapi kedalaman tauhid dalam hati kita.
Sering kita berpikir bahwa syukur hanya muncul ketika kita menerima hal-hal besar: kelulusan, pekerjaan baru, jabatan baru, atau rezeki tak terduga. Padahal, syukur sejati justru terlihat dalam hal-hal yang kecil, yang sering kita anggap biasa: udara pagi, detak jantung yang stabil, nafas yang masih utuh tanpa alat bantu.
Tauhid yang kokoh membuat kita lebih sadar: segala sesuatu datang dari Allah swt, baik yang besar maupun yang kecil. Dan dari kesadaran itu tumbuhlah syukur yang tulus—bukan karena kita mendapatkan apa yang kita mau, tapi karena kita percaya bahwa apa pun yang Ia beri adalah yang terbaik untuk kita.
Syukur: Cermin Tauhid dalam Keseharian
Syukur bukan hanya ucapan “Alhamdulillah,” tapi cara memandang hidup. Orang yang bertauhid tidak melihat rezeki sebagai hasil semata dari usaha, kecerdasan, atau jaringan. Ia melihatnya sebagai amanah dari Allah swt yang harus dikelola dengan tanggung jawab.
Sebagaimana firman-Nya,
“Dan apa saja nikmat yang ada padamu, maka dari Allah-lah (datangnya)...” (QS. An-Naḥl: 53)
Dengan perspektif ini, hidup menjadi lebih ringan. Tidak ada iri saat melihat orang lain lebih sukses. Tidak ada sombong saat kita di atas. Karena kita tahu, semuanya dari Allah swt, dan akan kembali kepada-Nya.
Menikmati yang Sederhana, Mensyukuri yang Biasa
Orang yang bertauhid tidak perlu hal mewah untuk bersyukur. Segelas air putih di tengah dahaga bisa membuatnya berkata, “Ya Allah, betapa Engkau mencintaiku.” Ia tahu bahwa bukan banyaknya nikmat yang membuat bahagia, tapi hati yang peka terhadap kasih sayang-Nya.
Syukur bukan sekadar respons terhadap nikmat. Syukur adalah cara hidup—melihat dunia dengan mata yang penuh berkah, bukan keluhan.
Syukur yang Meningkatkan Nikmat
Allah swt menjanjikan bahwa syukur akan menambah nikmat. Tapi jangan disalahpahami: yang bertambah bukan hanya secara materi, tapi juga kenikmatan dalam jiwa—ketenangan, kecukupan, dan keberkahan.
“Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrāhīm: 7)
Orang yang bertauhid tidak hanya mengejar tambahannya, tapi menikmati kebersamaan dengan Allah swt dalam proses bersyukur itu sendiri.
Syukur di Tengah Ujian
Kadang syukur paling tulus justru muncul di tengah kesulitan. Ketika harapan pupus, dan kita tetap percaya pada kebaikan Allah swt, di situlah letak syukur yang paling dalam.
Syukur seperti ini tidak lahir dari kenyamanan, tapi dari keimanan. Ia berkata dalam hati: “Ya Allah, meski aku tidak paham rencana-Mu, aku percaya pada-Mu.”
Refleksi
Syukur bukan soal seberapa besar nikmat, tapi seberapa sadar kita akan Allah swt yang memberi.
Jangan menunggu hidup sempurna untuk bersyukur. Karena syukur justru menyempurnakan hidup kita.
Orang yang bertauhid tahu: yang sedikit dari Allah swt lebih baik daripada yang banyak tapi membuat lupa pada-Nya.
Dr H Rukman AR Said Lc MThI | Dosen, Ketua LP2M UIN Palopo
Untuk membaca kembali edisi sebelumnya (ke-12) dari Serial Jumat ini, silahkan klik tautan berikut.
https://hijaupopuler.id/serial-jumat-edisi-12-menemukan-allah-di-setiap-kejadian-tauhid-saat-diuji
Apa Reaksi Anda?
