Melunturkan Etika: Efek Praktik Ad Hominem dalam Debat Cawapres

Ilustrasi Debat, Hijaupopuler.id, Januari 2024.
Dalam panggung demokrasi, debat antar Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden memiliki peran penting dalam membantu pemilih memahami visi, misi, dan komitmen para kandidat. Namun, pada momentum ini, kita justru sering menyaksikan serangan "ad hominem" yang menghiasi ruang debat. Serangan pribadi terhadap kandidat lawan, yang seringkali diwarnai oleh ketidaketisan dan kurangnya fokus pada substansi isu-isu krusial. Hal ini membuat masyarakat dapat meragukan kedudukan sebuah etika yang seharusnya menjadi pilar utama dalam kontestasi politik.
Dalam wacana politik kontemporer, ad hominem memang dianggap telah menjadi senjata ampuh, membingkai diskusi publik dengan sentimen negatif, meskipun hal ini juga menciptakan ketegangan di antara pendukung masing-masing kandidat. Bagaimana praktik ini merusak esensi debat capres dan mengancam fondasi etika yang seharusnya dipegang teguh?
Menyudutkan Fokus dari Substansi Isu
Debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) baru-baru ini seharusnya menjadi wahana di mana calon wakil presiden dapat memaparkan ide dan solusi konkret untuk memecahkan permasalahan masyarakat. Namun, ketika Kala Serangan muncul, perhatian publik teralihkan dari substansi isu yang seharusnya menjadi fokus utama. Daripada membahas subtansi dari tema debat sering kali dipenuhi dengan tuduhan pribadi yang lebih mirip dengan drama soap opera daripada diskusi politik yang sehat.
Akibatnya, pemilih kehilangan kesempatan untuk memahami secara mendalam posisi masing-masing kandidat tentang isu-isu krusial. Pertanyaan-pertanyaan substansial sering terabaikan, digantikan oleh ketegangan pribadi yang kurang relevan dengan kesejahteraan bangsa.
Mengancam Etika dan Etos Kepemimpinan
Etika debat cawapres kali ini seharusnya mencerminkan etos kepemimpinan yang diinginkan oleh masyarakat. Kala Serangan, bagaimanapun, sering kali merusak citra dan integritas kandidat. Pembentukan opini publik bukan lagi berdasarkan argumentasi dan bukti, melainkan lebih terfokus pada drama pribadi dan skandal yang tidak relevan dengan kualitas kepemimpinan.
Pada debat kali ini sangat sering kita dapati antar kandidat yang terlibat dalam serangan ad hominem cenderung menunjukkan kurangnya kontrol emosi dan ketidakmampuan untuk berfokus pada prioritas nasional. Etika debat yang baik harus mencerminkan kemampuan seorang pemimpin untuk memahami perbedaan pendapat, berkomunikasi secara efektif, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Kala Serangan, sebaliknya, memupuk suasana politik yang tidak sehat dan memperkuat stereotip negatif terhadap dunia politik.
Menghancurkan Diskursus Publik yang Sehat
Diskursus publik yang sehat merupakan pondasi demokrasi yang kuat. Debat cawapres seharusnya menjadi platform di mana berbagai pandangan dapat disampaikan dengan hormat dan dukungan argumen yang kuat. Namun, praktik ad hominem mengancam menghancurkan diskursus publik yang sehat dengan menggantikannya dengan retorika yang bersifat destruktif dan tidak konstruktif.
Ketika para kandidat terlibat dalam serangan pribadi, dukungan partisan menjadi semakin ekstrim, menyebabkan perpecahan dan polarisasi yang dalam. Masyarakat berpeluang terbagi menjadi kubu-kubu yang saling berseteru, dan kompromi sulit dicapai. Debat yang seharusnya menjadi jembatan pemahaman antarpendukung kandidat berubah menjadi medan perang kata-kata, dan ekapresi yang menyakitkan.
Menciptakan Budaya Politik yang Tidak Etis
Praktik ad hominem bukan hanya tentang seorang calon presiden atau cawapres secara pribadi, tetapi juga menciptakan budaya politik yang tidak etis. Para pemilih muda, yang sedang membangun pandangan politik mereka, terpapar pada pola perilaku destruktif yang dapat membentuk pola pikir negatif terhadap proses politik.
Jika serangan ad hominem diizinkan terus menerus, akan sulit untuk menciptakan generasi pemilih yang kritis, peduli dengan isu-isu substansial, dan mampu membedakan antara retorika politik yang sehat dan manipulatif. Oleh karena itu, mempertahankan etika dalam debat capres maupun cawapres menjadi tanggung jawab bersama untuk membentuk budaya politik yang lebih bermartabat.
Menetapkan Standar Etika yang Tinggi
Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk para calon presiden dan Cawapres, untuk menetapkan standar etika yang tinggi dalam momen debat. Pihak penyelenggara debat, moderator, dan masyarakat luas juga memiliki peran besar dalam memastikan bahwa debat berlangsung dalam suasana yang etis dan memfokuskan substansi isu.
Tulisan ini tidak sama sekali bertujuan untuk menjatuhkan salah satu kandidat, melainkan hanya sebatas ingin menyampaikan bahwa pentingnya sebuah pendidikan politik yang menyeluruh. Ini sangat diperlukan untuk membantu masyarakat memahami pentingnya etika dalam proses politik.
Pemilih yang lebih sadar etika akan lebih mampu menuntut debat yang bermutu dan menolak praktik ad hominem. (Ishak)
Apa Reaksi Anda?






