Ramadhan, Jembatan Spiritualitas Dan Sosialitas

Ramadhan, Jembatan Spiritualitas Dan Sosialitas

...pejuang Islam sejati adalah mereka yang menjalankan ketiga dimensi keberagamaan ini secara konsekuen; ritual, etika sosial dan pembebasan sosial. Sumber ilustrasi: suaraaisyiyah.id

Opini | hijaupopuler.id

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, di mana umat Islam di seluruh dunia berlomba-lomba meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Namun bulan ini juga menjadi momen di mana umat Islam dihadapkan pada tuntutan 'dua dunia' sekaligus; dunia rohani (spiritual) dan dunia jasmani-materil.

Di satu sisi kita diajak untuk fokus pada ibadah personal seperti shalat, puasa dan zikir. Di sisi lainnya kita juga diingatkan untuk peduli terhadap kondisi sosial di sekitar kita, terutama kepada mereka yang tertindas, miskin dan membutuhkan pertolongan.

Puasa: antara latihan jiwa dan tanggung jawab sosial

Puasa Ramadhan adalah ibadah yang unik. Ia melatih kita untuk menahan lapar dan haus secara sadar, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah swt. Namun lapar yang kita rasakan selama puasa tersebut berbeda dengan kelaparan yang dialami oleh jutaan orang di dunia ini.

Lapar selama puasa adalah latihan jiwa, sementara kelaparan yang dialami oleh kaum dhuafa adalah persoalan struktural yang disebabkan oleh ketidakadilan sosial, kemiskinan dan ketertindasan.

Di tengah kekhusyukan kita berzikir dan bersujud kepada Allah swt, kita tidak boleh menutup mata terhadap jeritan saudara-saudara kita yang membutuhkan. Bulan Ramadhan ini mengajarkan kita untuk tidak hanya asyik dengan ibadah personal, tetapi juga aktif membantu sesama.

Hal ini adalah paradoks yang harus kita hadapi; di satu sisi kita ingin bermesraan dengan Allah swt, menemukan jalan menuju lailatul qadr, tetapi di sisi yang lain kita juga harus turun ke jalan, berkeringat dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

Keberagamaan yang revolusioner

Keberagamaan yang cenderung egoistik-individualistik tidak akan mampu memahami paradoks ini. Keberagamaan yang hanya mengejar keasyikan diri sendiri dalam berpuasa, sementara mengabaikan krisis ekonomi-politik di sekitar, adalah keberagamaan yang tidak utuh.

Di saat krisis seperti sekarang ini, kita membutuhkan keberagamaan yang revolusioner, keberagamaan yang tidak hanya fokus pada ibadah ritual, tetapi juga aktif dalam perjuangan sosial.

Perang Badar, yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan, adalah contoh nyata bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya berhasil melewati paradoks ini dengan gemilang.

Di tengah rasa lapar yang melilit dan terik panas yang mencekik, mereka maju ke medan tempur untuk meraih kemenangan. Ini menunjukkan bahwa jihad tidak hanya dilakukan di atas sajadah, tetapi juga di hamparan bumi, dalam bentuk perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan.

Tiga kelompok umat Islam; ritual, etika sosial dan pembebasan sosial

Dalam konteks ini, umat Islam dapat dipilah ke dalam tiga kelompok atau 'ashnaf':

1. Islam sebagai ritual

Kelompok pertama adalah mereka yang menjalankan Islam sebagai ritual. Mereka rajin shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, membayar zakat dan menunaikan haji. Ini adalah dasar dari keberagamaan seorang Muslim. Tanpa ritual, Islam kehilangan fondasinya.

2. Islam sebagai etika sosial
  
Kelompok kedua adalah mereka yang menjalankan Islam sebagai etika sosial. Mereka ramah, dermawan, gemar berinfak dan selalu mendoakan sesama. Dimensi 'ihsan' atau berbuat baik kepada sesama tercakup di sini. Mereka tidak hanya fokus pada ibadah ritual, tetapi juga peduli terhadap sesama.

3. Islam sebagai pembebasan sosial

Kelompok ketiga adalah mereka yang menjalankan agama ini sebagai misi pembebasan sosial. Mereka aktif berorganisasi untuk memerangi kemiskinan, melawan kapitalisme dan membantu orang yang tertindas. Mereka adalah pejuang yang menjalankan jihad fi sabilillaah dalam bentuk konkret, seperti memimpin umat melawan ketidakadilan, melakukan edukasi kritis dan memperjuangkan hak-hak warga negara.

Ketiga kelompok ini saling terkait. Yang pertama adalah dasar untuk melangkah ke yang kedua, dan dari yang kedua ke yang ketiga. Seorang Muslim yang baik tidak hanya fokus pada ritual, tetapi juga memiliki etika sosial yang kuat. Sebaliknya, seorang aktivis Muslim yang hanya sibuk dengan perjuangan sosial tetapi mengabaikan ritual dan etika sosial, juga tidak bisa disebut sebagai pejuang Islam sejati.

Relevansinya dengan dunia akademik

Dalam dunia akademik, konsep keberagamaan yang revolusioner ini bisa menjadi bahan kajian menarik. Para akademisi bisa meneliti bagaimana Islam tidak hanya sebagai agama ritual, tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang mampu menggerakkan perubahan.

Studi-studi tentang gerakan sosial Islam, peran organisasi Islam dalam memerangi kemiskinan dan kontribusi umat Islam dalam membangun keadilan sosial, bisa menjadi topik penelitian yang relevan.

Selain itu, konsep 'jihad fi sabilillaah' dalam konteks modern juga bisa menjadi bahan diskusi yang menarik. Bagaimana jihad tidak hanya dimaknai sebagai perang fisik, tetapi juga sebagai perjuangan melawan ketidakadilan, korupsi dan penindasan? Bagaimana umat Islam bisa menjadi agen perubahan di tengah krisis kapitalisme global? Pertanyaan-pertanyaan ini bisa menjadi bahan kajian yang mendalam di dalam dunia akademik.

Kesimpulan: menjadi muslim yang utuh

Ramadhan mengajarkan kita untuk menjadi Muslim yang utuh, yang tidak hanya fokus pada ibadah ritual, tetapi juga peduli terhadap kondisi sosial di sekitar kita. Kita diajak untuk tidak hanya asyik dengan ibadah personal, tetapi juga turun ke jalan, membantu sesama dan berjuang melawan ketidakadilan.

Para pejuang Islam sejati adalah mereka yang menjalankan ketiga dimensi keberagamaan ini secara konsekuen; ritual, etika sosial dan pembebasan sosial. Merekalah yang menjadi duta-duta misi kenabian sebagai 'rahmat bagi penduduk semesta' (rahmatan lil 'aalamiin). 

Di bulan Ramadhan ini, mari kita jadikan diri kita sebagai Muslim yang revolusioner, yang tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah swt, tetapi juga aktif dalam perjuangan sosial.

Dengan demikian, kita tidak hanya meraih pahala di sisi Allah swt, tetapi juga menjadi saksi bagi segenap malaikat di langit bahwa kita sedang berjuang menegakkan panji-panji kebaikan dan keadilan di muka bumi.

Semoga Ramadhan kali ini menjadi momentum bagi kita untuk menjadi Muslim yang lebih baik, lebih peduli dan lebih revolusioner. Aamiin yra.

Intan Diana Fitriyati MAg | Dewan Pengasuh Ponpes Al-Masyhad Manbaul Falah Walisampang, Pekalongan, Jawa Tengah

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow