Tentang Ramadan, Isyarat untuk Berhenti Sejenak

Tentang Ramadan, Isyarat untuk Berhenti Sejenak

Ilustrasi Islamic Ramadan 2025.

Islami | hijaupopuler.id

Seorang lelaki tua duduk di beranda rumahnya, menyesap teh hangat di waktu sahur. Matanya menerawang jauh, menembus gelapnya dini hari, seolah sedang mencari sesuatu yang hilang. 

Pada usianya yang senja, Ramadan baginya bukan sekadar bulan ibadah, melainkan sebuah ruang evaluasi, waktu untuk bercermin pada perjalanan hidup yang telah berlalu.

"Setahun sekali kita diberi kesempatan untuk berhenti, melihat ke belakang, dan bertanya: Sudah sejauh apa aku berjalan?" gumamnya lirih.

Ramadan memang begitu. Ia hadir seperti tamu istimewa yang datang dengan membawa cermin besar, memaksa kita menatap diri sendiri tanpa topeng. 

Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sering kita hindari di bulan-bulan lainnya. Seberapa sering kita melupakan Tuhan dalam kesibukan dunia? Seberapa banyak luka yang kita tinggalkan di hati orang lain? Seberapa jauh kita melenceng dari tujuan hidup yang dulu kita impikan?

Di siang hari, ketika perut mulai keroncongan dan tenggorokan terasa kering, kita menyadari betapa lemahnya manusia. 

Lapar dan dahaga mengajarkan kita tentang kesabaran, tentang menahan diri, tentang bagaimana rasanya menjadi mereka yang tak punya banyak pilihan dalam hidup. 

Saat azan magrib berkumandang, seteguk air putih yang biasa-biasa saja berubah menjadi kenikmatan tiada tara. Di situ kita belajar bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta berlimpah, tetapi pada kesederhanaan yang sering kita lupakan.

Lalu ada malam-malam panjang di mana doa-doa kita menggema dalam sujud yang lebih lama dari biasanya. Seolah Ramadan ingin mengatakan, Kembalilah. Ini saatnya pulang kepada-Nya.

Namun, Ramadan bukan sekadar jeda sebulan yang kemudian ditinggalkan tanpa bekas. Ia adalah titik evaluasi, penanda dalam kalender kehidupan yang mengingatkan bahwa usia terus berjalan, bahwa waktu tak pernah kembali, bahwa hidup terlalu berharga jika dihabiskan tanpa makna.

Waktu imsak sudah dekat, lelaki tua itu masih duduk di berandanya. Tehnya sudah dingin, tapi hatinya hangat. Ia tersenyum sendiri, dan menyadari satu hal, Ramadan bukan hanya tentang berpuasa ia tentang menjadi manusia yang lebih baik, setiap harinya.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow