Apa Susahnya Menerima Perbedaan? Ini Tentang Agama dan Kemanusiaan

Apa Susahnya Menerima Perbedaan? Ini Tentang Agama dan Kemanusiaan

Sebelum belajar agama belajarlah menjadi manusia, agar jika saat kau bela agamamu kau tetap menjadi manusia tidak bertindak sebagai Tuhan. (Gambar: Ilustrasi hijaupopuler.id)

Hijaupopuler.id - Membahas masalah perbedaan dalam hal keyakinan memang tidak akan pernah ada habisnya, kita selalu diperhadapkan pada perdebatan satu kebenaran, penghakiman, bahkan perlakuan yang menjurus pada diskriminasi terhadap orang-orang yang berbeda keyakinan dengan kita. 

Dalam Islam, seorang muslim diwajibkan untuk bertauhid, yakni meyakini bahwa Allah SWT Maha Esa, dan Muhammad SAW adalah utusanNya (Rasul). Tauhid juga memberikan cara pandang seorang muslim terhadap manusia, kemasyarakatan, alam semesta, dan akhir kehidupan. Begitupun dalam konteks aqidah dan hubungan antar umat beragama, moderasi beragama kita yakini kebenaran agama kita secara final, dan itu akan menjadi pegangan kita di dunia dan akhirat sebagai seseorang yang beragama.

Meskipun kebanaran itu kita percaya hanya ada dalam agama kita, kita juga tidak boleh membantah keberadaan orang-orang yang menganut agama lain, dalam tanda kutip tanpa harus membenarkan. Sekali lagi tanda kutip. Jangan ada lagi yang digoreng-goreng artinya, karena biasanya ini yang selalu menjadi perdebatan di antara pemeluk agama, apalagi dilontarkan oleh orang-orang yang berkepentingan, entah itu kepentingan individu yang merasa seperti Tuhan, ataukah kelompok, ormas, bahkan paling sering untuk kepentingan politik.

Memang, selalunya perdebatan itu mentok pada klaim siapa salah siapa benar, siapa yang pantas atau tidak, bahkan tak jarang kita dapati perdebatan itu berlanjut pada kekerasan, intimidasi, teror, bahkan juga sering terjadi diskriminasi terhadap para penganut agama minoritas. Tapi intinya jika hanya dengan alasan berbeda keyakinan bisa melunturkan kemanusiaan, bisa jadi itu hanya permainan sebuah kepentingan.

Jika kita melihat ayat ke-6 surat Al Kafirun yang berbunyi "Lakum dinukum wa liya din" yang artinya, untukmu agamamu dan untukku agamaku. Disini sudah sangat jelas menegaskan bahwa sikap toleransi itu sangat penting bagi kita orang muslim. Hal ini juga dijelaskan dalam QS. Yunus:41 yang mengatakan jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu, kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.

Inilah yang harusnya menjadi pegangan seorang muslim dalam menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi itu. Bukan malah menjadikan kepercayaan sebagai alasan untuk saling menghakimi. Menjadikan identitas kekafiran bagi yang bukan penganut islam sebagai alat untuk menghujat mereka dalam hal kepercayaan, bahkan sampai melukai hati mereka. Bukankah berbuat baik dan adil kepada yang berbeda agama adalah bagian dari ajaran agama.

Apakah sikap intoleran terhadap orang-orang yang menganut agama lain dibolehkan dalam Islam. Bagi saya tidak, saya yang hanya penganut agama orang biasa, meyakini Islam sebagai agama yang bijaksana, Islam selalu menjadi sumber kasih sayang, Islam Rahmatan lil'alamin, dimana Islam dan kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam. Dimana ada Islam, disitu ada kedamaian, bukan malah dibalik, dibanting, apalagi sampai digoreng seperti yang sering terjadi saat momen pemilu.

Diakhir celotehan ini, bisalah kita mengutip beberapa prinsip dari moderasi beragama ala Kemenag. Prinsipnya ada dua, yakni adil dan berimbang. Maksudnya dalam konsep moderasi beragama, menganggap bahwa bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat mungkin. 

Sedangkan sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua kutub. Dalam hal ibadah, misalnya seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Tuhannya dalam bentuk menjalankan ajaranNya yang berorientasi pada upaya untuk memuliakan manusia.

Disinilah orang-orang yang agak ekstrem sering terjebak dalam praktek beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela keagungan-Nya saja tanpa mau melihat aspek kemanusiaan.

Orang beragama dengan cara ini biasanya rela membunuh sesama manusia “atas nama Tuhan” padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama.

Semoga saja kita semua selalu menjadi orang-orang beragama yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Saya teringat pada sebuah kutipan bijak, bunyinya kira-kira begini: Sebelum belajar agama belajarlah menjadi manusia, agar jika saat kau bela agamamu kau tetap menjadi manusia tidak bertindak sebagai Tuhan.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow