Salat Sunnah Syukril Wudhu: Makna, Dalil dan Penjelasan Ulama
Salat sunnah Syukril Wudhu adalah amalan ringan namun penuh keutamaan. Ia menghadirkan pengampunan, ketenangan, dan menjadi pintu masuk untuk ibadah-ibadah lain. Ilustrasi/foto : Getty Images/iStockphoto/Therd oval dan penulis.
Islami | hijaupopuler.id
Di antara karunia Allah swt kepada hamba-Nya adalah wudhu—sebuah ibadah sederhana yang menyucikan lahir sekaligus menenangkan batin. Karena itulah para ulama menaruh perhatian besar pada salat sunnah Syukril Wudhu atau yang sering disebut salat setelah wudhu. Sholat ini menjadi ekspresi syukur sekaligus penyempurna ibadah thaharah yang baru saja dilakukan.
Makna bahasa dan syariat
Secara bahasa, Syukril Wudhu berarti “syukur atas wudhu.” Adapun menurut syariat, ini adalah salat sunnah dua rakaat yang dilakukan setelah wudhu sebagai wujud syukur atas nikmat kesucian dan kesempatan mendekat kepada Allah swt.
Salat ini bukan sekadar pelengkap, tetapi bentuk taqarrub yang menunjukkan bahwa ibadah wudhu tidak berhenti pada bersihnya anggota badan, melainkan menjadi pintu menuju pengampunan Allah swt.
Dalil hadis: pengampunan bagi yang menyempurnakan wudhu
Dasar salat sunnah Syukril Wudhu ini adalah hadis shahih riwayat al-Bukhari (no. 159),
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُقْبِلُ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berwudhu dengan sempurna, kemudian salat dua rakaat dengan menghadapkan hati dan wajahnya kepada Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Hadis ini menegaskan dua hal penting, bahwa penyempurnaan wudhu sebagai syarat awal ibadah, serta khusyuk dalam dua rakaat sebagai bentuk penghambaan penuh. Kombinasi keduanya menghadirkan maghfirah (ampunan) yang luas dari Allah swt.
Pandangan para ulama mazhab
Empat mazhab besar sepakat bahwa salat sunnah Syukril Wudhu adalah ibadah yang dianjurkan.
Mazhab Syafi’i misalnya, Imam Syafi’i dalam al-Umm (Juz 1, hlm. 150) menegaskan bahwa salat ini sunnah dilakukan setiap selesai wudhu.
Lalu mazhab Hanafi, dalam al-Hidayah (Juz 1, hlm. 100), salat Syukril Wudhu ini dipandang sebagai sunnah yang dianjurkan sebagai bentuk syukur atas nikmat thaharah.
Sementara mazhab Maliki, dalam al-Mudawwanah (Jilid 1, hlm. 135), ditegaskan bahwa salat ini sunnah, namun lebih utama dilakukan sendiri.
Adapun mazhab Hanbali, dalam al-Mughni (Jilid 2, hlm. 175), ulama Hanbali menyatakan bahwa salat ini sunnah dilakukan sendiri, tetapi boleh berjamaah jika ada tradisi masjid yang membiasakannya.
Dari keseluruhan pendapat, tampak konsensus bahwa salat ini adalah bagian dari amalan sunnah muakkadah yang dianjurkan secara luas.
Tata cara salat sunnah Syukril Wudhu
1. Dilakukan setelah selesai wudhu, tanpa jeda lama.
2. Dua rakaat seperti salat sunnah lain pada umumnya.
3. Tidak ada bacaan surah khusus, cukup membaca surah pendek yang dihafal.
4. Niat (secara hati), dan teksnya jika ingin dilafalkan adalah;
أُصَلِّي سُنَّةَ الْوُضُوءِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى
“Aku niat salat sunnah wudhu dua rakaat karena Allah Ta‘ala.”
5. Lebih utama dilakukan sendiri, berdasarkan mayoritas ulama.
6. Setelah salat, tidak ada doa khusus. Namun dianjurkan memperbanyak istighfar dan doa umum, misalnya,
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
“Ya Allah, ampunilah aku dan terimalah taubatku. Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (HR. Abu Dawud, no. 1518)
Nilai spiritual: syukur dan kontinuitas ibadah
Salat sunnah Syukril Wudhu memiliki dimensi spiritual yang mendalam, karena bentuk syukur atas nikmat kesucian. Juga karena wujud kontinuitas ibadah, dari wudhu menuju salat, dari thaharah menuju dzikrullah. Lalu sebagai penyempurna amal, setiap ibadah menguatkan ibadah sebelumnya. Dan momentum introspeksi, dua rakaat ini adalah ruang kecil untuk menghadirkan hati sebelum beraktivitas kembali.
Para ulama menyebutnya sebagai tahiyyat al-thaharah—penghormatan terhadap ibadah wudhu itu sendiri.
Penutup
Salat sunnah Syukril Wudhu adalah amalan ringan namun penuh keutamaan. Ia menghadirkan pengampunan, ketenangan, dan menjadi pintu masuk untuk ibadah-ibadah lain. Dalam tradisi pesantren, amalan ini sering dipesankan sebagai cara menyegarkan jiwa dan menghidupkan kepekaan spiritual.
Amalan kecil, tetapi berdampak besar. Wallāhu a‘lam.
Intan Diana Fitriyati MAg | Dosen STAI Al-Andina Sukabumi
Apa Reaksi Anda?
