Serial Jumat (Edisi 14) : Tauhid dan Cinta Sejati

Serial Jumat (Edisi 14) : Tauhid dan Cinta Sejati
Serial Jumat (Edisi 14) : Tauhid dan Cinta Sejati

Jangan mencintai makhluk sampai lupa kepada Sang Pencipta. Karena yang kita cintai bisa pergi kapan saja, tapi Allah swt selalu ada. Ilustrasi/foto : liputan6.com dan penulis.

Islami | hijaupopuler.id

Cinta sejati adalah cinta yang dimurnikan oleh tauhid.

Cinta adalah kebutuhan dasar manusia. Kita semua ingin dicintai dan mencintai. Tapi sering kali cinta menjebak; membuat kita kehilangan arah, mengabaikan nilai, bahkan mengorbankan diri untuk sesuatu yang fana. Di sinilah tauhid hadir sebagai penyeimbang, agar cinta tidak menjadi berhala baru dalam hidup kita.

Tauhid mengajarkan bahwa mencintai adalah bagian dari fitrah, tapi yang paling layak dicintai sepenuhnya hanyalah Allah swt. Semua cinta lain harus berporos dan bermuara kepada-Nya.

Cinta Tanpa Tauhid Bisa Menyesatkan

Tanpa tauhid, cinta bisa menjadi obsesi. Kita mudah tergoda mencintai seseorang atau sesuatu melebihi batas, bahkan hingga mengabaikan Allah swt.

Ia mengingatkan,

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan, mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah…” (QS. Al-Baqarah: 165)

Cinta seperti ini rapuh. Saat yang dicintai pergi, hati hancur. Saat yang dicintai berubah, kita hilang arah. Tapi orang yang bertauhid paham bahwa semua makhluk bersifat sementara, hanya Allah swt yang kekal dan tidak mengecewakan.

Cinta karena Allah, Bukan karena Nafsu

Tauhid menyaring cinta dari sekadar nafsu atau emosi sesaat. Ia membuat kita bertanya; “Apakah cinta ini mendekatkanku kepada Allah atau menjauhkanku dari-Nya?”

Mencintai karena Allah swt itu menenangkan, bukan melelahkan. Membangun, bukan merusak. Cinta seperti ini memberi ruang untuk tumbuh bersama, bukan saling menuntut.

Rasulullah ﷺ bersabda,

“Barang siapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan menahan karena Allah, maka ia telah sempurna imannya.” (HR. Abu Dawud)

Cinta yang Membebaskan

Tauhid membuat cinta jadi sehat. Kita mencintai, tapi tidak menggantungkan hidup padanya. Kita memberi, tapi tidak memaksa balasan. Karena kita sadar bahwa yang Maha Membalas adalah Allah swt.

Cinta yang berlandaskan tauhid tidak posesif. Ia tidak menjadikan pasangan, anak, atau harta sebagai pusat eksistensi. Ia tahu bahwa semua itu titipan, bukan tujuan.

Mencintai Allah: Cinta Puncak

Cinta kepada Allah swt adalah puncak segala cinta. Ia tidak membuat kita kehilangan diri, tapi justru menemukan jati diri. Cinta ini mengisi ruang kosong yang tak bisa dipenuhi manusia mana pun.

Cinta kepada-Nya membuat kita lebih mencintai sesama—dengan tulus, dengan adil, dan dengan kasih. Ia menjadi dasar keikhlasan dalam hubungan; antara orang tua dan anak, suami dan istri, bahkan sesama manusia.

Refleksi

Tauhid meluruskan cinta. Ia membuat kita mencintai dengan sadar, bukan terikat buta.

Jangan mencintai makhluk sampai lupa kepada Sang Pencipta. Karena yang kita cintai bisa pergi kapan saja, tapi Allah swt selalu ada.

Cinta yang dirawat dengan tauhid tidak pernah sia-sia, meski tidak selalu dimiliki.


Dr H Rukman AR Said Lc MThI | Ketua LP2M UIN Palopo dan Sekretaris Umum MUI Kota Palopo

Untuk membaca kembali edisi sebelumnya (ke-13) dari Serial Jumat ini, silahkan klik tautan berikut:

https://hijaupopuler.id/serial-jumat-edisi-13-tauhid-dan-syukur-yang-dalam

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow