Studi Budaya ke LangkanaE Mahasiswa UIN Palopo Gali Tradisi Luwu
Pihak Istana Kedatuan Luwu mengapresiasi kehadiran mahasiswa dan dosen UIN Palopo, serta menyatakan keterbukaannya untuk kolaborasi akademik dan kebudayaan di masa mendatang.
Palopo | hijaupopuler.id
Dalam rangka memperdalam pemahaman terhadap hubungan antara ajaran Islam dan budaya lokal, mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Syariah (Fasya) Universitas Islam Negeri (UIN) Palopo melaksanakan kegiatan Studi Budaya ke Langkana’e, Istana Kedatuan Luwu, di jalan Andi Djemma Kelurahan Amassangan Kecamatan Wara Kota Palopo, pada Selasa (17/06/2025) kemarin.
Kegiatan ini merupakan bagian integral dari mata kuliah Islam dan Budaya Luwu yang diampu oleh Tasdin Tahrim SPd MPd.
Kegiatan studi budaya ini dirancang sebagai media pembelajaran langsung yang memberikan pengalaman nyata bagi mahasiswa dalam memahami dinamika sejarah dan budaya masyarakat Luwu, khususnya dalam konteks masuk dan berkembangnya Islam.
Para mahasiswa dibekali tidak hanya dengan materi teori di ruang kelas, tetapi juga dengan praktik lapangan yang mendekatkan mereka pada realitas budaya dan warisan peradaban Islam di Tana Luwu.
Rombongan mahasiswa bersama dosen pendamping tiba di kompleks Istana Kedatuan Luwu pada pagi hari dan disambut secara resmi oleh pengelola istana.
Kehadiran mereka juga mendapat sambutan hangat dari pihak Dinas Kebudayaan Kota Palopo yang turut hadir dalam rangka mendukung pelestarian budaya daerah melalui sinergi dengan institusi pendidikan tinggi.
Sebagai narasumber utama dalam kegiatan tersebut, hadir Opu Sulolipu yang memberikan paparan mendalam mengenai sejarah Kedatuan Luwu, peran para Datu dalam penyebaran Islam, serta nilai-nilai adat dan budaya yang masih dijaga hingga kini.
Sementara itu Opu Cenning, salah seorang tokoh sentral dalam struktur Kedatuan Luwu, juga turut hadir dan menyampaikan sambutan yang menekankan pentingnya generasi muda mengenal jati diri budayanya sendiri.
Masih dalam kesempatan yang sama, mahasiswa diajak untuk menyusuri ruang-ruang utama Istana Kedatuan, seperti ruang tahta, ruang penerimaan tamu agung, serta area penyimpanan artefak-artefak bersejarah. Mereka juga melihat langsung berbagai peninggalan yang menjadi simbol kekuasaan, spiritualitas dan kearifan lokal masyarakat Luwu.
Tasdin Tahrim, selaku dosen pengampu mata kuliah sekaligus pembimbing lapangan, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan upaya konkret untuk memperkaya metode pembelajaran yang tidak hanya teoritis tetapi juga aplikatif.
“Kami ingin mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar yang lebih luas, tidak sebatas teori di ruang kelas. Melalui kegiatan seperti ini, mereka dapat merasakan langsung nilai-nilai budaya dan sejarah yang mereka pelajari. Ini adalah pendekatan pembelajaran kontekstual yang penting dalam kajian keislaman dan budaya,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa pemahaman mahasiswa terhadap Islam di Nusantara tidak akan lengkap tanpa memahami proses akulturasi yang berlangsung secara damai dan harmonis dengan budaya lokal. Luwu sendiri sebagai salah satu wilayah tertua dalam sejarah Islam di Sulawesi Selatan, menjadi laboratorium budaya yang sangat kaya untuk dikaji.
Kegiatan ini berlangsung dengan penuh antusiasme. Mahasiswa terlihat aktif bertanya, mencatat informasi penting dan terlibat dalam diskusi terbuka bersama narasumber. Beberapa mahasiswa bahkan menyatakan kekagumannya terhadap keluhuran nilai-nilai adat Luwu yang tetap selaras dengan prinsip-prinsip Islam.
Pihak Istana Kedatuan dan perwakilan Dinas Kebudayaan Kota Palopo juga mengapresiasi kehadiran mahasiswa dan dosen UIN Palopo, serta menyatakan keterbukaannya untuk kolaborasi akademik dan kebudayaan di masa mendatang. Mereka berharap, kegiatan seperti ini dapat menjadi agenda rutin yang melibatkan lebih banyak generasi muda dalam pelestarian warisan budaya daerah.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa HTN Fasya UIN Palopo diharapkan tidak hanya memperoleh pengetahuan akademik, tetapi juga membangun kepekaan sosial dan historis terhadap warisan budaya Islam yang hidup di tengah masyarakat. Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa pendidikan tinggi bukan hanya tempat mentransfer ilmu, tetapi juga ruang untuk membangun kesadaran identitas dan cinta terhadap budaya bangsa.
Apa Reaksi Anda?






