Hamdan Juhannis: Capaian Besar Haji 2024

Hamdan Juhannis: Capaian Besar Haji 2024

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Hamdan Juhannis Anggota Tim Monev Haji 2024

Kolom | Hijaupopuler.id

Sudah banyak tulisan yang mengangkat tentang faktor yang menyebabkan pelaksanaan haji tahun 2024 diyakini menuai sukses besar. Bahkan sudah ada pewarta yang mengklaim bahwa penyelenggaraan haji tahun ini dianggap yang tersukses dalam sepanjang sejarah.

Oleh: Hamdan Juhannis (Anggota Tim Monev Haji 2024)

Saya tidak bermaksud mengglorifikasi kesuksesan pelaksanaan haji tahun ini namun hanya ingin menyajikan lima poin penting mengapa pelaksanaannya layak dicatat dalam buku sejarah atau istilahnya "memorable".

Pertama, maksimalnya ikhtiar layanan Ibadah. Keseriusan petugas terlihat pada pendampingan para jemaah untuk memaksimalkan ibadahnya selama di tanah suci. Para Lansia dipastikan bisa beribadah dengan penyediaan kursi roda dan petugas yang siap mendorong mereka untuk ikut berangkat beribadah bersama dengan jamaah lainnya. Pendampingan terhadap pelaksanaan umrah wajib oleh para jemaah saat tiba dilaksanakan sepenuh hati, sampai pada penyediaan gunting untuk tahallul pun sudah diantisipasi oleh petugas.

Kedua, totalitas dalam mengatur pergerakan Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Indikator kesiapan itu sudah terlihat pada kelancaran pemberangkatan jemaah. Pembagian trip ke dalam tiga gelombang; pagi, siang, dan malam berlangsung sesuai skenario. 

Pemberangkatan jemaah dari Arafah ke Muzadalifah juga berlangsung dengan lancar. Dan pengosongan Muzdalifah berlangsung lancar tanpa adanya jamaah yang terlantar satupun, dan juga terurainya kemacetan dengan sangat baik. Aktifitas melontar jumrah juga berlangsung dengan lancar, tanpa adanya penumpukan jemaah. Kepulangan jemaah ke hotel dari tenda-tenda Mina juga berlangsung dengan lancar, baik yang mengambil "nafar awal" maupun "nafar tsani".

Ketiga, berjalannya skema "murur" dengan sangat baik. Murur dengan hanya melintaskan jemaah yang memiliki "udzur" atau halangan tertentu dengan cara hanya melintas di Muzdalifah, menjadi kunci terpenting kelancaran pergerakan di Armuzna. Dengan jumlah lebih dari 50 ribu jemaah yang dimururkan, membuat "mabit" di Muzdalifah yang begitu sesak bisa terkendali. Indikator skema murur ini berjalan lancar terlihat jelas pada berhasilnya Muzdalidah dikosongkan pada jam 7.30 pagi. 

Keempat, penguatan kesadaran Jemaah untuk mengambil "tanazul". Yang dimaksud tanazul dalam konteks kesukesan penyelenggaran haji yaitu meningkatnya jumlah jemaah yang tidak menginap di tenda Mina, tetapi pulang pergi ke hotel mereka karena secara jarak memungkinkan untuk berjalan kaki pulang pergi melakukan aktifitas melontar jumrah. 

Kesadaran tanazul ini membantu mengurangi kesesakan kegiatan mabit di tenda Mina. Jemaah dengan skema tanazul seperti ini tetap mengambil mabit di Mina tetapi tidak sampai menghabiskan seluruh malam di tenda Mina. Mereka berdiam untuk kurung waktu tertentu di tenda dan sekitar Jamarat yang dapat dijadikan sebagai tenggang waktu minimal untuk dinyatakan mabitnya sah. 

Saya mencermati bahwa untuk kedepannya, penyelenggara haji perlu mempertimbangkan tanazul ini sebagai kebijakan resmi seperti murur sebagai solusi untuk merenggangkan kesesakan jemaah di tenda-tenda Mina. Asumsinya, kawasan Mina akan tetap seperti itu ke depan, dengan jumlah quota jemaah yang relatif sama diberikan ke pemerintah Indonesia. Saya menduga bahwa pembangunan infrastruktur masif yang dimulai oleh Pemerintah Arab Saudi kemungkinan belum bisa sepenuhnya mengatasi penumpukan jemaah di Mina. 

Kelima, penyediaan konsumsi yang inovatif. Penyiapan makanan cepat saji saat pagi sebelum ke arafah dan saat pulang dari Mina adalah terobosan penting penyelenggara haji untuk kepuasan jemaah. Menyediakan makanan para jamaah selama tiga kali makan, yang mana negara lain hanya menyediakan dua kali makan, itu adalah keberpihakan pemerintah yang sangat jelas. Terobosan lainnya pada aspek konsumsi yaitu sajian makanan yang memperhatikan menu khas Indonesia, yang tahun-tahun sebelumnya belum menjadi perhatian utama.

Lima dasar kesuksesan penyelenggaraan haji di atas dilatari oleh sebuah "driving force," menguatnya perspektif kemaslahatan di benak pemerintah. Untuk menjamin keselamatan para jemaah, pemerintah meyakini solusinya bukan pada memenangkan ruang fisik ibadah yang diperoleh Pemerintah Indonesia dari Pemerintah Arab Saudi. Wilayah Armuzna sudah pasti memiliki keterbatasan yang tidak berubah, sementara tuntutan memastikan berjalannya tumpukan daftar antri jemaah harus tetap berjalan. Satu-satunya cara yang diambil Pemerintah adalah membuka ruang telaah fiqhi haji, khususnya aspek fiqhi yang bisa diinterpretasi untuk solusi kelancaran ibadah para jemaah. Lahirlah kebijakan murur, dan mungkin kedepannya kebijakan tanazul. 

Pemerintah Indonesia juga mulai memikirkan kapitalisasi ekonomi haji, yakni peluang besar bagi penguatan ekonomi keumatan dengan cara aktifitas ekonomi jemaah manfaatnya sedapat mungkin kembali ke tanah air, yang selama ini sebagian besar pembelanjaan haji yang dikeluarkan tidak kembali ke tanah air. Dimulailah kebijakan makanan siap saji dari Indonesia, ekspor bumbu Indonesia, dan pelibatan UMKM di berbagai hotel di tanah suci untuk penyediaan makanan ala Indonesia.

Dari penulusuran di atas tentang keseriusan ikhtiar pemerintah, saya berani mengklaim bahwa biaya haji Indonesia adalah yang termurah di dunia. Saya menutup catatan ini dengan testimoni seorang warga Malaysia yang saya temui di sekitar Jamarat. Komentarnya seperti ini. "Sebagai outsider yang hanya melihat secara sepintas dan hanya dari luarnya, layanan haji Indonesia "well managed". Pada setiap ruang, di mana saja di Mekah, selalu ada orang yang bajunya tertulis Petugas Haji Indonesia yang siap melayani jemaah, hal yang tidak ditemukan pada negara-negara lain. 

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow