Menilik Buku Radikalisme di Media Sosial Karya Nuruzzaman
Kehadiran Muhammad Nuruzzaman dalam acara book reading "Radikalisme di Media Sosial" yang digelar IAIN Palopo, Jumat, (10/5/24)
Book Reading | Hijaupopuler.id
"Setiap klik, setiap swipe, adalah sebuah langkah lebih dalam ke dalam labirin media sosial, sebuah dunia di mana kata-kata menjadi senjata dan gagasan-gagasan berkembang seperti rumput liar."
Dalam "Buku Radikalisme di Media Sosial" Karya, Dr. Muhammad Nuruzzaman, yang juga Staff Khusus Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI) bidang Toleransi dan Pencegahan Radikalisme itu, membawa kita dalam perjalanan melalui aliran informasi yang tak terbatas dan dinamika yang tak terduga dari media sosial modern.
Dari tekanan tombol 'Post' hingga detik-detik di balik layar, buku dari Staff Khusus Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI) bidang Toleransi dan Pencegahan Radikalisme ini, menggali betapa dalamnya pengaruh media sosial dalam membentuk pandangan dan perilaku kita.
Tanpa ampun, Nuruzzaman menghadirkan fakta-fakta mengenai radikalisme yang muncul dan berkembang di dunia maya, sambil membahas berbagai teori komunikasi kontemporer yang menerangi fenomena kompleks ini.
Namun, bukan hanya tentang memperlihatkan masalah, karya ini juga menawarkan sinar harapan. Dengan bijak, Nuruzzaman menawarkan serangkaian skenario mitigasi yang memandu kita keluar dari kegelapan radikalisme. Dari mulai mengembangkan literasi digital hingga membangun kepekaan sosial, buku ini sungguh memberikan panduan praktis bagi siapa pun yang ingin bertahan dan menghadapi tantangan di media sosial masa kini.
Dalam acara book reading yang digelar IAIN Palopo Jumat, (10/5/24), Nuruzzaman mengungkapkan tujuan yang ingin dicapai dengan terbitnya buku ini. Ia mengemukakan fakta bahwa dengan 53% penduduk Indonesia yang berusia di bawah 39 tahun, media sosial telah menjadi sumber utama referensi bagi generasi milenial yang menghabiskan rata-rata 9 jam sehari di ranah maya.
Nuruzzaman menjelaskan bahwa akan lebih solutif jika moderasi beragama menjadi kunci dalam menanggulangi radikalisme. Menurutnya, moderasi beragama mencakup komitmen terhadap konsep kebangsaan, penolakan terhadap kekerasan atas nama agama, sikap toleransi, dan penghormatan terhadap budaya serta tradisi lokal.
Pendekatan ini pun kemudian menjadi strategi kementerian agama saat ini dalam melawan kelompok-kelompok radikal yang menggunakan agama sebagai alasan untuk tindakan kekerasan serta mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman lokal.
Dari sini kita bisa melihat, buku ini bukan sekadar buku, tapi sebuah peta untuk menavigasi samudra informasi yang terus berubah, sebagai paduan menangkal radikalisme. "Melompat dari Kegelapan" adalah panggilan untuk semua orang yang peduli akan masa depan komunikasi ummat manusia.
[M.I]
Apa Reaksi Anda?