No Viral, No Justice

No Viral, No Justice

Penulis: Aswin Sahab | Hijaupopuler.id

Di era digital saat ini, kekuatan sosial media tak bisa diremehkan. Banyak kasus yang sebelumnya tak terdengar, kini menjadi sorotan publik setelah viral di platform seperti Twitter, Instagram, Facebook, Whatsapp atau TikTok. Fenomena ini melahirkan istilah “No Viral, No Justice”, yang mencerminkan kenyataan bahwa keadilan sering kali baru diraih setelah sebuah isu mendapat perhatian luas di dunia maya.

Viralitas memiliki kemampuan luar biasa untuk menggerakkan opini publik, bahkan memaksa pihak berwenang untuk bertindak. Contohnya, kasus-kasus kekerasan, pelecehan, atau ketidakadilan yang awalnya terabaikan sering kali menjadi pusat perhatian setelah warganet ramai-ramai menyuarakannya. Tekanan dari masyarakat maya ini mampu mendorong institusi pemerintah atau aparat hukum untuk mengambil tindakan cepat.

Salah satu alasan utama mengapa viralitas efektif adalah sifatnya yang mendemokratisasi akses terhadap informasi. Sosial media memungkinkan siapa saja untuk menjadi pelapor dan penyebar informasi, tanpa harus bergantung pada media konvensional. Hal ini membuka peluang bagi suara-suara marginal untuk didengar.

Namun, ada dilema besar di balik fenomena ini. Jika keadilan hanya dapat diraih setelah sebuah isu menjadi viral, bagaimana nasib mereka yang tidak mampu menarik perhatian publik? Tidak semua korban atau masalah memiliki daya tarik untuk menjadi viral. Akibatnya, banyak kasus yang tetap tenggelam dalam kesunyian karena kurangnya eksposur.

Fenomena “No Viral, No Justice” juga menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan perhatian publik. Ketika isu lain yang lebih menarik muncul, kasus-kasus yang sudah viral sering kali terlupakan. Siklus ini menciptakan situasi di mana keadilan menjadi “produk” dari kepentingan dan emosi sesaat warganet.

Viralitas juga memiliki sisi gelap. Dalam upaya untuk mendapatkan perhatian, sering kali terjadi distorsi fakta atau eksploitasi cerita. Misalnya, informasi yang tidak diverifikasi dapat dengan cepat menyebar, merusak reputasi seseorang tanpa bukti yang jelas. Selain itu, tekanan publik yang berlebihan dapat mengarah pada “trial by social media”, di mana opini masyarakat menggantikan proses hukum yang adil.

Untuk mengatasi ketergantungan pada viralitas, perlu ada langkah-langkah sistemik untuk memastikan keadilan tidak bersyarat pada eksposur media. Pemerintah, lembaga hukum, dan media konvensional harus proaktif dalam menangani kasus-kasus yang kurang mendapat perhatian publik. Selain itu, edukasi digital bagi masyarakat juga penting agar warganet dapat memilah mana isu yang valid dan bagaimana cara mendukungnya tanpa menciptakan kerugian baru.

“No Viral, No Justice” adalah cerminan kekuatan sekaligus kelemahan dari sosial media dalam konteks keadilan. Meski sosial media mampu menjadi alat pemberdayaan, ketergantungan pada viralitas harus diminimalkan. Keadilan sejati tidak boleh menjadi hak istimewa bagi mereka yang berhasil menarik perhatian publik, melainkan harus menjadi hak fundamental bagi semua individu, tanpa kecuali.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow