Selamat Hari Kebangkitan Nasional! Peran & Sikap Nasionalisme NU

Logo Hari Kebangkitan Nasionalisme, 20 Mei 2024.
Nasional | hijaupopuler.id
Dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia, peran generasi muda tidak dapat disangkal dalam membebaskan bangsa dari kolonialisme. Kesadaran ini harus tertanam kuat dalam diri setiap anak bangsa, meneruskan perjuangan pendahulu yang telah mengorbankan jiwa dan raga demi membangkitkan semangat nasionalisme.
Internaliasi paradigma ini sangat penting, sehingga setiap ancaman yang berpotensi memecah belah persatuan dan sikap nasionalisme bisa secara otomatis ditolak oleh generasi muda yang menjadi tulang punggung bangsa dan negara.
Nahdlatul Ulama, sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, telah lama memelihara semangat kebangkitan nasional dengan memberdayakan generasi muda melalui wadah pelajar dan pemuda.
NU tidak hanya bergerak sebagai organisasi keagamaan tetapi juga memperkuat basis sosial kemasyarakatan, menciptakan bangsa dan negara yang kokoh, sebagaimana dilakukan oleh para pendirinya.
NU, yang sering diwakili oleh kalangan pesantren, mampu melahirkan pergerakan nasional. Pada masa itu, para santri atau golongan muda berkomitmen memperkuat diri demi membebaskan bangsa dari penjajahan.
Peran ulama pesantren sangat signifikan dalam membangun fondasi kekuatan bangsa, seperti yang dilakukan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah setelah dr. Soetomo mendirikan Budi Oetomo pada 20 Mei 1908, menandai titik awal kebangkitan nasional.
Sekitar tahun 1914, setelah kembali dari belajar di Mekkah, Abdul Wahab merasa tidak puas hanya menjadi bagian dari Syarikat Islam yang lebih berfokus pada politik. Ia menginginkan nasionalisme tumbuh melalui pendidikan.
Pada tahun 1916, KH Wahab Chasbullah mendirikan Nahdlatul Wathan, menjadikan tempat itu sebagai markas penggemblengan pemuda untuk menjadi pribadi yang berilmu dan cinta tanah air. Lagu perjuangan "Yalal Wathan" menjadi simbol semangat tersebut.
Semangat nasionalisme Kiai Wahab diwujudkan melalui pendidikan, menghasilkan organisasi seperti Tashwirul Afkar dan berbagai inisiatif lainnya. Partisipasinya dalam organisasi pemuda seperti Indonesische Studieclub dan Syubbanul Wathan juga tidak terlepas dari tujuannya membangun semangat nasionalisme bangsa yang masih terjajah.
Pengakuan dari tokoh-tokoh nasional seperti dr. Soetomo memperkuat peran pesantren dalam membangun ilmu pengetahuan dan nasionalisme, menjadikannya konservatorium nasionalisme dan patriotisme Indonesia.
Bung Tomo pernah mengakui bahwa sebelum pemerintah Hindia Belanda membuka sekolah-sekolah, pesantren menjadi sumber pengetahuan dan mata air ilmu bagi bangsa.
Nasionalisme yang dibangun pesantren terbukti efektif dalam perjuangan kemerdekaan, dengan KH Hasyim Asy’ari merumuskan bahwa mencintai tanah air adalah sebagian dari iman, yang mendorong perjuangan kemerdekaan.
Lahirnya NU pada tahun 1926 tidak hanya bertujuan membangun pondasi paham keagamaan yang kuat, tetapi juga didorong oleh semangat nasionalisme yang ditanamkan melalui sistem pendidikan pesantren.
Para pendiri bangsa telah mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan, dan kini giliran generasi muda untuk melanjutkan perjuangan ini.
Generasi muda bebas memperoleh pendidikan di mana saja, tetapi harus tetap sadar akan kondisi bangsa dan tanah airnya.
Potensi dan kekayaan Indonesia, baik alam, budaya, tradisi, maupun kearifan lokal, harus dimanfaatkan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa di kancah global. Media dapat digunakan untuk mempromosikan pesona Indonesia dan karakter Islam yang ramah, moderat, dan toleran.
Namun, tantangan nasionalisme di kalangan generasi muda masih ada. Spirit Nasionalisme yang tertanam dalam momen peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati tanggal 20 Mei setiap tahunnya ini, tidak boleh bentrok dengan keyakinan agama, dan perbedaan yang ada harus menjadi kekuatan untuk persatuan. Bangsa Indonesia harus waspada terhadap propaganda yang merusak persatuan dan nasionalisme.
Apa Reaksi Anda?






