Pentingnya Sikap Bijak dalam Bermedia Sosial

Pentingnya Sikap Bijak dalam Bermedia Sosial

Penulis: Mustafa, S.Pd.I., M.Pd.I

Media sosial merupakan sarana atau perantara yang menghubungkan sesama. Setiap orang bisa saling menyapa, bercengkerama satu sama lain tanpa memandang jarak. 

Kecanggihan teknologi memberikan kemudahan berkomunikasi. Berjauhan terasa dekat. Sangat mudah bersilaturahmi saat ini. Tidak butuh perjalanan panjang, cukup ada sambungan internet, semua bisa terjangkau. 

Seharusnya menjadikan lebih mudah mendatangkan kebaikan. Hanya saja, kemudahan seringkali melalaikan. Banyak hal sia-sia justru ditumpahkan di media sosial. Menyebarkan berita bohong, mengadu domba dan menyampaikan ungkapan provokatif. Sangat mengganggu kenyamanan dan ketenangan orang lain. Meraih simpati yang tidak simpatik. 

Ada tiga hal yang harus dihindari. Menjawab semua pertanyaan, menceritakan semua yang disaksikan, dan menyampaikan semua yang diketahui. Ketiga hal ini adalah tanda-tanda orang tolol, kata Ibnu Athaillah al-Sakandari.

Media sosial juga menjadi ajang mencurahkan keluh kesah. Padahal, bisa jadi yang membacanya adalah orang yang banyak masalahnya juga. Lebih baik berusaha mencerahkan masalah orang lain. Berupaya mengekspresikan diri dengan bijak. 

Media sosial menjadi tempat mengungkapkan ide dan perasaan dengan bebas. Oleh karena itu, perlu memilih dan menyeleksi yang pantas dikonsumsi. Keliru jika melahap semua tanpa saringan. Mampu memfilter yang hendak diunggah. Tidak tepat ketika asal share. Merespons secukupnya pada saat berkomentar. 

Sebuah kesalahan kalau menanggapi secara berlebihan. Jangan pula selalu terbawa perasaan dengan postingan yang dilihatnya. Sedikit-sedikit tersinggung dengan status orang lain. 

Media sosial mengubah hidup. Banyak yang terjadi dalam lini kehidupan. Harapan bersama ke arah yang lebih baik. Umar bin Khattab pernah berkata, "Pangkal keutamaan seseorang adalah akalnya, kemuliaannya adalah agamanya dan kepribadiannya adalah akhlaknya”. 

Seyogianya tiga hal yang disampaikan al-Faruq menjadi bekal bermedia sosial. Jangan sampai yang merasa berakal baik justru mengakali, yang merasa paling agamais suka menyalahkan praktik keagamaan orang lain, yang merasa berakhlak malah tidak menghargai perilaku sesamanya. 

Semua bermedia sosial, namun, tidak semua bisa menjaga diri. Sangat disayangkan jika ada orang yang diperalat oleh media sosial. Bukankah seharusnya dia yang mengontrolnya bukan? 

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow