Al-Qur'an Mendorong untuk Berpikir Kritis: Melihat Konflik di Bitung

Al-Qur'an Mendorong untuk Berpikir Kritis: Melihat Konflik di Bitung

Ilustrasi Ai Hijaupopuler.id/Dian2023

Zaman berputar masa beredar, penduduk dunia makin lama makin bertambah banyak. Perlombaan dan perebutan dalam berbagai macam kebutuhan hidup makin lama makin keras, hingga dibutuhkan keilmuan, kecakapan dan kecerdikan atau kecendekiawan yang lebih, khususnya bagi kita umat Islam.

Baru-baru ini kita diperhadapkan berbagai peristiwa, seperti konflik yang terjadi di Bitung. Banyak pihak yang menganggap bahwa yang terjadi di sana adalah imbas dari konflik Palestina-Israel, bahkan lebih parahnya, ada juga yang mengaitkan dengan konflik agama.

Beredarnya informasi yang seperti ini tak lepas dari dampak perkembangan zaman, dimana orang-orang sangat bebas menyebar informasi tanpa berlandaskan fakta. Padahal bisa saja peristiwa itu adalah tindak kriminal saja.

Syekh Muhammad Abduh pernah mengatakan, bahwa Islam adalah suatu agama yang manusiawi, yang memerintahkan umatnya untuk menggunakan akal, agama yang penuh hikmah kebijaksanaan dan sangat mementingkan dalil serta alasan. Dalam menyikapi berbagai peristiwa, kita dianjurkan selalu mengedepankan akal, agar tidak sesat dengan keberadaan informasi-informasi sesat.

Islam adalah agama yang memperhatikan kehalusan perasaan, Islam adalah agama yang sangat menentang taqlid (Membekukan akal atau pemikiran).

Al-Qur'an juga mendorong ummat Islam agar menggiatkan menggunakan akal, Allah Swt juga menyebut beberapa kata yang berkaitan dengan pentingnya akal. Allah Swt menyebut Al-Aqlu sebanyak 50 kali dalam Al-Qur'an. 

Disamping itu, Al-Qur'an sangat mencela orang yang hanya mengikuti dugaan-dugaannya, karena dengan cara berpikir seperti itu seseorang bisa saja tergelincir ke dalam dosa. Salah satu alasan kelemahan dan ketidak mampuan itu karena ummat Islam tidak memahami Islam secara lengkap dan kritis.

Allah berfirman dalam surah An-nahl 125:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Artinya: Ajaklah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ

Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Bila ummat Islam menggelar dakwah Islam, harusnya mereka memperhitungkan dengan tepat berdasarkan data sejarah dan bekal yang dimiliki, sekaligus memperhatikan masa depan. Dan bila terjadi konfrontasi, maka sanggahan yang diberikan kepada pihak lawan harus betul-betul baik. Terpenting bahwa dakwah tersebut membawa rahmat bagi semesta alam.

Seorang harus berfikir kritis dan memahami ajaran Islam, dalam artian tidak hanya dengan berpikir ilmiah, tetapi juga harus berfikir filosofis dan menatap jauh ke masa depan, tanpa meninggalkan konsep kebenaran dari Al-Quran dan Hadist. Bekal inilah yang akan membuat kita tidak tersesat dalam menanggapi berbagai hal-hal yang bisa saja menimbulkan perpecahan atau perseteruan antar sesama.

Penulis: Nurafiat (Mahasiswa IAIN Palopo)

Editor: Dian

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow