Khutbah Gerhana : Refleksi Ekonomi dari Fenomena Gerhana

Khutbah Gerhana : Refleksi Ekonomi dari Fenomena Gerhana

Gerhana mengajarkan kepada kita tentang siklus alam yang pasti. Sebagaimana bulan yang purnama kemudian redup, demikian pula siklus ekonomi: ada masa pertumbuhan, ada masa krisis. Gambar : detik.com.

Khutbah | hijaupopuler.id

Khutbah I (pertama)

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن  اَشْهَدُاَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ  وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّابَعْدُ فَيَا عِبَادَاللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ  قَالَ اللهُ تَعَالَى يَآاَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin yang saya muliakan

Ahad malam dan Senin pagi (7 dan 8 September 2025) ini terjadi gerhana bulan total yang melintasi Indonesia setelah tiga tahun absen, tidak bisa kita amati di Indonesia. Semua tahapan gerhana bulan itu bisa kita saksikan, kecuali saudara-saudara kita di sisi timur Papua, sebab matahari sudah keburu terbit.

Gerhana bulan terjadi saat bulan memasuki wilayah bayang-bayang bumi. Akibatnya, sinar matahari yang menyinari seluruh tata surya, termasuk yang mengarah ke permukaan bulan, tiba-tiba terhalang oleh bumi. Bulan yang saat itu tengah purnama, berwarna kuning cerah, lalu secara perlahan berubah menjadi gelap hingga akhirnya berwarna merah bata. Oleh sebab itu, gerhana ini disebut blood moon alias bulan merah darah.

Alhamdulillah, kita sudah lebih cerdas dan agamis dibanding nenek moyang terdahulu. Dulu, mereka percaya, gerhana terjadi karena makhluk jahat, yaitu naga, atau Betara Kala atau Buto menelan matahari atau bulan. Agar makhluk jahat itu segera memuntahkan bulan atau matahari, maka masyarakat memukul panci, lesung, alat penumbuk padi, bedug, atau menyalakan petasan besar, agar makhluk jahat itu tidak memakan habis matahari atau bulan. Wanita yang hamil juga harus bersembunyi di kolong apa saja agar bayinya tidak berwajah gelap atau cacat fisik.

Tidak hanya di Indonesia, masyarakat India berpuasa pada saat gerhana, sebab semua makanan saat itu dipercaya berubah menjadi beracun. Hampir sama, masyarakat Jepang menutup semua sumur, sebab air sumur akan berubah menjadi air racun.

Lalu, mengapa kita melakukan salat gerhana? Karena semata-mata taat kepada perintah Rasulullah saw, bukan karena yang lain. Gerhana adalah peristiwa alam biasa yang terjadi secara rutin, bukan karena adanya perusuh yang menyusup demonstrasi menghujat DPR, atau membakar kantor, atau menjarah isi rumah perorangan, atau adanya demonstran yang meninggal. Nabi kita saw bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

“Sungguh matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika engkau melihat kejadian demikian, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, lakukan salat, dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044 dari Aisyah r.a)

Hadirin yang saya muliakan

Kita bersyukur, berkat adanya gerhana malam ini, kita bisa bangun tengah malam untuk salat tahajud di masjid bersama ribuan orang. Semoga melalui salat gerhana tengah malam atau awal pagi buta ini, kita bisa lebih sering salat tahajud. Sebab inilah salat yang bisa mendatangkan empat kemuliaan.

Pertama, kita akan bangkit dari kubur pada hari kiamat sebagai manusia yang termulia dan terpuji (QS. Al Isra [17]: 79). Kedua, apa saja keinginan kita termasuk rizki dan kesehatan dikabulkan Allah swt (HR. Bukhari dari Jabir bin Abdillah, r.a). Ketiga, ditemui Allah swt secara langsung untuk diampuni dosanya (HR. Al Bukhari dari Abu Hurairah ra), dan keempat, dijauhkan dari perbuatan dosa dan dicatat sebagai anggota komunitas orang saleh (HR. At Turumdzi dari Abu Umamah al Bahili, r.a).

Hadirin yang saya muliakan

Gerhana ini juga bertepatan dengan bulan kelahiran Nabi saw. Ini berarti kita diingatkan agar lebih serius mencontoh Nabi saw. Dalam Alquran, Nabi saw disebut nur yang artinya cahaya. Kita harus menjadi muslim pemberi cahaya, bukan justru mematikan cahaya kehidupan dan masa depan. Dalam salawat, Nabi disebut al badru atau bulan purnama, thala‘al badru ‘alaina (rembulan telah datang di tengah kita). Jadilah muslim yang berperan di masyarakat sebagai problem solver sebagaimana disebut juga dalam salawat,

مَنْ رَأَى وَجْهَكَ يَسْعَدْ # يَاكَرِيْمَ الْوَالِدَيْنِ

Yang artinya, “Wahai Nabi, siapapun yang memandang wajahmu, pastilah bahagia (dan terhapuslah semua kesedihan). Engkau terlahir dari ibu bapak yang mulia.”

Sekali lagi, dialah Nabi yang wajahnya bisa menghapus kesedihan orang, pemberi solusi masalah atau problem solver, bukan justru pemicu masalah dan kegaduhan atau problem maker di tengah masyarakat.

Refleksi Ekonomi dari Fenomena Gerhana

Hadirin yang dimuliakan Allah swt

Gerhana mengajarkan kepada kita tentang siklus alam yang pasti. Sebagaimana bulan yang purnama kemudian redup, demikian pula siklus ekonomi: ada masa pertumbuhan, ada masa krisis. Teori siklus bisnis (business cycle) dalam ekonomi modern menggambarkan hal ini, dan Islam telah lama menekankan pentingnya i‘tidal (keseimbangan). QS. Al-Baqarah [2]: 282 yang memerintahkan pencatatan utang adalah bukti bahwa Allah swt menuntun kita agar tidak terjebak pada krisis akibat kelalaian finansial.

Rasulullah saw juga mengajarkan agar pada saat terjadi fenomena kosmik seperti gerhana, kita dianjurkan salat dan sedekah. Ini relevan dengan konsep ekonomi distribusi Islam, di mana harta tidak boleh hanya berputar pada kalangan kaya saja (QS. Al-Hasyr [59]: 7). Dalam konteks modern, sedekah dan zakat berperan sebagai automatic stabilizer dalam ekonomi: ketika masyarakat mengalami kesulitan, distribusi harta dari yang mampu ke yang membutuhkan menjaga stabilitas sosial-ekonomi.

Lebih dari itu, gerhana yang memaksa kita terjaga malam hari untuk tahajud, bisa dimaknai sebagai disiplin spiritual yang berdampak ekonomi. Studi kontemporer (misalnya Chapra, 2000; Asutay, 2012) menunjukkan bahwa masyarakat yang menanamkan etika Islam dalam perilaku ekonominya akan lebih produktif, lebih amanah, dan lebih mampu menghadapi krisis. Dengan kata lain, ibadah yang lahir dari kesadaran kosmik seperti gerhana membentuk human capital yang berkualitas: jujur, disiplin dan peduli sesama.

Hadirin yang saya muliakan

Sebagai penutup, pada hari-hari yang belum sepenuhnya pulih dari kegaduhan ini, masyarakat Indonesia sebaiknya merenungkan nasihat Syekh Mutawalli As Sya’rawi berikut,

عَامِلِ النَّاسَ بِثَلَاثٍ، اِنْ لَمْ تَنْفَعْهُ فَلَا تَضُرُّهُ، وَاِنْ لَمْ تُفْرِحْهُ فَلَا تُحْزِنْهُ، وَاِنْ لَمْ تَمْدَحْهُ فَلَا تَذُمُّهُ

“Perlakukan orang dengan tiga cara, (1) jika tidak bisa memberi, jangan mengambil haknya; (2) jika tidak bisa membahagiakan, jangan menyusahkan; dan (3) jika tidak bisa memuji, jangan mencaci.”

اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهُ لِى وَلَكُمْ اِنَّهُ هُوَاالْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II (kedua)

اَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن  اَشْهَدُاَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ  وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّابَعْدُ فَيَا عِبَادَاللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ  قَالَ اللهُ تَعَالَى يَآاَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ, وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَاللهِ. اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَآءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ, وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ.

Dr Muhammad Ash-Shiddiqy ME | Dosen UIN Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto, Jawa Tengah

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow