Serial Jumat (Edisi 18) : Tauhid dan Ujian Hidup
Jangan pernah malu merasa lemah di hadapan Allah swt. Justru dalam kelemahan itulah, tauhid bekerja paling kuat. Ilustrasi/foto : bincangsyariah.com dan penulis.
Islami | hijaupopuler.id
Tauhid Bukan Jaminan Hidup Tanpa Masalah
Salah satu kesalahpahaman yang cukup umum adalah mengira bahwa jika seseorang beriman dan bertauhid dengan benar, maka hidupnya akan selalu mulus, bebas dari kesedihan, penderitaan, dan kegagalan. Padahal, iman dan tauhid tidak pernah menjanjikan jalan yang mudah.
Justru sebaliknya, orang-orang yang paling dalam tauhidnya adalah mereka yang paling besar ujiannya.
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang saleh, lalu yang semisal mereka dan seterusnya...” (HR. Tirmidzi)
Tauhid tidak membuat kita kebal dari sakit, kehilangan, krisis keuangan, kekecewaan, atau luka batin. Namun ia memberi kekuatan untuk tetap tegar dam berdiri teguh meskipun diterpa badai.
Perhatikan Nabi Ibrahim 'alaihissalam: diuji dengan perintah menyembelih anaknya. Perhatikan Nabi Yusuf 'alaihissalam: dijatuhkan oleh saudara-saudaranya, dijebloskan ke penjara. Perhatikan Rasulullah ﷺ: ditolak kaumnya, ditinggal orang tercinta, dan mengalami berbagai ujian hidup. Namun mereka tetap teguh, sabar, dan tidak kehilangan arah—karena tauhid mereka kokoh.
Tauhid Memberi Arah Saat Dunia Terasa Gelap
Ujian dalam hidup ibarat malam gelap gulita. Tanpa petunjuk arah, kita bisa tersesat, bingung, bahkan kehilangan harapan. Tauhid berperan seperti kompas iman yang menunjukkan arah—bahwa Allah swt tidak pernah meninggalkan kita, dan semua yang terjadi punya makna.
“Allah tidak membebankan kepada seseorang melainkan sesuai kesanggupannya...” (QS. Al-Baqarah: 286)
Tauhid membisikkan kepada hati kita; “Ini hanya ujian, bukan azab.” “Ada Allah yang melihat air matamu.” “Ada rencana Allah yang lebih baik setelah luka ini.”
Dengan tauhid, kita percaya bahwa ujian bukan tanda Allah benci, tapi tanda Ia ingin mendewasakan iman. Kesulitan bukan akhir, tapi bagian dari proses membentuk pribadi tangguh.
Ujian Hidup Menjadi Ladang Peningkatan Tauhid
Kadang justru saat diuji, kita paling dekat dengan Allah swt. Kita banyak berdoa. Kita lebih jujur dalam sujud. Kita lebih sering menangis di hadapan-Nya. Maka ujian menjadi momen memurnikan tauhid—menghapus ketergantungan pada selain Allah swt, dan menyandarkan diri sepenuhnya hanya kepada-Nya.
“Dan apabila Kami berikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauh; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, ia banyak berdoa.” (QS. Fuṣṣilat: 51)
Ujian menjadikan kita lebih sadar bahwa kita lemah, dunia sementara, dan Allah Maha Kuasa atas segala hal.
Tauhid membuat kita tidak lagi bergantung pada "siapa yang bisa bantu saya?" melainkan pada "Ya Allah, hanya Engkaulah penolongku."
Dengan Tauhid, Kita Bisa Menemukan Makna di Balik Luka
Bagi orang yang bertauhid, tidak ada kejadian yang sia-sia. Semuanya punya nilai.
Rasa kehilangan bisa mengajarkan makna syukur. Kesulitan bisa melatih kesabaran. Kegagalan bisa membangun kerendahan hati. Rasa sakit bisa menjadi pintu empati.
Tauhid mengubah cara kita memaknai cobaan; dari “mengapa ini terjadi padaku?” menjadi “apa pesan Allah di balik ujian ini?” atau dari “aku tidak kuat” menjadi “dengan pertolongan Allah, aku akan mampu.”
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Tauhid Adalah Cahaya dalam Gelap
Tidak ada satu pun di antara kita yang bisa lepas dari ujian. Tapi kita bisa memilih bagaimana cara menghadapinya; dengan mengeluh dan kehilangan arah, atau dengan berserah diri, tetap ikhtiar, dan yakin kepada Allah swt.
Tauhid menjadikan hati tetap tenang meski dunia gemetar. Ia adalah cahaya dalam kegelapan, kekuatan dalam kelemahan, dan penunjuk jalan saat segala hal tampak buntu.
Jangan pernah malu merasa lemah di hadapan Allah swt. Justru dalam kelemahan itulah, tauhid bekerja paling kuat—karena saat kita tidak bisa bergantung pada siapa pun, kita sadar hanya Dia-lah tempat bergantung yang sejati.
“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Āli ‘Imrān: 173)
Dr H Rukman AR Said Lc MThI | Ketua LP2M UIN Palopo dan Sekretaris Umum MUI Kota Palopo
Untuk membaca kembali edisi sebelumnya (ke-17) dari Serial Jumat ini, silahkan klik tautan berikut:
https://hijaupopuler.id/serial-jumat-edisi-17-tauhid-dan-media-sosial
Apa Reaksi Anda?
