Subsidi Upah dan Ilusi Pertumbuhan: Ketika Rakyat Dikondisikan Jadi Konsumen, Bukan Produsen
Subsidi hanya solusi darurat. Kedaulatan ekonomi dibangun lewat pemberdayaan rakyat, bukan lewat pertolongan temporer.
Opini | hijaupopuler.id
Dalam negara Pancasilais dan menjunjung kedaulatan rakyat, kita patut bertanya: apakah Bantuan Subsidi Upah (BSU) adalah wujud dari keberpihakan negara, atau sekadar alat teknokratis untuk menjaga stabilitas makro?
BSU memang terlihat baik di permukaan—menolong pekerja bergaji rendah, menahan daya beli agar ekonomi tak lesu. Namun mari kita cermati lebih dalam. Apakah bantuan ini membebaskan rakyat dari kemiskinan struktural? Tidak. Apakah ia mendorong rakyat menjadi produsen, pelaku ekonomi sejati? Juga tidak. Yang terjadi justru sebaliknya: rakyat diarahkan agar tetap menjadi konsumen, agar mesin pertumbuhan tetap berputar, bukan karena produktivitas, tapi karena belanja.
Daya beli dijaga, tapi tanpa fondasi produksi yang kuat. Inilah bentuk growth without development yang sering penulis kritik: ekonomi tumbuh, tetapi tanpa kedaulatan, tanpa keadilan struktural dan tanpa pemberdayaan. Sementara korporasi besar yang mengadopsi otomatisasi dan kecerdasan buatan menggantikan manusia, justru menikmati surplus yang tak terbagi—mereka tak lagi butuh tenaga kerja, hanya butuh algoritma.
BSU, dalam kerangka ini, bukan solusi jangka panjang. Ia hanya morfin kebijakan—menghilangkan nyeri, tapi tidak menyembuhkan penyakit. Rakyat tidak dimampukan, hanya disubsidi agar tetap mengonsumsi. Padahal, pembangunan sejati adalah pembangunan manusia dan kemampuannya untuk berkarya, bukan sekadar bertahan hidup.
Negara semestinya tidak hanya hadir saat pasar terguncang. Negara harus hadir lebih dulu—mendidik, memperkuat sektor riil, memberdayakan petani dan buruh, membentuk ekonomi nasional yang mandiri. Bukan menjadi pelayan korporasi global yang mengandalkan konsumsi sebagai penopang statistik pertumbuhan.
"Subsidi hanya solusi darurat. Kedaulatan ekonomi dibangun lewat pemberdayaan rakyat, bukan lewat pertolongan temporer."
Jika ingin ekonomi berdikari, BSU harus jadi jembatan menuju kemandirian—bukan pengikat permanen dalam sistem yang timpang.
Adzan Noor Bakri | Dosen, Korpus Abdimas LP2M UIN Palopo
Apa Reaksi Anda?






