Ramadhan Di Musim Durian

Ramadhan Di Musim Durian

Ramadan bukanlah tamu yang mendatangi umat Islam, melainkan satuan hitungan waktu yang dalam interval waktu 29 atau 30 hari. Ilustrasi buah durian mengalami musim panen di beberapa kali momen Ramadhan. Sumber google.com

Kolom | hijaupopuler.id

Salah satu ungkapan tahniah yang cukup populer setiap menjelang masuknya bulan Ramadhan adalah 'Marhaban yaa Ramadhan,' yang dianggap terjemahan dari ucapan 'Selamat datang Ramadhan.'

Walaupun ungkapan tahniah ini masih dipermasalahkan segelintir orang, terutama soal dasar skriptualnya, namun ucapan tersebut memenuhi layar gadget melalui platform whatsapp, telegram, facebook, instagram dan lain-lain.

Mulai dari yang berbentuk pesan sangat sederhana, seperti gambar, hingga video pendek; dari yang sekedar latah, basa-basi, yang (terkesan) formal, dari yang alay, hingga yang benar-benar serius; dari yang bersifat individual hingga yang institusional.

Ucapan 'selamat datang Ramadhan' mengesankan Ramadhan adalah 'tamu,' padahal ia adalah bagian dari waktu, tidak berwujud, tidak bergerak, tapi berlalu secara siklus.

Bahkan dalam pemikiran filsafat Al-Razi 251 H (865 M)- 313 H/925 M, waktu itu kekal! Satuan hitungan waktu mulai detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, windu, dasa warsa, abad, hingga millennium, dan seterusnya, adalah satuan hitungan.

Ramadan bukan tamu, yang mendatangi umat manusia (baca: umat Islam), melainkan satuan hitungan waktu yang dalam interval waktu 29 atau 30 hari tersebut terdapat sejumlah keberkahan yang tiada terhitung.

Dengan demikian, maka ungkapan 'Marhaban yaa Ramadhan,' sejatinya adalah ekspresi kebahagiaan kita begitu segera memasuki zona Ramadhan, zona waktu yang penuh rahmat dan maghfirah tersebut.

Ramadhan di tahun Qamariyah

Ibadah mahdha dalam Islam, misalnya puasa dan haji, ditetapkan berdasarkan sistem penanggalan yang mengacu kepada sistem Qamariyah (lunar system), yang bila dibandingkan dengan sistem Syamsiyah (sonar system) akan berselisih 10-11 hari setiap tahun.

Bila memperhatikan bahwa iklim dan musim berlangsung berdasarkan sistem sonar, maka setidaknya menghadirkan hikmah yang luar biasa bagi umat Islam, khususnya umat Islam Indonesia.

Bila ibadah puasa untuk pertama kalinya ditetapkan pada bulan Ramadhan yang saat itu sedang musim panas, dan karena musim yang mengikuti sistem penanggalan matahari, maka bulan Ramadhan setiap tahun maju 10-11 hari; sehingga setiap siklus 33-34 tahun sekali Ramadhan akan jatuh pada bulan yang sama.

Bila suatu ketika Ramadhan berlangsung dalam musim kemarau, maka dalam 16-17 tahun berikutnya Ramadhan akan berlangsung dalam suasana musim hujan, dan begitu sebaliknya.

Selain itu, suasana berpuasa pun akan berlangsung dalam suasana Ramadhan yang berbarengan dengan musim buah-buahan yang berbeda sepanjang siklus 33-34 tahun itu.

Ramadhan tahun 1446 H ini, dijalani bersamaan dengan musim durian, langsat (duku) hingga 1-2 Ramadhan ke depan, dan Ramadhan beberapa tahun akan datang tiba bersamaan dengan musim buah yang lain.

Dalam konteks Islam Indonesia, suasana Ramadhan semakin menarik karena umat Islam berkesempatan menjalankan ibadah puasa dan nantinya merayakan idul fitri dalam suasana yang beragam.

Suatu ketika Ramadhan berdekatan waktu dengan perayaan hari besar agama lain yang umumnya ditetapkan berdasarkan penanggalan Syamsiyah (sonar system).

Bila pada Ramadhan 1445 H (2024 M) tahun lalu 'didahului' oleh perayaan hari Nyepi bagi umat Hindu, maka idul fitri tahun ini juga bakal didahului 1-2 hari oleh perayaan Nyepi bagi umat beragama Hindu.

Abbas Langaji

Rektor IAIN Palopo

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow