Kematian Feni Ere Dan Hukum Membunuh Dalam Islam

Kematian Feni Ere Dan Hukum Membunuh Dalam Islam

Hampir tidak ditemukan pembenaran kejahatan dalam ajaran Islam, sehingga bila ada orang melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan Islam, hal itu sangat bertentangan dengan filosofi Islam itu sendiri. Foto: serambinews.com

Palopo | hijaupopuler.id

Seharian ini timeline media di Kota Palopo diramaikan dengan kabar diringkusnya terduga pelaku pembunuhan perempuan 28 tahun bernama Feni Ere, yang kerangka dugaan mayatnya ditemukan di dekat wisata air terjun Batu Dewa, Kelurahan Battang Barat Kecamatan Wara Barat Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan pada Senin (10/2/2025) lalu.

Terduga pelaku berinisial A ditangkap aparat siang kemarin, Kamis (20/3/2025), di daerah Bone-bone Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan.

Kapolres Palopo, AKBP Safi'i Nafsikin dalam keterangannya menjelaskan, “Sementara satu orang diamankan, namun beberapa waktu sebelumnya sudah kami periksa juga yang ada kaitannya, hanya perlu kita gelar mana yang kira-kira terpenuhi alat buktinya dari si pelaku ini.”

Aparat juga nampak memasang police line pada sebuah rumah di jalan Nanakan Kelurahan Amassangan Kecamatan Wara Kota Palopo, yang diduga kuat terkait dengan kasus Feni. Dari tempat ini polisi nampak menggeledah dan mengamankan barang berupa koper.

Sejumlah pihak terus menanti kejelasan pengungkapan kasus dugaan pembunuhan ini, terutama dari pihak keluarga.

Lalu dalam Islam sendiri, bagaimana hukum pelaku pembunuhan? Berikut beberapa penjelasan singkat Hengky Ferdiansyah, seorang peneliti hadis dari El-Bukhori Institute seperti dikutip dari nu.or.id.

Pada dasarnya tidak ada satupun agama di dunia ini yang menghalalkan pembunuhan, sebab tujuan agama adalah untuk perdamaian, menyebarkan kasih sayang dan mengatur tatanan sosial agar lebih baik.

Begitu pula dengan doktrin agama Islam, sejak awal penurunannya sudah ditegaskan bahwa Islam mengemban visi kerahmatan (QS al-Anbiya’: 107). Sehingga hampir tidak ditemukan pembenaran kejahatan dalam ajaran Islam. Dengan demikian, bila ada sekelompok orang melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan Islam, ketahuilah bahwa apa yang mereka lakukan itu sangat bertentangan dengan filosofi Islam itu sendiri.

Dalam Alquran dikatakan, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS Al-Maidah: 32).

Ayat ini adalah salah satu contoh kecaman Islam atas setiap pembunuhan yang dilakukan dengan semena-mena. Membunuh satu orang manusia ditamsilkan dengan membunuh semua manusia. Karena setiap manusia pasti memiliki keluarga, keturunan, dan ia merupakan anggota dari masyarakat.

Membunuh satu orang, secara tidak langsung akan menyakiti keluarga, keturunan, dan masyarakat yang hidup di sekelilingnya. Maka dari itu, Islam menggolongkan pembunuhan sebagai dosa besar kedua setelah syirik (HR al-Bukhari dan Muslim). Kelak pelaku pembunuhan akan mendapatkan balasan berupa neraka jahannam (QS al-Nisa’: 93).

Aturan ini tentu tidak hanya dikhususkan untuk umat Islam saja dan bukan berati non-muslim dihalalkan darahnya, karena misi kerahmatan yang dibawa Islam tidak hanya untuk orang Islam semata, tetapi untuk seluruh semesta.

Dalam hadis riwayat al-Bukhari disebutkan, man qatala dzimmiyan lam yarih ra‘ihah al-jannah, orang yang membunuh seorang dzimmi (non-muslim yang berada dalam perjanjian keamanan), maka ia tidak akan mencium aroma surga. Hadis ini ialah salah satu landasan larangan membunuh non-muslim dalam Islam.

Pembunuhan yang diperbolehkan

Dalam kondisi tertentu, pembunuhan tetap diperbolehkan dengan beberapa syarat dan aturan. Ada dua kondisi yang dibolehkan untuk menghilangkan nyawa manusia: membunuh ketika perperangan dan membunuh ketika menghukum. Membunuh dalam kedua kondisi ini diperbolehkan selama tidak berlebih-lebihan (QS Al-Baqarah: 190).

Konflik yang berimbas pada perperangan tentu membunuh antara satu sama lainnya tidak terelakkan. Perperangan yang dimaksud di sini ialah perperangan yang terjadi dalam rangka mempertahankan agama, negara, dan harga diri.

Perang bisa dilakukan ketika keberadan satu komunitas diancam oleh komunitas lain dan tidak menemukan cara lain untuk mengatasinya kecuali dengan berperang. Selama masih bisa diselesaikan dengan cara lain, maka perang tidak boleh dilakukan.

Oleh sebab itu, jika merujuk kepada sejarah Islam, perang adalah solusi terakhir dan biasanya terjadi ketika umat Islam sudah diserang dan dikhianati terlebih dahulu oleh musuh.

Namun perlu digarisbawahi, membunuh diperbolehkan ketika kedua belah pihak sudah sepakat untuk berperang. Bila salah satunya sudah mengalah, maka menyerang lawan tidak boleh dilakukan.

Dan perlu diketahui pula, yang diperbolehkan untuk dibunuh hanyalah pasukan perang saja. Sementara anak, istri, dan keluarganya yang tidak ikut berperang tidak boleh dibunuh.

Andaikan terjadi perperangan antara orang Islam dengan non-muslim, maka non-muslim yang dibunuh hanyalah yang ikut serta dalam perperangan saja, sedangkan yang tidak ikut berperang diharamkan untuk dibunuh.

Ibnu al-‘Arabi dalam Ahkam al-Qur’an mengatakan, “Janganlah membunuh kecuali terhadap orang yang telah memerangimu. Orang yang diperbolehkan untuk dibunuh dalam perperangan ialah laki-laki dewasa saja, sementara perempuan, anak-anak, dan para pendeta tidak diperbolehkan untuk membunuhnya.

Kemudian, pembunuhan boleh dilakukan ketika menghukum pelaku kriminal. Maksudnya, membunuh dalam rangka menghukum. Hal ini tentu hanya berlaku bagi negara yang menerapkan hukuman mati.

Dalam Islam,  hukum mati boleh dilakukan ketika pelaku telah membunuh orang lain, melakukan pemberontakan dan melakukan kejahatan yang menganggu kenyaman hidup orang banyak.

Hukuman mati boleh dilakukan ketika di sebuah negara sepakat untuk menerapkannya dan orang yang diperbolehkan untuk melakukannya hanyalah pejabat yang sudah ditunjuk oleh hakim ataupun presiden.

Jika seorang melakukan pembunuhan misalnya, hukuman tersebut bisa diterapkan bila keluarga korban menuntut untuk membalasnya dengan bentuk hukuman yang setimpal (nyawa dibayar nyawa). Akan tetapi, hukuman qishash terbatalkan bila pelaku mendapatkan ampunan dan maaf dari keluarga korban.

Begitu pula dengan pelaku makar dan perusak hidup orang banyak, mereka baru bisa dihukum mati bila hakim dan pembuat kebijakan negara memutuskan hukuman mati untuk mereka. Wallahu a’lam.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow