Sayang Untuk Dilewatkan, Berikut Penjelasan Lengkap Akar Kata 'Puasa'

Sayang Untuk Dilewatkan, Berikut Penjelasan Lengkap Akar Kata 'Puasa'

Tulisan ini telah direvisi oleh penulis seperlunya dari tulisan yang pernah dimuat pada Rubrik Opini, di harian pagi Palopo Pos edisi 24 April 2020.

Opini | hijaupopuler.id

Hari Ahad ini, umat Islam memasuki hari kedua Ramadhan, yang identik dengan nama bulan puasa, walau sesungguhnya puasa hanya salah satu amaliah di selama Ramadhan tersebut.

Akhir-akhir ini ada ada segelintir orang yang enggan untuk tidak mengatakannya menolak menggunakan kata 'puasa' tersebut karena asal usulnya dianggap bukan berasal dari perbendaharaan bahasa Arab.

'Mereka' lebih familiar dengan istilah yang berbau Arab; shawm atau shiyaam; dalam batas tertentu sikap tersebut boleh-boleh saja, tidak sepenuhnya salah, boleh jadi karena terlanjur dengan familiar dengan istilah yang kearab-araban, atau apalah.

Kata 'puasa' disebut-sebut berasal dari bahasa Sanskerta. Sanskerta sendiri merupakan salah satu bahasa Indo-Eropa paling tua yang masih dikenal dan sejarahnya termasuk yang terpanjang. Bahasa yang bisa menandingi usia bahasa ini dari rumpun bahasa Indo-Eropa; kata Sanskerta sendiri berasal dari kata Saṃskṛtabhāsa, artinya bahasa yang sempurna.

Bahasa Sanskerta merupakan sebuah bahasa klasik India, sebuah bahasa liturgis dalam agama Hindu, Buddhisme. Posisinya dalam kebudayaan Asia Selatan dan Asia Tenggara bisa disejajarkan dengan posisi bahasa Latin dan Yunani di Eropa. Bahasa ini berkembang menjadi banyak bahasa-bahasa modern di anak benua India.

Kembali ke penyebutan kata 'puasa' dari bahasa Sanskerta tersebut, yaitu kata 'upavasa' yang berasal dari akar kata 'vas' berarti hidup, dan 'upa' berarti dekat. 'Upavasa' sendiri memiliki arti yang lebih penting dari sekedar menahan lapar dan haus, namun berarti dekat dengan (sesuatu) atau mendekatkan diri kepada sesuatu; tetapi 'sesuatu' itu apa?

Bagaimana proses panjang sehingga kata 'upavasa' tersebut menjadi 'puasa'?

Apakah 'puasa' dari peralihan bahasa Sanskerta menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, melalui pengaruh Hindu atau Budha, atau budaya lokal Jawa (Indonesia)? Entahlah; tapi setidaknya ada beberapa fakta berikut ini:

Istilah ‘upavasa’ ini amat dekat dengan agama Buddha. Ia dalam agama Buddha merupakan kewajiban seumur hidup bagi para Biksu. Kata ini dalam terminologi para biksu berarti hidup yang terbiasa dekat dengan Tuhan melalui doa dan berpegang teguh dalam hal tersebut.

Sumber lain menyebut bahwa asal usul kata 'puasa' dekat dengan tradisi Hindu, yang merupakan perubahan dari 'upawasa' yaitu merupakan turunan dari kata 'upavasa' tadi. Upawasa adalah persiapan 'mukso;' mukso adalah menahan diri untuk tidak makan dan minum, dan lain-lain.

Ketika Islam datang di Indonesia, pada wilayah-wilayah yang sebahagian penduduknya sudah mengenal dan akrab dengan tradisi Hindu tersebut mereka menemukan perintah 'shawm' atau 'shiyâm' yang implementasinya mirip dengan tradisi 'upawasa' tadi. Sehinga mereka pun menyebutnya puasa.

Pendapat lain menyebutkan bahwa sebelum datangnya Islam, di pulau Jawa telah dikenal istilah lokal (bukan dari bahasa Sanskerta), yaitu 'Pasa' yang berarti kekangan, mengekang, menahan diri dari sesuatu. Jadi, tradisi puasa sudah dikenal oleh agama-agama terdahulu, bahkan sebelum Hindu-Budha.

Lalu, apakah karena kata 'puasa' tersebut berasal dari bahasa yang bukan bahasa Arab tidak elok digunakan sebagai terjemahan kata shawm atau shiyam? Bukankah Alquran sendiri menyatakan bahwa istilah dan kewajiban shawm atau shiyam itu sudah dikenal oleh umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad saw? Atau bukankah sebahagian ibadah dalam Islam mengadaptasi dari tradisi dan ritual umat-umat sebelumnya?

Apapun terjemahan kata shawm atau shiyam itu, setidaknya puasa adalah latihan moral. Demikian pula kata 'puasa' yang diyakini berasal dari penggunaan yang bukan tradisi Arab dan atau bukan tradisi Islam, tetapi 'puasa' dalam masing-masing tradisi itu berbeda, mulai dari motif, tujuan, cara, termasuk hal-hal yang harus dihindari.

Sehingga tidak ada yang salah bila kita tetap menggunakan kata 'puasa' tersebut sebagai terjemahan dari kata 'shawm' atau 'shiyam.' Bukankah tidak ada satu kata dari bahasa pertama apabila diterjemahkan ke dalam bahasa kedua cakupan maknanya persis sama?

Abbas Langaji | Rektor IAIN Palopo

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow