UMKM: Pilar Rakyat, Bukan Sekadar Instrumen Pertumbuhan

UMKM: Pilar Rakyat, Bukan Sekadar Instrumen Pertumbuhan

Negara harus berpihak pada ekonomi rakyat. Jangan biarkan teknologi menjadi alat dominasi baru. Inovasi harus memanusiakan, bukan meminggirkan.

Opini | hijaupopuler.id

Hari UMKM Internasional yang diperingati hari ini, 27 Juni 2025, bukan sekadar agenda tahunan global. Bagi Indonesia—bangsa yang hidup dari peluh dan daya juang ekonomi rakyat kecil—hari ini semestinya menjadi refleksi nasional atas arah pembangunan: untuk siapa ekonomi kita tumbuh, dan siapa yang menopangnya?

UMKM menyumbang lebih dari 60% PDB nasional dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja. Mereka adalah fondasi nyata dari ekonomi Indonesia, bukan para spekulan, bukan konglomerat digital yang melipatgandakan cuan di meja algoritma.

Namun, justru para pelaku UMKM inilah yang sering kali tercecer dari peta strategi pembangunan. Mereka diharapkan naik kelas, tapi tanpa keadilan akses; mereka diminta adaptif, tapi dibiarkan bertahan hidup sendirian dalam pusaran disrupsi.

Kini, kita menyaksikan paradoks ekonomi digital: AI, robotisasi dan platformisasi memang meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun, uang tidak lagi beredar ke rakyat kecil.

Dulu, perusahaan menggaji pekerja; pekerja membelanjakan di pasar; pasar menyetor ke bank; dan bank menyalurkan pembiayaan kembali ke UMKM. Kini, uang mengalir ke server. Ke silicon valley. Ke para pemilik AI dan modal besar. Maka, sektor jasa yang dahulu menopang kemakmuran rakyat kini mulai keropos.

Banyak sektor jasa—kuliner rumahan, driver online, penulis lepas, hingga designer—mulai merasakan tekanan dari otomatisasi dan algoritmisasi. Pendapatan menurun, persaingan naik, sementara kebijakan negara belum hadir melindungi dan memberdayakan secara substansial.

Maka dari itu, saya hendak menegaskan: UMKM harus ditempatkan sebagai tulang punggung kedaulatan ekonomi nasional, bukan sekadar alat mengejar angka pertumbuhan. Pertumbuhan yang tidak menyebar, hanyalah pertumbuhan semu. Kita butuh pemerataan. Kita butuh ketahanan. Dan semua itu dimulai dari penguatan sektor riil—UMKM, pertanian, industri rumah tangga, koperasi produksi.

Digitalisasi itu perlu, tetapi tanpa revitalisasi produktivitas, tak akan ada lompatan kesejahteraan. Negara tidak cukup hanya menyalurkan KUR dan pelatihan daring. Negara harus melindungi, memberdayakan dan memastikan kepemilikan alat produksi di tangan rakyat. Itulah ekonomi Pancasila. Itulah ekonomi kerakyatan sejati.

Jangan sampai hari UMKM hanya menjadi peringatan formal. Jadikan ia tonggak kebangkitan. Saatnya ekonomi kembali ke rakyat. Negara harus berpihak pada ekonomi rakyat. Jangan biarkan teknologi menjadi alat dominasi baru. Inovasi harus memanusiakan, bukan meminggirkan.

Adzan Noor Bakri | Dosen, Korpus Abdimas LP2M UIN Palopo

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow