Aspek Etika dan Hukum dalam Kewirausahaan Modern
Etika dan hukum bukanlah hambatan, melainkan fondasi yang memastikan bisnis dapat tumbuh secara sehat, berkelanjutan dan dipercaya.
Opini | hijaupopuler.id
Dalam era persaingan bisnis yang semakin dinamis, keberhasilan suatu usaha kerap diukur melalui capaian finansial: seberapa cepat pertumbuhan omzet, seberapa luas pangsa pasar dan seberapa besar laba yang diraih.
Namun ukuran-ukuran ini sering kali mengesampingkan fondasi lain yang tidak kalah penting, yaitu etika dan hukum dalam praktik kewirausahaan. Padahal keberhasilan sejati dalam berwirausaha bukan hanya tentang mencapai untung sebesar-besarnya, tetapi juga tentang bagaimana keuntungan itu diraih apakah melalui cara yang sah, adil dan bertanggung jawab.
Etika dalam kewirausahaan merujuk pada prinsip-prinsip moral yang membimbing perilaku wirausahawan, seperti kejujuran terhadap konsumen, perlakuan adil terhadap karyawan dan kepedulian terhadap lingkungan.
Sementara itu, aspek hukum mengatur batasan legal yang wajib dipatuhi oleh setiap pelaku usaha, termasuk kepemilikan izin usaha, kewajiban membayar pajak, pemenuhan standar produk dan perlindungan hak kekayaan intelektual.
Kedua aspek ini saling melengkapi. Etika tanpa hukum dapat menjadi lemah dalam implementasi, sementara hukum tanpa etika berisiko menghasilkan kepatuhan yang semu dan formalistik saja. Maka kewirausahaan modern seharusnya berdiri di atas integrasi keduanya.
Sebagai ilustrasi, kita bisa melihat kasus yang sempat mencuat pada tahun 2023 silam, terkait penjualan produk makanan beku rumahan yang dipasarkan secara daring melalui media sosial dan e-commerce. Produk tersebut laris manis di pasaran karena dikemas secara menarik dan dijual dengan harga terjangkau. Namun, belakangan diketahui bahwa produk tersebut tidak memiliki izin edar dari BPOM, tidak mencantumkan komposisi bahan yang jelas dan belum bersertifikat halal.
Akibatnya, beberapa konsumen mengalami keracunan ringan dan kasus ini pun menarik perhatian otoritas. Produk tersebut akhirnya ditarik dari peredaran, dan pelaku usahanya dikenai sanksi administrasi.
Walaupun awalnya menguntungkan secara ekonomi, praktik usaha yang mengabaikan hukum dan etika justru mengakibatkan kerugian, baik secara finansial maupun reputasi.
Sebaliknya, kita juga dapat mencontoh perusahaan lokal seperti Burgreens, sebuah jaringan restoran makanan nabati yang tidak hanya mengedepankan inovasi produk sehat, tetapi juga menjunjung tinggi prinsip etika dan kepatuhan hukum.
Burgreens menjalin kemitraan yang adil dengan petani lokal, menerapkan prinsip ramah lingkungan, serta menjaga kepatuhan terhadap seluruh regulasi yang berlaku di sektor pangan. Komitmen ini menjadi salah satu faktor yang membuatnya dipercaya oleh konsumen, investor dan mitra usaha.
Etika dan hukum bukanlah hambatan, melainkan fondasi yang memastikan bisnis dapat tumbuh secara sehat, berkelanjutan dan dipercaya. Dalam dunia usaha yang makin transparan dan diawasi publik, satu kesalahan etis atau pelanggaran hukum bisa menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan usaha.
Oleh karena itu, sebagai wirausahawan modern, kita tidak boleh sekadar mengejar keuntungan. Kita harus memastikan bahwa setiap langkah bisnis yang diambil selaras dengan nilai moral dan tunduk pada aturan hukum. Dengan begitu, kita tidak hanya membangun usaha yang menguntungkan, tetapi juga yang bermartabat dan bertanggung jawab.
Masykur Zaini | Mahasiswa Kelas E6 Prodi PAI FITK UIN Palopo
Apa Reaksi Anda?






