Gerbang Sekolah, Gerbang Bangsa: Peran Ayah dalam Pembentukan Karakter Warga Negara

Gerbang Sekolah, Gerbang Bangsa: Peran Ayah dalam Pembentukan Karakter Warga Negara

Gerbang sekolah adalah lebih dari sekadar pintu masuk ke ruang kelas. Ia adalah simbol peralihan otoritas dan nilai dari keluarga ke institusi pendidikan.

Opini | hijaupopuler.id

Keluarga berperan sebagai pranata sosial paling fundamental yang membentuk dasar karakter warga negara. Salah satu elemen krusial dalam struktur keluarga adalah kehadiran ayah. Figur ayah dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, tidak hanya berfungsi sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pendidik utama yang bertanggung jawab terhadap internalisasi nilai, pembentukan identitas dan penguatan ketahanan psikososial anak.

Kehadiran ayah menjadi instrumen strategis dalam membangun modal sosial dan budaya yang berkontribusi langsung terhadap kualitas demokrasi serta keberadaban bangsa.

Menjawab urgensi ini, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) RI menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2025 Tentang Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI). Gerakan ini mendorong kehadiran ayah di hari pertama anak masuk sekolah sebagai bagian dari keterlibatan aktif dalam pendidikan anak. Kebijakan ini bukanlah sebatas program seremonial, melainkan respons kritis terhadap krisis relasi emosional dalam keluarga Indonesia.

Berdasarkan data UNICEF (2021), I-NAMHS (2022) dan BPS (2021), sekitar 20.9% anak Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah, dan hanya 37.17% anak usia 0–5 tahun diasuh langsung oleh kedua orang tua kandung. Angka ini menunjukkan lemahnya struktur pengasuhan di Indonesia, yang berimplikasi pada minimnya internalisasi nilai-nilai dasar kewarganegaraan seperti kasih sayang, tanggung jawab dan solidaritas sosial sejak dini.

Lebih memprihatinkan lagi, fakta dari UNICEF (2021) mengungkap bahwa 33% remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, namun hanya 4.3% orang tua yang menyadari kondisi tersebut. Ini menjadi bukti keterlibatan emosional orang tua, khususnya ayah, masih sangat rendah.

Maka kehadiran ayah di hari pertama sekolah anak tidak boleh direduksi sebagai seremoni simbolik, tetapi perlu dipahami sebagai strategic citizenship intervention. Intervensi strategis dalam membangun ketahanan psikologis dan karakter warga negara sejak dini.

Hari Pertama Sekolah dan Teori Attachment

Hari pertama sekolah merupakan momentum transisi psikososial yang sangat penting dalam perkembangan anak. Dalam teori attachment yang dikemukakan John Bowlby, kehadiran figur orang tua sebagai secure base memberi rasa aman dan kepercayaan diri pada anak untuk menjelajahi dunia baru. Ayah yang hadir di gerbang sekolah berperan sebagai jangkar emosional yang menguatkan adaptasi anak terhadap lingkungan baru. Ini adalah proses pendidikan kewarganegaraan dalam bentuk paling awal anak belajar mengenali otoritas baru (guru dan sekolah) dengan dukungan otoritas primer (ayah).

Secara praktis, kehadiran ayah memberikan banyak dampak positif, di antaranya; Meningkatkan rasa percaya diri anak, mengurangi kecemasan dan stres, memperkuat ikatan emosional keluarga, meningkatkan kemampuan sosial dan akademik, hingga membentuk karakter dan nilai moral.

Gerbang Sekolah: Simbol Peralihan Nilai dan Otoritas

Gerbang sekolah adalah lebih dari sekadar pintu masuk ke ruang kelas. Ia adalah simbol peralihan otoritas dan nilai dari keluarga ke institusi pendidikan. Ketika ayah hadir di titik ini, maka anak mengalami transisi yang lebih tenang dan aman karena dukungan emosional dari rumah dibawa hingga ke ruang publik.

Sebaliknya, ketiadaan ayah dapat menciptakan perasaan kehilangan, kesepian, bahkan penolakan terhadap sistem sosial baru. Pendidikan karakter tidak akan efektif jika fase-fase kritis seperti ini diabaikan oleh institusi keluarga.

Momentum yang Tak Tergantikan

Hari pertama sekolah bukan hanya tentang anak, tetapi juga tentang orang tua. Ini adalah waktu terbaik untuk membangun komunikasi awal antara orang tua dan guru, menyamakan visi pendidikan, serta menunjukkan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Ketidakhadiran ayah pada momen ini menciptakan emotional gap yang bisa berdampak jangka panjang terhadap rasa aman dan makna kehadiran dalam diri anak.

GATI: Sebuah Investasi Sosial dan Kewarganegaraan

Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) adalah bentuk policy citizenship yang menjadikan keluarga sebagai subjek utama dalam pembangunan karakter bangsa. Ini adalah kebijakan yang menempatkan nilai Pancasila khususnya nilai kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai dasar pengasuhan anak. Melalui GATI, negara tidak hanya mengakui peran keluarga dalam pendidikan, tetapi juga mengajak masyarakat untuk membangun bangsa dari unit terkecil: keluarga.

Kehadiran ayah di hari pertama sekolah adalah awal dari kebersamaan yang membentuk manusia-manusia Indonesia yang utuh: memiliki empati, percaya diri, disiplin dan berkarakter. Ini adalah implementasi nyata dari sila kedua Pancasila dan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak, yang berakar dari keluarga sebagai institusi pendidikan pertama dan utama.

Dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, interaksi keluarga dan negara adalah titik krusial dalam pembentukan warga negara yang cerdas, beretika dan bertanggung jawab. Kehadiran ayah di hari pertama sekolah merupakan langkah konkret dalam memperkuat pilar-pilar kebangsaan sejak dini. Dari gerbang sekolah, anak-anak belajar bahwa mereka tidak sendiri. Bahwa keluarga, masyarakat dan negara berjalan bersama mengantarkan mereka menjadi warga negara yang tangguh dan beradab.

Agustan | Dosen PPKn UIN Palopo

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow