Bagaimana Islam Memandang Gosip Dan Infotainment? Berikut Beberapa Penjelasannya!

Bagaimana Islam Memandang Gosip Dan Infotainment? Berikut Beberapa Penjelasannya!

Gosip dan infotainment cukup memiliki tempat di mata masyarakat dewasa ini. Bagaimana Islam memandang keduanya? Silahkan simak penjelasan lengkap di bawah. Sumber gambar ilustrasi terkait : Tirto.id

Perspektif | hijaupopuler.id

Gosip dan infotainment sepertinya cukup lekat dalam kehidupan kita sehari-hari. Tanpa sadar, tidak sedikit orang yang bahkan ikut bergosip. Kadang muncul anggapan bahwa gosip hanya masalah kecil, tidak perlu diributkan, apalagi sampai dilarang. Bahkan dengan bergosip acara kumpul-kumpul dengan teman bisa jadi lebih seru katanya.

Pandangan di atas berbeda dengan pendapat ahli, khususnya dari kalangan agamis kontemporer nusantara. Sebagai contoh menurut catatan penulis, pernyataan dari Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA, Menteri Agama RI saat ini, yang disampaikannya ketika masih menjabat sebagai Wamenag antara tahun 2011 sampai 2014 silam.

“Tayangan infotainment yang mengandung gosip, pribadi keluarga, rumah tangga seseorang yang pada akhirnya mengandung ghibah, tentu sangat tidak pantas untuk ditayangkan dan sebagai tontonan publik,” ungkap Prof Nasar.

Terlepas dari perbedaan tersebut, faktanya, gosip dan infotainment cukup memiliki tempat di mata masyarakat dewasa ini. Bahkan melalui media massa berkembang dengan cepat, dan tetap akan menjadi acara penting di industri hiburan. Ia mengayuh di antara gelombang industri yang dibangun pelaku-pelaku inti, dan mendapatkan imbasnya dari sana.

Menjadi menarik untuk melihat lebih dalam persoalan gosip dan infotainment ini dari berbagai sudut pandang. Acara infotainment-yang di dalamnya banyak diisi dengan gosip tentang public figure, sejatinya dapat dikaji dari berbagai sudut pandang. Ini yang selanjutnya melahirkan perfektif beragam akan kedua hal tersebut.

Di dalam tulisan ini hanya akan dikhususkan menurut cara pandang Islam, dengan menggunakan pendekatan ilmu Fikih. Walau dipahami bahwa di dalam Islam sendiri terdapat beberapa paham keagamaan (teologi), yang sudah barang tentu juga melahirkan penafsiran berbeda dalam menjelaskan sebuah fenomena.

Apa yang dimaksud dengan gosip dan Infotainment?

Jika gosip sekadar memaksudkan obrolan santai, kadang-kadang itu mungkin tidak ada salahnya, 'berminat pada kehidupan orang lain.' Ini tidak berarti seseorang mencampuri urusan yang tidak ada hubungannya dengannya. Namun, obrolan santai sering kali berisi informasi berguna, misalnya siapa (artis) yang mau menikah atau yang baru punya bayi. Sebenarnya seseorang tidak bisa dikatakan peduli terhadap orang lain jika kita tidak pernah membicarakan mereka.

Dalam bahasa Cina kata untuk gosip adalah shén-tán; bahasa Finlandia juoru; bahasa Italia pettegolézzo; bahasa Spanyol chisme. Gosip bersifat universal. Dalam beberapa bahasa, kata gosip dapat mempunyai konotasi negatif. Dalam bahasa Inggris kata gossip pada dasarnya berarti percakapan iseng, pembicaraan tentang hal-hal yang ringan.

Namun yang cukup menarik bahwa istilah itu dalam bahasa Inggris telah memperoleh konotasi negatif. Gossip (gosip) sering kali didahului oleh kata malicious (jahat, buruk) atau hurtful (menyakiti). Hal ini karena percakapan iseng sering sekali merupakan pembicaraan yang menyakiti atau menyebabkan kesulitan.

Gosip bahkan dapat menjadi fitnah yang terang-terangan, yang telah didefinisikan sebagai 'diucapkannya tuduhan palsu atau gambaran yang salah yang mempermalukan dan merusak reputasi orang lain.' Sehingga tidaklah mengherankan apabila pepatah kuno mengatakan, 'Angin utara pasti mendatangkan hujan; begitu pula pergunjingan pasti menimbulkan kemarahan.'

Secara sederhana gosip dalam pandangan Islam dapat diistilahkan dengan istilah ghibah, yakni kegiatan menceritakan dan menyebarluaskan keburukan atau aib orang lain. Gosip atau membincangkan orang lain dengan cara tertentu, dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Apapun yang dibincangkan mengenai cacat fisik, asal-usul silsilah, tingkah laku, akhlak, keyakinan atau bahkan pakaian, rumah dan kendaraannya, semua patut diduga sebagai ghibah.

Selain itu, gosip dapat juga berkenaan dengan tubuh seseorang, ghibah dapat berupa umpatan dengan mengatakan bahwa dia botak, pendek, tinggi, hitam, kulit kuning, atau menggambarkan kondisi fisik sehingga yang bersangkutan tidak merasa nyaman.

Sama halnya ketika seseorang membicarakan orang lain-tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, terkait dengan silsilah keluarga, gunjingan bisa dimulai dengan menceritakan kondisi orang tua seseorang yang dinilainya 'memprihatinkan,' sehingga yang bersangkutan tidak akan senang bila mendengarnya.

Begitu juga berkenaan dengan tingkah laku dan kebiasaan seseorang, misalnya dengan menyebut sifatnya yang tidak sopan, kikir, angkuh, seorang pengecut, si lemah hati, tidak bertanggung jawab, dan atribusi sejenis lainnya.

Kaitannya dengan amal ibadah, gosip atau ghibah dapat dikemukakan dengan pernyataan semacam: dia pencuri, seorang pembohong, pemabuk, suka curang, seorang penindas, tidak menunaikan shalat atau zakat, ruku’ atau sujudnya tidak sempurna, gegabah dalam urusan membersihkan najis, tidak berbakti kepada orang tua, tidak membayar zakat dengan benar, atau tidak menjaga puasanya dari hal cabul, fitnah dan menggunjingkan orang lain. Intinya, membicarakan kesalahan orang lain yang tidak hadir dengan maksud menyelamatkan seseorang dari gangguan orang tersebut. Semacam ini patut dikategorikan ber-ghibah.

Tidak jauh berbeda dengan gosip, infotainment adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Merupakan singkatan information and entertainment. Infotainment di Indonesia identik dengan acara televisi atau di internet yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaiannya yang unik.

Tetapi bagaimana sebenarnya masyarakat kita mendefinisikan infotainment di atas nilai-nilai yang sedang bergeser. Acara ini mendapat perhatian tinggi (dibanding acara lain di media massa) sejalan dengan nilai yang terus berubah.

Secara global tampaknya orang-orang memiliki seperangkat nilai luhur yang sama. Situasinya tampak cerah, dahulu nilai masyarakat didasarkan pada prinsip agama dan moral turun-temurun. Akan tetapi, keadaannya berubah dengan cepat. Itulah sebabnya untuk meraup keuntungan yang besar, bisnis media menggunakan segala cara untuk menaikkan popularitas acara tertentu tanpa memandang value yang makin merosot.

Lalu bagaimana Islam memandangnya?

Gosip dan Infotainment (ghibah) mendapat perhatian serius dalam pandangan Islam. Dapat dilihat dalam hadits Rasulullah saw berikut: 

"Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Tahukah kamu apakah ghibah itu? Jawab sahabat: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi bersabda: Menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Ditanya: Bagaimanakah pendapatmu kalau itu memang sebenarnya ada padanya? Jawab Nabi: Kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang bernama ghibah. Tetapi jikalau menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kau telah menuduhnya dengan kebohongan (yang lebih besar dosanya)." (HR Muslim)

Berdasarkan hadits di atas telah jelas bahwa ghibah adalah menceritakan sesuatu tentang diri saudara kita yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib seseorang kepada orang lain.

Allah swt sangat membenci perbuatan ini, dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Lihat QS Al-Hujurảt [49] ayat 12.

Tukang ghibah melakukan dua pelanggaran; pertama, ia berdosa kepada Allah swt, dan sudah semestinya menunjukkan penyesalan dengan bertaubat. Kedua, ia menzalimi hak saudara seimannya. Jika kabar mengenai pergunjingan sampai kepada pihak yang digunjingkan, sang penyebar gosip harus meminta maaf kepada yang bersangkutan, dan mengungkapkan penyesalan atas perbuatannya tersebut.

Bentuk-bentuk ghibah

1. Ghibah dalam hati. Seseorang tidak boleh menceritakan kesalahan orang lain, juga tidak boleh memikirkan dan menduga-duga walau di dalam hati. Berprasangka buruk menegenai seorang muslim tanpa dasar yang jelas, adalah berghibah dalam hati.

2. Ghibah dengan lisan. Banyak orang entah disengaja ataupun tidak sering kali manusia lupa akan keharaman ghibah sehingga mereka menganggap remeh dan melakukan hal itu setiap hari.

3. Ghibah dengan tulisan. Terjadi ketika seseorang lewat tulisannya menceritakan orang lain, walaupun ia mengungkapkan kebenaran. Kondisi seperti ini termasuk ghibah dan dia disebut mughtab atau penggunjing. Jika isi tulisannya dusta belaka, dia menyatukan dua hal, yakni ghibah dan kidzb (bohong). Hal ini sebagaimana dapat dirasakan dari maraknya kasus terkait terutama di media sosial.

Sebab-sebab terjadinya ghibah

Pertama, banyaknya waktu luang atau kosong. Berghibah di waktu lowong, membuat seseorang lupa segalanya.

Kedua, adalah kesombongan. Kita merasa diri kita lebih tinggi, lebih terhormat, dan lebih baik daripada yang dighibahkan.

Ketiga, yaitu memunculkan rasa bangga dengan mencela dan mengghibahkan orang lain. Yang mana rasa bangga itu sendiri muncul karena adanya kesombongan.

Keempat, yaitu merasa dirinya buruk, akan dicela, dan akan dikritik. Maka, orang-orang yang seperti ini akan berpikir lebih dahulu mengkritik atau mencela ketimbang dicela atau dikritik orang.

Kelima, adalah sebagai pelampiasan kesalahan. Bisa juga balas dendam atas kritikan yang pernah dilakukan orang lain terhadapnya.

Selanjutnya keenam, yaitu mengikuti teman. Dengan asyik mereka menambahkan, membetulkan, atau sekedar menyenangkan hati orang yang mengghibah.

Ketujuh, yaitu lingkungan yang memungkinkan untuk mengghibah. Lingkungan yang jauh dari lingkaran Ketuhanan.

Kedelapan, adalah bermaksud untuk bercanda tapi kelewatan dengan mencirikan cacat tubuh atau fisik.

Kesembilan, yaitu mencari perhatian orang lain. Dengan membawa ghibah yang dianggap paling ganas, dia akan mendapatkan perhatian orang lain.

Dan yang terakhir, kesepuluh, adalah keinginan memperoleh maksud dan tujuan yang secara culas. Tidak mau berjuang lewat jalan yang benar. Dengan mengghibahkan pihak lain yang dianggap lebih jelek dari dirinya, dia berharap dapat mencapai tujuan-mungkin kekuasaan, popularitas, relasi dan lainnya.

Macam-macam ghibah yang diperbolehkan

Beberapa situasi memperbolehkan kita untuk memberitahu orang lain berkenaan dengan perbuatan seseorang. Kasus-kasus tersebut oleh para ulama Islam tidak digolongkan sebagai ghibah dan orang tidak akan berdosa jika melakukannya.

Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim dan Riyadhu As-Shalihin, menyatakan bahwa ghibah hanya diperbolehkan untuk tujuan syara’ yang disebabkan oleh enam hal, yaitu:

Pertama, orang yang mazhlum (teraniaya) boleh menceritakan dan mengadukan kezaliman orang yang menzaliminya kepada seorang penguasa atau hakim atau kepada orang yang berwenang memutuskan suatu perkara dalam rangka menuntut haknya. Hal ini dijelaskan dalam QS An-Nisả’ [4] ayat 148-149.

Kedua, meminta bantuan untuk menyingkirkan kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat kembali ke jalan yang benar. Pembolehan ini dalam rangka isti'anah (minta tolong) untuk mencegah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang hak.

Ketiga, istifta’ (meminta fatwa) akan sesuatu hal. Walaupun kita diperbolehkan menceritakan keburukan seseorang untuk meminta fatwa, untuk lebih berhati-hati, ada baiknya kita hanya menyebutkan keburukan orang lain sesuai yang ingin kita adukan.

Keempat, menceritakan kepada khalayak tentang seseorang yang berbuat fasik atau bid'ah, seperti; minum-minuman keras, menyita harta orang secara paksa, memungut pajak liar atau perkara-perkara bathil lainnya.

Kelima, untuk mengenal kepada orang yang memiliki julukan sehingga lebih mudah. Bila seseorang telah dikenal dengan julukan si mancung, si putih, si gemuk atau sebagainya, maka kita boleh memanggilnya dengan julukan di atas agar orang lain langsung mengerti. Tetapi jika tujuannya untuk menghina, maka haram hukumnya.

Dalam kasus-kasus di atas kita tidak diperbolehkan menyembunyikan perihal yang penting untuk dikatakan. Dan semua bentuk pembicaraan mengenai orang lain semacam itu sah menurut hukum Islam. Wallahu a’lam.

Reski Azis SSosI MPdI
Komisaris PT Hijau Populer Nusantara (Hipnu)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow