Dilema Tim Sukses di Bulan Puasa

Ingatlah bahwa keimanan sejati bukan hanya soal apa yang tampak dari luar, tapi juga soal hati yang bersih dan niat yang ikhlas dari dalam diri seorang muslim sejati.
Opini | hijaupopuler.id
Bulan puasa bagi tim sukses politik adalah waktu yang penuh dengan dilema. Di satu sisi, mereka harus bekerja keras untuk memenangkan calon yang mereka dukung. Namun di sisi lain, mereka harus menahan diri untuk tidak menyerang lawan politik.
Mau bagaimana lagi? Dalam suasana Ramadan yang penuh berkah ini, menyerang lawan politik secara terbuka tentu bisa jadi bumerang. Bukankah kita diajarkan untuk lebih peduli dan beriman di bulan yang mulia ini?
Tim sukses yang biasanya dikenal dengan strategi serang-serangan lewat media sosial, kini harus mengganti taktik. Tidak ada lagi meme yang menyindir dengan kata-kata tajam. Tidak ada lagi video serangan pribadi. Yang ada justru lomba untuk menjadi orang yang paling peduli.
"Coba lihat, kami lebih peduli dengan masyarakat! Kami berbagi takjil di jalanan!" begitu kira-kira mereka beriklan. Lantas, siapa yang paling peduli? Pastinya mereka yang menampilkan calonnya yang berbagi! Pokoknya yang penting ada caption yang menunjukkan mereka lebih ikhlas memberi dibanding lawan politiknya.
Tentu saja dalam dunia komunikasi politik, hal ini disebut sebagai framing atau cara membingkai pesan. Ketika lawan politik membuat kesalahan atau terlihat kurang peduli, tim sukses akan memanfaatkan momen tersebut untuk menampilkan calonnya sebagai pahlawan yang peduli dengan rakyat.
Mereka memanfaatkan bulan Ramadan ini untuk menciptakan citra yang sangat bersih dan religius. Bahkan tanpa sadar, ada yang sampai mengupload foto calonnya sedang membaca Alquran dengan caption bulan penuh berkah ini, saya ingin lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Namun jangan salah, mereka yang berlomba menjadi yang paling beriman pun sebenarnya harus mengikuti teori komunikasi politik yang lebih subtil.
Dalam kajian komunikasi politik, salah satu teori yang cukup relevan di bulan puasa ini adalah teori rational choice dimana setiap tindakan politik dipandu oleh pertimbangan rasional.
Artinya, ketika tim sukses berlomba menjadi yang paling peduli, mereka sebenarnya sedang menghitung dampaknya pada citra calon mereka.
Bukankah itu tujuan utama mereka? Mereka tahu betul, citra positif di mata publik akan meningkatkan elektabilitas calon. Soal niat tulus atau tidak, itu urusan belakangan.
Tentu saja, ada paradoks yang muncul di sini. Tim sukses yang harusnya berfokus pada membangun kepercayaan terhadap calon mereka, justru lebih sibuk mengalahkan lawan lewat simbol-simbol religius.
Akhirnya, apa yang terjadi? Saling berlomba untuk jadi paling peduli, saling pamer kebaikan, dan yang paling penting, saling mengklaim diri sebagai umat yang paling beriman.
***
Kalau kita mengaitkan dengan pandangan agama, sebenarnya ada ketegangan antara niat politik dan ajaran agama. Di dalam Islam misalnya, Ramadan adalah bulan yang menuntut umat untuk beribadah lebih khusyuk, menahan diri dari godaan duniawi dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Menjaga lisan dan perbuatan, jauh dari kebohongan dan fitnah, adalah salah satu inti ajaran puasa. Namun, tim sukses yang berlomba menunjukkan diri sebagai orang yang lebih peduli, bisa jadi terjebak dalam pamer kebaikan.
Walau niat awalnya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, pada prakteknya bisa berpotensi menimbulkan riya' suatu perbuatan yang hanya tampak baik di hadapan orang lain, padahal belum tentu tulus.
Namun dalam dunia politik, menunjukkan kepedulian juga adalah sebuah performance yang tidak bisa dihindari. Di sini, penting untuk memadukan nilai-nilai agama dengan strategi komunikasi yang efektif.
Tapi kadang kala, mereka lupa bahwa dalam agama niat yang tulus itu jauh lebih penting dibandingkan sekadar tampak baik. Tapi ya, yang namanya politik, ada saja cara untuk membuat tampak seolah-olah tulus.
Jadi, bagi tim sukses yang sedang menjalani bulan puasa ini, jangan sampai lupa. Tetap peduli, tapi jangan sampai peduli hanya untuk pencitraan.
Ingat, bahwa keimanan sejati bukan hanya soal apa yang tampak di luar, tapi juga soal hati yang bersih dan niat yang ikhlas. Tapi, ya, siapa yang tidak tahu, di dunia politik, semua hal bisa dipoles jadi terlihat lebih sempurna. Bahlan kalau perlu, foto berbagi takjil dengan caption 'Ini untuk rakyat, demi keberkahan' bisa jadi alat ampuh untuk menambah citra.
Kita hanya bisa berharap, meski semuanya serba strategis, semoga bulan Ramadan ini tetap bisa membawa berkah yang sejati, baik untuk rakyat maupun bagi tim sukses yang terjebak dalam dilema antara kepentingan politik dan ajaran agama.
Mr. Is, Palopo, 1 Maret 2025
Apa Reaksi Anda?






