Ilmu, Etika dan Spiritualitas; Pilar Peradaban Islam Berlandaskan Sains

Ilmu, Etika dan Spiritualitas; Pilar Peradaban Islam Berlandaskan Sains

Aristoteles dan Al-Ghazali, dua tokoh besar dikenal sebagai filsuf dengan latar belakang budaya yang berbeda, dinilai memiliki titik temu yang mendalam terkait soal-soal seperti ilmu, etika dan spritualitas.

Perspektif | hijaupopuler.id

Abad ke-8 hingga ke-13 merupakan masa kejayaan Islam yang juga sering disebut dengan The Golden Age of Islam, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah.

Fakta menarik mengenai perkembangan keilmuan Islam yang begitu pesat yakni kemajuan yang dicapai tidak hanya berjejak pada ilmu pengetahuan, tetapi juga dibangun dengan landasan etika dan spiritual yang kuat, dimana sejatinya tiga hal itu tidak pernah dipisahkan di dalam Islam itu sendiri. Hal inilah yang pernah membuat Islam menjadi mercusuar keilmuan di dunia selama berabad-abad lamanya.

Dalam ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan bukanlah hal yang kontradiktif terhadap agama. Justru Islam selalu mendorong umatnya untuk berpikir, merenung dan terus menggali ilmu pengetahuan.

Banyak ayat Alquran yang mengajak manusia untuk senantiasa menggunakan akalnya, seperti memperhatikan alam semesta untuk melihat dan berfikir bagaimana bumi dibentangkan, langit ditinggikan, dan segala sesuatu yang diciptakan dengan begitu teratur. Ini adalah dorongan lansung agar umat Islam giat menjelajah dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Tokoh-tokoh Islam seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Khwarizmi dan Al-Biruni tidak hanya dikenal sebagai ilmuan yang hebat dengan pengetahuannya di bidang sains, tetapi juga ahli dalam ilmu agama seperti filsafat serta memiliki pribadi dengan spiritual yang mendalam.

Bagi mereka ilmu adalah jalan menuju Tuhan, sehingga mempelajari suatu ilmu bukan hanya untuk pengetahuan semata, tetapi juga untuk lebih mengenal-Nya.

Artinya Islam dan sains bukanlah dua hal yang terpisah, tetapi keduanya memiliki pengertian berbeda namun saling melengkapi, atau bisa dikatakan keduanya berjalan selaras. Mempelajari sains bukan hanya aktivitas dunia semata namun juga sebagai bentuk syukur atas akal yang diberikan Allah swt.

Sejarah mengajarkan ilmu tanpa etika adalah petaka. Teknologi yang canggih akan menjadi senjata yang disalahgunakan jika tidak dibarengi dengan moral. Contohnya penggunaan senjata pemusnah massal, pengrusakan lingkungan atau penciptaan ketimpangan sosial.

Oleh karna itu etika dipandang sebagai hal yang penting. Karena ia menjadi penyeimbang antara kemampuan dan tanggung jawab sehingga tidak menyebabkan kerusakan.

Rasulullah saw sendiri senantiasa beroda agar dilindungi dari ilmu yang tidak bermanfaat. Hal ini menegaskan bahwa ilmu pengetahuan harus memberikan kemaslahatan dan dampak positif bagi masyarakat luas.

Etika dalam ilmu meliputi kejujuran sosial, tanggung jawab sosial, keadilan sosial dan menghormati hak individu. Seorang ilmuwan tidak hanya dituntut untuk unggul dalam kognitif, tetapi juga memegang etika ilmu untuk memastikan jika penelitian dan pengaplikasiannya dilakukan dengan bertanggung jawab dan aman bagi manusia serta lingkungan.

Spiritualitas adalah dimensi terdalam dari kehidupan manusia, yang tidak hanya berisi ritual atau doa, tetapi kesadaran batin yang mempengaruhi setiap sikap dan tindakan.

Dalam konteks peradaban Islam, spiritualitas menekankan pada hubungan yang mendalam/batin kepada Allah swt melalui keyakinan dan pemahaman tentang makna hidup. Hal ini juga bersifat holistik, mencakup kebutuhan ruh dan badan, serta mendorong umat untuk mencapai kebajikan tertinggi di dalam hidupnya.

Spiritualitas adalah ruh yang menghidupkan ilmu dan etika. Ilmu akan kering dan etika bisa kehilangan arah jika tidak dilandasi spiritualitas.

Di dalam Islam, spiritualitas dibangun melalui hubungan erat kepada Allah swt, kesadaran akan keterbatasan diri dan kepasrahan terhadap takdir Tuhan. Spiritualitas juga menjaga manusia dari pribadi yang materialistik. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah tujuan yang utama. Tujuan sejati adalah mendapatkan ridha Allah swt dan menyebarkan kebaikan.

Meski ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami kemajuan, namun krisis jiwa yang miskin makna masih belum mengalami perubahan. Krisis lingkungan, moral, hingga identitas menjadi momok di masyarakat.

Jadikanlah pengalaman sebagai pembelajaran, dengan melihat peradaban Islam di masa lalu, bagaimana mereka mampu membangun kemajuan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas dalam bermoral dan berspiritual.

Membangun kembali peradaban Islam bukan berarti meniru ataupun menjadi suatu hal yang kolot atau tidak mengikuti perkembangan zaman di masa kini.

Faktanya integritas ilmu, etika dan spiritualitas mampu meningkatkan pemahaman mengenai ketuhanan dan dunia. Penggunaan teknologi yang bertanggung jawab dan membentuk masyarakat yang harmonis di mana hal-hal ini memiliki dampak yang berkelanjutan.

Ilmu yang sejati adalah yang membawa kemanfaatan bagi masyarakat secara meluas, dan etika adalah penjaganya sedangkan spiritualitas adalah ruhnya.

Ketiga hal tersebut harus selalu berjalan berdampingan agar membangun peradaban yang memiliki perkembangan maju pada bidang teknologi, indah dengan sentuhan moral yang tertata, dan kokoh dengan landasan iman.

Jadilah manusia yang tidak hanya tahu, tapi juga peduli terhadap sesama (makhluk dan lingkungan), yang dilandasi iman kepada Tuhan.

FatmaInayah | Mahasiswa Semester 2 Prodi Tadris Matematika UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow