Pendidikan Tanpa Akhlak Hanyalah Mesin : Meneladani Rasulullah Sebagai Jalan Membangun Peradaban Beradab

Pendidikan Tanpa Akhlak Hanyalah Mesin : Meneladani Rasulullah Sebagai Jalan Membangun Peradaban Beradab

Tulisan ini mengkaji bagaimana teladan Rasulullah ﷺ dalam mendidik, dapat diintegrasikan dengan realitas pendidikan modern serta memberikan jawaban atas tantangan zaman. Foto : ibtimes.id

Opini | hijaupopuler.id

Pendidikan pada hakikatnya bukan hanya proses transfer pengetahuan, melainkan juga usaha membentuk manusia seutuhnya—cerdas secara intelektual, matang secara emosional, dan luhur secara moral. Dalam konteks ini, Rasulullah Muhammad ﷺ tampil sebagai figur pendidik par excellence yang keberadaannya melampaui zaman. Beliau bukan hanya menyampaikan wahyu, tetapi juga mendidik umat dengan penuh kasih sayang, keteladanan, dan kebijaksanaan.

Di era modern, pendidikan menghadapi tantangan besar: krisis moral, degradasi akhlak, derasnya arus informasi, dan pengaruh budaya global yang sering kali kontraproduktif dengan nilai luhur. Oleh karena itu, meneladani Rasulullah ﷺ dalam mendidik menjadi relevan dan urgen.

Tulisan ini mengkaji bagaimana teladan Rasulullah ﷺ dalam mendidik, dapat diintegrasikan dengan realitas pendidikan modern serta memberikan jawaban atas tantangan zaman.

Rasulullah Sebagai Pendidik Agung

Rasulullah ﷺ diutus bukan hanya sebagai penyampai risalah, tetapi juga sebagai pendidik umat. Alquran menegaskan,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ 

Yang terjemahnya,

“Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21).

Ayat ini menegaskan dimensi pendidikan Rasulullah ﷺ yang terejawantah dalam praktik kehidupan sehari-hari. Beliau tidak hanya mengajar dengan lisan, melainkan mendidik melalui akhlak (uswah hasanah).

1. Keteladanan (Uswah)

Rasulullah ﷺ menanamkan nilai melalui perilaku nyata. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah menyebutkan bahwa pendidikan berbasis teladan lebih efektif dibandingkan sekadar instruksi verbal, karena anak-anak meniru lebih banyak daripada mendengar (Khaldun, 2000).

2. Kasih Sayang dan Kelembutan

Hadis riwayat al-Bukhari mengisahkan bagaimana Rasulullah ﷺ memendekkan shalat ketika mendengar tangisan bayi, menunjukkan kepekaan dan empati. Sikap ini mengajarkan bahwa pendidikan harus memperhatikan kondisi psikologis peserta didik.

3. Dialog dan Partisipasi

Rasulullah ﷺ sering berdialog dengan sahabat dan bahkan anak kecil. Beliau bertanya, mendengar, lalu memberikan jawaban yang sesuai kapasitas audiens. Prinsip ini sejalan dengan teori pendidikan modern yang menekankan student-centered learning.

4. Apresiasi dan Motivasi

Rasulullah ﷺ menghargai setiap kebaikan, meskipun kecil. Hadis menyebut,

“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apa pun...” (HR. Muslim).

Dalam konteks pendidikan, apresiasi ini memupuk motivasi dan kepercayaan diri peserta didik.

Tantangan Pendidikan Modern Abad 21

Pendidikan abad ke-21 dihadapkan pada dinamika global yang kompleks, di mana perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta arus globalisasi berlangsung dengan sangat cepat. Kondisi ini menghadirkan peluang besar bagi kemajuan peradaban manusia, namun sekaligus menimbulkan tantangan yang serius bagi dunia pendidikan. Tantangan tersebut dapat diuraikan ke dalam beberapa aspek.

1. Krisis Moral dan Karakter

Kemajuan teknologi dan globalisasi budaya seringkali diikuti oleh melemahnya kontrol nilai. Generasi muda menghadapi godaan hedonisme, konsumerisme, dan individualisme, yang dapat menggerus moralitas serta akhlak.

Fenomena seperti kekerasan, intoleransi, hingga degradasi etika digital menjadi indikator nyata bahwa pendidikan tidak cukup hanya menekankan aspek kognitif, tetapi harus memperkuat dimensi afektif dan spiritual.

2. Disrupsi Teknologi dan Transformasi Digital

Teknologi digital telah merevolusi cara manusia belajar, bekerja dan berinteraksi. Kehadiran internet, media sosial, kecerdasan buatan, dan big data menuntut pendidikan untuk beradaptasi.

Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, melainkan fasilitator yang membimbing siswa dalam memilah informasi yang valid dan bermanfaat. Literasi digital, keamanan siber, serta etika bermedia menjadi kebutuhan mendesak dalam kurikulum.

3. Kesenjangan Akses dan Kualitas Pendidikan

Meski teknologi menawarkan peluang akses yang lebih luas, kenyataannya masih terdapat kesenjangan yang signifikan, baik antara perkotaan dan pedesaan maupun antara negara maju dan berkembang.

Digital divide menyebabkan sebagian peserta didik tertinggal dalam mengakses sumber belajar modern. Hal ini menuntut adanya kebijakan yang lebih inklusif agar pendidikan dapat diakses secara merata dan adil.

4. Globalisasi dan Identitas Budaya

Globalisasi menghadirkan percampuran budaya yang intensif. Sementara hal ini dapat memperkaya perspektif, di sisi lain dapat melemahkan identitas budaya lokal dan nasional.

Pendidikan dituntut untuk mampu menanamkan jati diri, karakter kebangsaan, serta sikap toleransi agar generasi muda tidak tercerabut dari akar budaya dan nilai spiritualnya.

5. Kompleksitas Kompetensi Abad ke-21

Tantangan lain adalah kebutuhan akan kompetensi baru yang lebih kompleks. Generasi abad ke-21 tidak cukup hanya dibekali kemampuan literasi baca-tulis, tetapi juga literasi digital, numerasi, kolaborasi, komunikasi, kreativitas, berpikir kritis, dan kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan.

Hal ini menuntut pergeseran paradigma pendidikan dari content-based learning menuju competency-based learning.

Relevansi Teladan Rasulullah dalam Pendidikan Modern

Nilai-nilai pendidikan Rasulullah ﷺ dapat dipadukan dengan pendekatan pedagogis modern, sehingga lahirlah model pendidikan yang holistik.

1. Pendidikan Berbasis Kasih Sayang (Compassionate Pedagogy)

Kasih sayang Rasulullah ﷺ merupakan fondasi pendidikan. Dalam praktik modern, hal ini sejalan dengan pendekatan compassionate pedagogy yang menekankan empati, perhatian, dan kepedulian pada kesejahteraan emosional peserta didik (Cornelius-White, 2007).

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan modern menekankan pentingnya character building. Rasulullah ﷺ telah mendahului hal ini dengan sabdanya,

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. al-Bukhari).

Integrasi akhlak ke dalam kurikulum modern bukanlah tambahan, melainkan inti pendidikan itu sendiri.

3. Literasi Digital dengan Etika

Rasulullah ﷺ menekankan pentingnya amanah dalam setiap aktivitas. Dalam konteks literasi digital, nilai amanah dapat diterjemahkan sebagai penggunaan teknologi secara bertanggung jawab: tidak menyebar hoaks, menjaga privasi, dan menghindari ujaran kebencian.

4. Inklusivitas dan Toleransi

Rasulullah ﷺ membangun masyarakat Madinah yang plural. Pendidikan modern perlu meneladani semangat inklusif ini dengan menanamkan nilai toleransi, menghargai keberagaman, dan menolak diskriminasi.

5. Dialog Interaktif

Metode dialog Rasulullah ﷺ relevan dengan paradigma student-centered learning. Guru modern dapat mengadopsi model pembelajaran berbasis diskusi, tanya jawab, dan kolaborasi, bukan sekadar ceramah satu arah.

Meneladani Rasulullah ﷺ dalam mendidik bukan sekadar nostalgia historis, tetapi sebuah keniscayaan bagi dunia pendidikan modern. Nilai-nilai yang beliau ajarkan—keteladanan, kasih sayang, dialog, apresiasi, dan toleransi—sangat relevan untuk menjawab krisis moral, disrupsi teknologi, dan fragmentasi pendidikan.

Integrasi teladan Rasulullah ﷺ dengan pendekatan pedagogi kontemporer akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter mulia. Pada akhirnya, meneladani Rasulullah ﷺ adalah jalan membangun peradaban modern yang cerdas, beretika dan beradab.


Dr Arifuddin SPdI MPd | Dosen, Kepala TIPD UIN Palopo

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow