Serial Jumat (Edisi 10) : Tauhid dan Kemandirian Jiwa
Orang yang menggantungkan diri pada Allah swt, justru akan lebih kuat, lebih tegar, dan lebih berani menghadapi dunia. Foto : health.kompas.com dan penulis.
Islami | hijaupopuler.id
Gak Takut Gak Punya Siapa-siapa, Asal Punya Allah
Banyak orang hari ini merasa cemas karena tidak punya “orang dalam,” tidak punya “dukungan,” atau tidak punya “nama besar.” Padahal, orang yang bertauhid sejati akan merasa cukup, bahkan ketika ia sendirian.
Tauhid yang lurus membentuk jiwa yang mandiri; tidak menggantungkan hidup pada makhluk, tidak menjilat demi pujian, dan tidak mengemis validasi dari manusia. Bukan karena sombong. Tapi karena dia yakin, yang menggenggam hidup ini bukan siapa-siapa selain Allah swt.
Mandiri Bukan Berarti Menyendiri
Pertama-tama, kita perlu luruskan, bahwa kemandirian dalam tauhid bukan berarti anti-sosial atau tidak butuh manusia lain.
Tapi artinya, kita tidak bergantung secara batin kepada siapa pun selain Allah swt, dan kita tidak membuat makhluk sebagai “tuhan kecil” dalam hidup kita.
Tauhid mengajarkan kita untuk bergaul dengan sesama, tapi tetap menggantungkan hati hanya pada Pencipta.
Tidak Menggadaikan Prinsip demi Dunia
Orang yang bertauhid tidak mudah menjual harga diri dan integritasnya demi jabatan, proyek, atau pujian. Ia tahu bahwa dunia ini fana, dan yang kekal hanyalah Allah swt serta balasan-Nya.
“Barang siapa menghendaki pahala dunia, maka di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.” (QS. An-Nisā: 134)
Kemandirian jiwa membuat seseorang bisa berkata “tidak” pada godaan buruk, walau iming-imingnya menggiurkan. Karena ia sadar bahwa ridha Allah swt lebih mahal daripada segalanya.
Tidak Gampang Tersinggung atau Minder
Tauhid yang lurus membuat kita tahan terhadap penolakan. Kita tidak hancur saat tak dihargai. Tidak sakit hati berlebihan saat dilupakan. Karena kita sadar bahwa yang paling penting adalah bagaimana Allah swt melihat kita, bagaimana Ia menghargai kita.
Orang yang bertauhid juga tidak merasa kecil di hadapan sesama manusia, karena ia punya Allah yang Maha Besar. Jangan pernah takut dianggap remeh oleh manusia, jika kamu tahu bahwa kamu mulia di sisi Tuhanmu.
Tidak Bergantung pada Apresiasi
Kadang kita merasa hampa kalau tidak dipuji. Atau merasa amal jadi sia-sia kalau tak disyukuri orang.
Orang yang bertauhid tetap melakukan kebaikan meski tak ada yang berterima kasih. Kenapa? Karena dia tak sedang mencari likes dari manusia, tapi "likes" dan ridha Allah swt.
“Sesungguhnya kami memberi makan kepada kalian karena mengharap wajah Allah semata. Kami tidak menghendaki balasan dan tidak (pula) ucapan terima kasih dari kalian.” (QS. Al-Insān: 9)
Tauhid Itu Sumber Energi Internal
Kebanyakan orang butuh dukungan eksternal untuk bangkit; motivator, pelatihan, atau validasi dari orang lain. Itu tidak salah.
Tapi orang yang bertauhid punya sumber kekuatan dari dalam (inner strength), yakni keyakinan bahwa Allah swt melihat usahanya, bahwa Ia tidak akan menyia-nyiakan perjuangannya, dan keyakinan akan kemenangan sejati bukan di dunia, tapi di akhirat.
Refleksi
Kemandirian jiwa bukan tentang anti-minta tolong. Tapi tentang siapa yang paling kita andalkan. Orang yang menggantungkan diri pada Allah swt, justru akan lebih kuat, lebih tegar, dan lebih berani menghadapi dunia. Karena dalam hatinya hanya ada satu sandaran; Rabbul‘alamin.
Dr H Rukman AR Said Lc MThI | Dosen, Ketua LP2M UIN Palopo
Untuk membaca kembali edisi sebelumnya (ke-9) dari Serial Jumat ini, silahkan klik tautan berikut.
https://hijaupopuler.id/serial-jumat-edisi-9-tauhid-dan-kesederhanaan-hati
Apa Reaksi Anda?






