Serial Jumat (Edisi 3) : Allah Bukan Sekadar Nama di Langit

Serial Jumat (Edisi 3) : Allah Bukan Sekadar Nama di Langit

Memahami siapa Allah swt bukan soal rumit atau berat. Yang penting adalah membuka hati, membersihkan prasangka dan mendekati-Nya seperti seorang anak kecil yang yakin bahwa ayahnya pasti melindungi.

Islami | hijaupopuler.id

Allah dalam Alquran; Maha Dekat, Maha Peduli

Ketika kita menyebut “Allah,” apa yang terlintas dalam benak? Apakah sekadar sebuah nama agung yang jauh di langit? Ataukah sosok penguasa absolut yang hanya mengatur dari kejauhan? Banyak orang, bahkan yang lahir sebagai muslim, tumbuh dengan pemahaman yang terasa kering; Allah itu besar, maha kuasa, tapi... juga terasa jauh.

Padahal, Alquran menghadirkan Allah swt dengan cara yang sangat dekat, personal dan penuh kasih.

Allah bukan hanya Tuhan pencipta, tapi juga Tuhan penyerta. Bukan hanya pengatur jagat raya, tapi juga pendengar doa hamba-hamba yang menangis diam-diam dan sembunyi-sembunyi.

Allah swt sendiri menegaskan,

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku...” (QS. Al-Baqarah: 186)

Ayat ini bukan hanya mengabarkan bahwa Allah swt mendengar, tetapi juga menunjukkan kedekatan emosional-Nya. Allah swt tidak menyuruh Nabi saw menjawab dengan kalimat, “Katakanlah, Aku dekat,” tapi langsung Dia berkata, “Aku dekat.” Ini mengindikasikan bentuk kedekatan yang tidak perlu perantara.

Allah swt juga menyebut diri-Nya sebagai Ar-Raḥmān (Maha Pengasih), kasih-Nya tanpa batas dan meliputi semua makhluk, baik yang beriman maupun yang ingkar, atau bahkan yang belum mengenal-Nya sama sekali. Lalu Al-Wadūd (Maha Mencintai), di mana cinta kasih-Nya bukan formalitas, tapi penuh cinta sejati.

Ia juga menyebut diri-Nya sebagai Al-Laṭīf (Maha Lembut), yang mengurus kita dengan cara yang halus, kadang tanpa kita sadari. Serta Al-Mujīb (Maha Mengabulkan), Ia mendengar doa-doa yang bahkan tidak kita lafalkan, hanya terlintas dalam hati.

Allah swt bukan Tuhan yang hanya menilai dan menghakimi. Ia adalah tempat kembali yang penuh pelukan kehangatan. Dalam banyak ayat dan hadis, Allah swt lebih banyak menyebut sifat kasih-Nya daripada murka-Nya.

Allah swt berfirman,

“Rabbmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang (rahmat)” (QS. Al An’ām: 54).

Dalam hadis dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, 

“Tatkala Allah menciptakan makhluk-Nya, Dia menulis dalam kitab-Nya, yang kitab itu terletak di sisi-Nya di atas ‘Arsy, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Menghindari Bayangan Fisik tentang Tuhan

Namun, satu kesalahan besar yang kerap terjadi saat berbicara tentang Allah swt adalah membayangkan-Nya secara fisik, seperti makhluk. Ini disebut dengan tajsīm (penggambaran jasmani), dan hal ini ditolak dalam Islam.

Allah swt itu tidak seperti apa pun yang kita bayangkan. Jika kita mencoba membayangkan wujud atau zat-Nya, besar kemungkinan kita justru tersesat dalam gambaran-gambaran yang keliru dan menyesatkan. Kalau kita membayangkan tentang zat TuHan, maka boleh jadi ketemunya malah kebalikan dari lafaznya, HanTu.

Maka mengenal Allah swt bukan dengan membayangkan-Nya, tetapi dengan merenungi sifat-sifat-Nya yang tertera dalam Alquran Alkarim, dan melihat tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta.

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syūrā: 11)

Ayat ini penting; yang membatasi akal kita agar tidak mencoba menurunkan Allah swt ke dalam bentuk. Kita tidak boleh membayangkan-Nya seperti makhluk super besar yang duduk di atas kursi singgasana. Kita tidak boleh menganggap Allah swt punya tangan atau wajah seperti manusia atau makhluk.

Bila di dalam Alquran ada disebut tangan Allah, wajah Allah, atau istiwā (bersemayam) di atas ‘arsy, semua itu harus dipahami dengan penuh kehati-hatian, sebagai bentuk bahasa simbolik (metaforis) yang sesuai dengan kebesaran-Nya, bukan sebagai bentuk fisik.

Para ulama salaf menyikapi hal ini dengan bijak; "Imannya kita pada ayat, tanpa menyamakan, tanpa menyerupakan, tanpa menolak dan tanpa mencari bentuk."

Allah swt adalah Tuhan yang tidak bisa digambarkan oleh imajinasi manusia. Karena akal kita terbatas, sedangkan Dia Maha Tak Terbatas.

Membumikan Allah dalam Hidup

Meski Allah swt tidak bisa dibayangkan bentuk-Nya, bukan berarti kita tidak bisa merasakan kehadiran-Nya. Justru semakin kita paham bahwa Ia tidak seperti makhluk, semakin mudah kita merasakan kehadiran-Nya di mana pun, kapan pun dan dalam kondisi apa pun.

Sejatinya Allah swt itu ada di balik ketenangan hati saat kita ikhlas. Ia hadir dalam kekuatan yang muncul tiba-tiba saat kita hampir putus asa dan menyerah. Dia dekat dalam hening malam saat kita tak mampu berkata-kata, hanya air mata yang berbicara.

Tauhid mengajarkan bahwa Allah swt tidak perlu kita lihat, tapi bisa kita rasakan. Tidak perlu kita tahu bentuk-Nya, tapi cukup kita yakin bahwa Dia selalu hadir, selalu tahu dan selalu peduli.

Refleksi

Allah swt bukan sekadar nama yang kita hafal dalam pelajaran tauhid. Ia adalah Zat yang menciptakan, mencintai, membimbing dan menyertai kita sepanjang hidup.

Memahami siapa Allah swt bukan soal rumit atau berat. Yang penting adalah membuka hati, membersihkan prasangka dan mendekati-Nya seperti seorang anak kecil yang yakin bahwa ayahnya pasti melindungi.

Jika Allah swt terasa jauh, maka bukan karena Dia menjauh. Tapi karena hati kita yang terlalu sibuk dengan dunia, terlalu penuh dengan kebisingan. Saat kita hening dan jujur, kita akan menyadari; sesungguhnya Allah swt tidak pernah jauh.

Dr H Rukman AR Said Lc MThI | Dosen, Wakil Dekan II Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) Universitas Islam Negeri (UIN) Palopo

Untuk membaca kembali edisi sebelumnya (ke-2) dari Serial Jumat ini, silahkan klik tautan berikut.

https://hijaupopuler.id/serial-jumat-edisi-2-tauhid-itu-bukan-ilmu-elit

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow