Memuliakan Perempuan, Teladan Dari Syekh Hatim Al-Asham

Ilustrasi perempuan dari berbagai bidang, sumber : google.com
Perspektif | hijaupopuler.id
Jumat sore (7/2) baru-baru ini, saat mengaji kitab Nashaihul 'Ibad di Musholla, saya membaca maqalah 23 bab tsulasi yang mengisahkan Syekh Hatim Al-Asham, seorang ulama besar yang wafat di Baghdad, Irak, pada tahun 852 M atau 237 H. Kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana menghormati dan memuliakan perempuan, sebuah nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam.
Pada suatu hari, seorang wanita datang ke tempat Syekh Hatim untuk menanyakan sesuatu. Tak disangka, saat wanita itu melontarkan pertanyaannya, ia tidak kuasa menahan kentutnya. Suara kentutnya terdengar jelas, membuatnya salah tingkah dan terdiam. Dalam kegalauannya, tiba-tiba Syekh Hatim berkata dengan suara keras, “Hai, keraskanlah suaramu!” Wanita itu pun menduga bahwa Syekh Hatim tuli. Ia merasa lega karena mengira suara kentutnya tidak terdengar oleh sang ulama. Suasana pun kembali cair, dan wanita itu melanjutkan pertanyaannya.
Sungguh, ini adalah teladan mulia. Demi menjaga perasaan perempuan, Syekh Hatim rela pura-pura tuli. Sikap ini menunjukkan betapa pentingnya menghormati dan memuliakan perempuan, bahkan dalam situasi yang mungkin memalukan sekalipun. Syekh Hatim, sebagai seorang ulama besar, memilih untuk menjaga harga diri wanita tersebut daripada mempermalukannya.
Perempuan dalam Islam sejatinya memiliki tempat yang mulia. Sayangnya, masih ada anggapan keliru di sebagian masyarakat bahwa Islam menempatkan perempuan sebagai 'kelas bawah' dalam tatanan kehidupan. Padahal, syariat Islam justru memerintahkan umatnya untuk memuliakan dan menghormati perempuan, baik secara fisik maupun perasaannya. Islam melarang segala bentuk penyiksaan, baik verbal maupun fisik, terhadap perempuan.
Nabi Muhammad saw juga memberikan teladan yang sangat jelas tentang keutamaan memperlakukan perempuan dengan baik. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dari Ibnu Abbas, Nabi saw bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada perempuan.” (HR Hakim, kitab Al-Jami’us Shaghir, hadits nomor 4101). Hadits ini menjadi indikator bahwa kebaikan seseorang dapat dilihat dari bagaimana ia memperlakukan perempuan.
Islam menempatkan perempuan sebagai sosok yang harus dihormati dan dimuliakan dalam berbagai peran mereka, baik sebagai ibu, istri, anak perempuan, maupun anggota masyarakat. Seorang ibu, misalnya, memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Nabi Muhammad saw pernah menyatakan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Ini menunjukkan betapa besar penghormatan yang harus diberikan kepada seorang ibu.
Selain itu, Islam juga mengajarkan untuk memperlakukan istri dengan baik. Nabi Muhammad saw sendiri adalah contoh terbaik dalam hal ini. Beliau selalu bersikap lembut, penuh kasih sayang, dan adil terhadap istri-istrinya. Bahkan, dalam sebuah hadits, Nabi saw menyatakan bahwa orang yang paling baik imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.
Anak perempuan juga mendapat perhatian khusus dalam Islam. Nabi Muhammad saw mengajarkan bahwa merawat dan mendidik anak perempuan dengan baik akan menjadi penyebab seseorang masuk surga. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang mengurus dua anak perempuan hingga dewasa, maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku.” (HR Muslim). Ini menunjukkan betapa Islam memuliakan anak perempuan dan menempatkannya sebagai anugerah yang harus dijaga dengan penuh kasih sayang.
Tidak hanya dalam lingkup keluarga, Islam juga memuliakan perempuan dalam masyarakat. Perempuan memiliki hak untuk menuntut ilmu, bekerja dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Sejarah Islam mencatat banyak perempuan yang menjadi ulama, pejuang, dan pemimpin. Contohnya, Aisyah binti Abu Bakar, istri Baginda Muhammad saw, yang dikenal sebagai ahli hadits dan fiqh. Ini membuktikan bahwa Islam memberikan ruang bagi perempuan untuk berkembang dan berkontribusi bagi masyarakat.
Namun sayangnya, masih ada sebagian orang yang salah memahami ajaran Islam tentang perempuan. Mereka menganggap bahwa perempuan harus dibatasi ruang geraknya dan tidak diberikan hak yang setara dengan laki-laki. Padahal, Islam justru mengajarkan keadilan dan keseimbangan dalam memperlakukan perempuan. Perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang saling melengkapi, bukan saling menindas.
Kisah Syekh Hatim-Al Asham yang pura-pura tuli untuk menjaga perasaan seorang perempuan tadi adalah cerminan dari ajaran Islam yang penuh kasih sayang dan penghormatan terhadap perempuan. Sikap ini seharusnya menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu berusaha memuliakan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Baik sebagai suami, ayah, saudara atau anggota masyarakat. Kita harus senantiasa menjaga perasaan dan harga diri perempuan.
Semoga Allah swt senantiasa memuliakan para perempuan yang kita cintai, baik ibu, istri, anak perempuan, maupun perempuan lainnya dalam kehidupan kita. Aamiin ya mujibassailiin. Dengan meneladani sikap Syekh Hatim Al-Asham dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw, kita dapat menciptakan kehidupan yang harmonis dan penuh penghormatan terhadap perempuan.
Intan Diana Fitriyati MAg
Dewan Pengasuh Ponpes Al-Masyhad Manbaul Falah Walisampang Pekalongan Jawa Tengah
Apa Reaksi Anda?






